Mohon tunggu...
Rahma Dian
Rahma Dian Mohon Tunggu... Guru - Love writing and reading

Do something good it will be good for us. twitter: @dradikta | IG: dradikta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Song in Story", Menulis Cinta

29 November 2018   08:52 Diperbarui: 29 November 2018   09:05 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic: youtube Andi Moer

            Pecah, entah sekecil apa butiran itu berserakan. Aku tahu aku dusta, aku hina tapi aku nggak bisa nolak hati aku. Nolak, mengelak buat ketemu Rendi. Lalu Panji? Serepan?

Di rumah, Di kamarku

            Menatap langit -- langit. Tak mampu menahan air mata yang terus keluar. Kenapa aku senekad ini? Hanya karena penampilan Rendi berubah, aku jadi goyah. Panji, bisa jadi imam yang baik. Pria itu mampu mengubahku jadi lebih taat mulai dari sholat lima waktu sampai berhijab. Lalu pertunangan itu akan rusak, remuk hanya karena................

            "Pasir itu akan lepas perlahan jika digenggam terlalu erat. Seperti cinta, tak akan mampu bertahan bila dikekang, digenggam terlalu erat. Semua akan indah bila beriringan sesuai hati. Berjalan bersama tanpa paksaan."

Di rumah Panji

            "Kemarin aku nggak meeting sama siapapun tapi aku ngopi bareng Rendi. Maaf aku udah bohong. Jelita Anindya janji bakal setia, nggak ngulangin lagi. Maaf...maaf...Panji...." Masih diam sibuk menyesap kopi, pagi buta setelah subuh, aku ngegas ke rumah Panji. Dan, sampai aku ngaku...pria itu tetap bungkam. Tak terlihat marah sampai aku..."Panji, jangan marah. Sekali lagi maaf, aku sudah siap terima hukuman apapun...." sampai aku menggoyangkan kaos hitam dan menarik roti bakar yang hendak dimakannya.

            "Bisa boong juga. Aku tahu, kemarin aku juga meeting di sana," mata Panji memandangiku adem. No teriak -- teriak. Aku kelu.

            "Pasir itu akan lepas perlahan jika digenggam terlalu erat. Seperti cinta, tak akan mampu bertahan bila dikekang, digenggam terlalu erat. Semua akan indah bila beriringan sesuai hati. Berjalan bersama tanpa paksaan. Aku harap kamu ngerti? Aku mau mandi dulu lalu ngantor." Panji berdiri, aku masih terpaku. Sedalam itu cintanya, percayanya sama aku. Tapi kenapa dengan hati aku...? "Ta, kenapa masih di sini. Kamu nggak ke butik? Ohhh...mau temanin aku mandi?" Dengar celoteh itu aku langsung ketawa. "Dasar mantan playboy," Bisikku. Duarrr...ketawa bareng.

Beberapa saat kemudian....

            "Ta, ketemuan yuk. Ngopi di tempat biasa." Pesan WA dari Rendi. Duh, "Iya" apa "Nggak"

            Hatiku kudu "Iya" tapi perasaan Panji...? Duh rasanya semua fikiranku dipenuhi kata "Iya". Kalah telak dan akupun harus "Iya, Ren. Aku kesana sekarang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun