Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rancangan Program Ekonomi Proletar ala Tan Malaka

6 Januari 2019   18:06 Diperbarui: 6 Januari 2019   18:17 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://pedomanbengkulu.com

Pernahkah Anda membaca buku Aksi Massa? Atau mungkin pernah mendengar judul bukunya saja? Aksi Massa adalah buku strategi perjuangan yang ditulis oleh Tan Malaka, sang Bapak Republik Indonesia pada tahun 1926. Buku ini berbicara soal bagaimana massa dapat diorganisasikan untuk memperjuangkan kepentingan politik dan ekonomi mereka.

Penulis sendiri sudah menyelesaikan buku setebal 148 halaman ini di kelas X. Buku ini layak memperoleh bintang lima dalam penilaian subjektif penulis. Tan Malaka sangat mampu menyusun ide-ide perjuangannya dengan sangat logis dan sistematis. Begitu logis dan brilian, sampai-sampai Bung Karno terinspirasi oleh isi buku ini pada masa-masa studieclubnya.

Namun, ada satu bagian buku ini yang sering dilewatkan oleh pembaca pada umumnya; bagian lampiran. Lampiran ini berjudul, "Rancangan untuk Program Proletar di Indonesia." Judul ini sungguh menggambarkan pendirian Marxis-Leninis Beliau dalam memajukan bangsa Indonesia. Rancangan ini mencakup rancangan kebijakan publik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pengajaran, militer, polisi dan justisi, serta "program aksi".

Dalam tulisan ini, penulis akan fokus membahas program bidang ekonomi. Mengapa? Sebab ideologi Marxisme-Leninisme sendiri memberikan emphasis yang besar terhadap bidang ekonomi. Bahkan, perubahan cara manusia mencari nafkah dianggap sebagai dasar perubahan dialektika historis dalam masyarakat. Teori ini dikembangkan lebih jauh oleh Friedrich Engels menjadi materalisme dialektika.

Maka dari itu, mari kita mulai pembahasan ini. Untuk mempermudah pembaca, penulis akan membahas masing-masing poin dari program ekonomi yang Beliau gariskan. Setelahnya, penulis akan mengemukakan pendapat penulis tentang poin tersebut.

Berikut adalah poin-poin program ekonomi Tan Malaka (Malaka, 2016:144-145)

  • Menjadikan milik nasional pabrik-pabrik, tambang-tambang, seperti tambang batu arang (red. Batu bara), minyak, dan emas.
  • Menjadikan milik nasional hutan-hutan dan kebun-kebun besar modern seperti kebun gula, karet, kopi, kina, kelapa, nila, dan ketela.
  • Menjadikan milik nasional alat-alat pengangkutan dan lalu lintas.
  • Menjadikan milik nasional bank-bank, kongsi-kongsi, dan maskapai-maskapai dagang yang besar-besar.
  • Clektrifikasi (red. Industrialisasi) seluruh Indonesia dan mendirikan industri-industri baru dengan bantuan negara, misalnya pabrik tenun, mesin, dan perkapalan.
  • Mendirikan koperasi-koperasi rakyat dengan memberikan pinjaman yang murah oleh negara.
  • Memberikan ternak dan perkakas kepada kaum tani untuk memperbaiki pertaniannya dan mendirikan kebun percobaan negeri.
  • Memindahkan rakyat besar-besaran dengan ongkos negara dari Jawa ke tanah seberang.
  • Membagi-bagikan tanah yang kosong kepada tani yang tak bertanah dan miskin dengan memberikan sokongan uang untuk mengusahakan tanah itu.
  • Menghapuskan sisa-sisa feodal dan tanah-tanah partikelir dan membagikan yang tersebut belakangan ini kepada tani-tani yang miskin.

Ketika membaca poin-poin ini, ada tiga karakteristik yang muncul dari program ekonomi proletar ala Tan Malaka; statist, redistributive, coercive. Statist artinya menekankan pada peningkatan peran negara dalam perekonomian. Redistributive artinya memiliki kecenderungan untuk membagikan kekayaan dari si kaya menuju si miskin. Coercive artinya bersifat memaksa, commanding, dan controlling.

Poin pertama sampai keempat berbicara soal nasionalisasi. Istilah ini adalah sebuah kebijakan pengambilalihan suatu industri atau perusahaan dari kepemilikan pribadi menuju kepemilikan oleh pemerintah (en.oxforddictionaries.com, 2019). Sederhananya, perubahan dari BUMS menjadi BUMN. Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan common ownership of the economy.

Penulis sendiri tidak setuju dengan nasionalisasi. Mengapa? Sejarah dunia membuktikan bahwa industri yang dinasionalisasi tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat atau common ownerhsip of the economy. Justru, industri yang dinasionalisasi menjadi benalu yang menyedot kekayaan masyarakat, karena inefisien dan tidak mampu menghasilkan keuntungan.

Kepemilikan bersama dalam perekonomian yang sebenarnya terwujud dalam property-owning democracy, di mana setiap orang menjadi pemilik modal melalui kepemilikan aset pasar modal, baik saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain.

Poin kelima membahas soal industrialisasi. Model industrialisasi disini berbeda dengan industrialisasi di Inggris pada masa Revolusi Industri. Dalam program ini, industrialisasi dipimpin oleh negara sebagai pelaku ekonomi yang aktif. Negara mendirikan pabrik-pabrik dan menjadi pemilik pabrik-pabrik tersebut. Maka dari itu, pemikiran etatisme sangat terlihat jelas dalam kebijakan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun