Pemuda berambut sebahu dan agak berantakan itu duduk begitu saja di kursi kayu, di teras yang juga berlantai kayu, sesaat setelah dipersilakan gadis yang juga berambut sebahu, namun lebih rapi dan wangi, yang kemudian duduk di sebelahnya. Â Tidak tepat di samping sebenarnya, dua kursi kayu yang beda bentuk itu dipisahkan meja kecil dari besi cor tua, atasnya beralas kayu entah apa, meranti mungkin.
"Kenapa gitu, kusut?" Yang bertanya sembari tersenyum, "Aku ke dalam sebentar, ya?" Tanpa menunggu jawaban, dia beranjak. Datang-datang sudah membawa segelas air bening berisi es batu. Â Hari memang sedang panas,, padahal sudah beranjak ke jam tiga sore.
"Lupa pakai helm. Jadi kusut" Langsung saja berkata gitu sembari tersenyum, tangan kanannya memainkan serat kain jinsnya yang menjuntai, dari golongan di dengkul kirinya.
"Katanya sudah selesai skripsimu?" Gadis itu memandang pemuda di sebelah meja itu dengan penuh perhatian. Â Kedua tangannya menopang dagunya. Â Yang ditanya hanya tertawa singkat.
"Belum, kok. Â Malah kepikiran setelah lulus aku ngapain, kemana gitu.."
"Kamu terlalu visioner, sih."
"Ngga lah. Â Aku berusaha realistis saja, harus terus bergerak. Â Aku belum punya apa-apa, rasanya belum bisa apa-apa. Â Tak seperti kamu yang sudah punya segalanya, kan"
"Eh, ngawur.." Â Telunjuknya nomor jidat pemuda itu. Â "Kamu tuh yang punya banyak bisa.."
"Aku bukan ular.."
"Asem, haha. Â Kamu kan bisa nulis, bisa bebas jalan kemanapun, bisa apa saja yang kamu inginkan.."
"Iya juga sih ya.."