Mohon tunggu...
Rizky C. Saragih
Rizky C. Saragih Mohon Tunggu... Administrasi - Public Relations

Lihat, Pikir, Tulis. Communications Enthusiast | @rizkycsaragih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Humas dan Media Hadapi "The New Normal"

23 April 2020   22:45 Diperbarui: 23 April 2020   22:48 2124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi merupakan klasifikasi teratas untuk tingkatan luas penyebaran sebuah penyakit yang artinya penyakit tersebut sudah mewabah ke berbagai belahan dunia.

Bersama-sama kita semua saat ini tahu bahwa virus corona atau covid-19 tengah menjadi malapetaka seluruh umat manusia di dunia. Bagaimana tidak, virus corona telah meyebar ke lebih dari 169 negara dunia dengan angka kematian akumulasi global sebanyak 175.694 dan 674 jiwa untuk nasional (covid19.go.id per 23/4).

Banyak perubahan yang tengah terjadi di sekeliling kita, salah satunya pada sisi sosial kemasyarakatan. Menjaga jarak (phisycal distancing), bekerja dari rumah (work from home) dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi istilah yang mungkin saja paling banyak disebutkan sampai saat ini kita temukan dan dengar di media daring, luring,televisi serta radio.

online shopping. pexels.com
online shopping. pexels.com
Bekerja dari rumah dan melakukan segala aktivitas dari dalam rumah saja tentunya membuat para pelaku industri, praktisi juga akademisi tidak habis akal.

Pelaku akademisi yang bisa kita sebut para guru dan dosen menerapkan sistem belajar daring melalui gawai masing-masing agar aktivitas pendidikan tidak putus begitu saja akibat pandemi, hal itu juga diterapkan para pelaku industri yang menghasilkan produk berupa barang maupun jasa. 

Semisal saja produk makanan, saat ini dengan mudah kita dapatkan dengan membeli di toko online tanpa harus keluar rumah, begitu pula dengan jasa.

Jasa pelatihan yang biasanya diadakan tatap muka lalu melakukan workshop and training seketika berubah menjadi serba online. Sampai kapankah ini akan berlangsung? Work from home, conference call via Zoom, physical distancing, inikah fenomena The New Normal?

Adaptasi Humas dan Media dalam Masa Krisis Pandemi
Webinar Perhumas & Majalah Tempo
Webinar Perhumas & Majalah Tempo

Seperti kebanyakan orang lainnya, mencoba rutinitas baru dengan turut mengikuti seminar daring (webinar) yang menghadirkan sosok humas dan sosok media yakni Agung Laksamana Ketua Perhumas dan Arif Zulkifli Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO.

Tema yang diangkat sungguh menarik bagi saya pribadi sebagai sosok yang bekerja sebagai humas/public relations (PR). Sedikit rangkuman singkat yang saya serap dari webinar "Brand Storytelling Techniques During Crisis" yang berlangsung pada 22 April 2020.

Tangkapan layar 2 narasumber dan 1 moderator pada sesi webinar.
Tangkapan layar 2 narasumber dan 1 moderator pada sesi webinar.

Sebagai seorang praktisi PR, apa yang harus dilakukan pada saat the new normal saat ini?

Be Visible, Be Presence

Dari kacamata PR untuk sebuah brand, konsumen bahkan ingin mendengarkan CEO daripada brand tersebut berbicara di tengah pandemi saat ini. Selain itu tentunya PR harus tetap eksis, meneruskan investasi media relations dan digital tampaknya akan menjaga visibilitas brand agar tetap diketahui masyarakat.

Story Telling! Be Creative!

Coba terapkan dengan cara bercerita. PR tidak melakukan hard selling, bukan? Melainkan bercerita. Semisal kemas aktivitas CSR perusahaan dalam kemasan yang kental akan philantropic-emphaty. Tidak ada salahnya menghubungkan cerita brand anda (tematik) dengan nuansa bulan suci ramadan yang saat ini tengah berlangsung.

Be creative juga selaras dengan membuat konten-konten berbau kesehatan mengingat saat ini adalah masa pandemi dan terus ingatkan agar di rumah aja. Angle cerita yang tidak melulu tentang brand melainkan lebih kepada humanistik rasanya akan membuat target audiens atau masyarakat menelan habis cerita.

Digital Presence

Terbayang bila saat ini yang terjadi adalah tindakan physical distancing dan PSBB, tidak memungkinkan bagi kita seorang PR untuk mengumpukkan para teman-teman media untuk melangsungkan press conference misalnya.

Lalu apa? Terdiam tak melakukan apapun? Inilah titik dimana mau tidak mau PR dengan membawa brand atau perusahaannya harus lebih sering muncul di dunia maya. Harus lebih sering.

First Thing First

Apa yang menjadi mata air dan mutlak untuk PR adalah mengetahui target khalayaknya, pemetaan people platform, mengkonversi segala bentuk komunikasi menjadi going digital, live streaming semakin menjadi common untuk semua brand bahkan pribadi dan seperti yang kebanyakan dilakukan saat ini yakni, virtual events!

Beberapa poin tersebut yang mungkin bisa mulai jadi pertimbangan para praktisi PR agar bisa beradaptasi atau setidaknya mengikuti irama masyarakat di situasi seperti saat ini.

Dari sisi media, gambaran apa yang terjadi di iklim teman-teman jurnalis?

Mas Azul adalah sapaan akrab seorang Arif Zulkifli. Beliau menyebutkan bahwasanya virus corona ini mengubah pola interaksi masyarakat, termasuk jurnalis. Tidak dipungkiri masyarakat juga terpolarisasi dengan begitu derasnya arus informasi yang berseliweran di depan kita.

Coba silahkan cek group WhatsApp masing-masing, tidak mungkin tidak ada link berita tentang corona di sana. Bahayanya adalah, banyak informasi yang belum tentu kebenarannya. Perdebatan antar masyarakat akibat salah informasi dan terjadilah polarisasi.

Azas jurnalisme TEMPO. Dok RCS
Azas jurnalisme TEMPO. Dok RCS
Kredibilitas media di saat seperti ini sungguh sangat diperlukan, Tempo ungkapnya, selalu menomorsatukan kredibilitas. Kredibilitas menjadi sebuah tantangan bagi para media, tidak hoax, kritik yang membangun, narasi-narasi yang konstruktif dan optimistis.

Selain itu, bila berbicara tentang teknis liputan semasa pandemi covid-19, Tempo menerapkan wawancara online dan menghindari liputan tatap muka. Pada sisi pembaca, faktanya jumlah pembaca Tempo tertinggi pada awal bulan Maret adalah bacaan tentang "Keris Diponegoro".

Apakah itu artinya pembaca yang merupaka masyarakat sudah jenuh akibat terlalu banyak informasi mengenai corona? Entahlah, saya tidak tahu.

Dari dua narasynber ini, baik sisi PR/humas maupun media/jurnalisme punya satu benang merah yang sama, yakni hadapi masa krisis ini dengan semangat optimisme, gotong royong, bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, seluruh elemen bahu membahu melewati badai yang pasti akan berlalu ini. Indonesia dan dunia kembali sehat seperti semula, aamiinn. Selamat menunaikan ibadah puasa ramadan 1441 H bagi yang menjalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun