Mohon tunggu...
M RayhanHanif
M RayhanHanif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Hubungan Internasional Universitas Jember

Berusaha untuk menjadi penulis dan menganalisis fenomena sosial ekonomi politik. Namun ini bukan hal yang sederhana... But.. why don't we give a try ?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mau Tidak Mau Dunia Wajib Resesi?

12 Maret 2023   14:10 Diperbarui: 12 Maret 2023   14:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa waktu yang lalu, dunia sempat dihebohkan dengan adanya isu tentang resesi ekonomi yang akan mengguncang dunia di tahun 2023. Isu ini muncul sebagai respon dari dampak Pandemi Covid-19, perubahan iklim yang drastis, dan peperangan antara Rusia dengan Ukraina yang masih belum menemukan titik terang. Konflik tersebut menyebabkan terhentinya rantai pasokan kebutuhan yang sangat mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan global, pada akhirnya inflasi pun tak dapat dihindarkan.

Meninjau laporan dari World Economic Outlook pada Oktober 2022, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan laju inflasi global tembus 8,8%. Melihat permasalahan ini, bank sentral kemudian beramai - ramai memutuskan untuk menaikkan suku bunga dengan tujuan untuk menekan inflasi. 

Harapannnya, dengan menaikkan suku bunga masyarakat akan justru menyimpan uang didalam bank, dan meminimalisir mereka untuk melakukan aktivitas ekonomi. Namun, berdasarkan laporan Bank Dunia tentang "Is a Global Recession Imminent?" menjelaskan bahwa kenaikan suku bunga acuan secara agresif di berbagai negara yang dilakukan oleh bank sentral justru akan memperparah situasi perekonomian dunia, karena permintaan akan menurun secara drastis dan menimbulkan kontraksi skema ekonomi global.  

Pada tahun 2022 kemarin misalnya, bank sentral Amerika Serikat yang bernama Federal Reserve System atau biasa disebut The Fed, mulai meningkatkan suku bunga sebesar 75 basis poin atau sebesar 3,75 -- 4% pada Bulan November. Kemudian diikuti oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 5,25% di bulan yang sama. Begitu juga dengan negara--negara lain yang ikut menaikkan suku bunga demi mencegah inflasi. Namun kenaikan suku bunga secara serentak ini justru memicu timbulnya resesi ekonomi global yang berdampak pada menurunnya GDP (Gross Domestic Product) global.

CNBC mengutip data dari Economic Outlook pada Bulan November 2022 menjelaskan bahwa GDP global diperkirakan hanya sebesar 3,1%. Angka tersebut turun sekitar setengah dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,9%. Bahkan di tahun 2023, pertumbuhan ekonomi akan diprediksi semakin melambat yaitu sebesar 2,2%, penurunan ini adalah imbas dari kenaikan suku bunga acuan secara serentak oleh bank sentral di seluruh dunia. Tetapi di tahun 2024, GDP global akan diprediksi perlahan-lahan meningkat sebesar 2,7%. Kenaikan ini disebabkan pelonggaran kebijakan suku bunga acuan di beberapa negara.

Namun kenyataannya, mengutip informasi yang diperoleh dari CNBC pada tanggal 3 Maret 2023 kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa Amerika Serikat justru lolos dari resesi ekonomi. Menkeu Sri Mulyani mendapatkan informasi ketika dirinya bertemu secara langsung dengan Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada saat pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di India. Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa inflasi AS menurun pada kisaran 6%, namun tetap dalam level yang sangat tinggi, karena target inflasi yang mereka inginkan berada pada level 2%.

Meskipun AS sudah menetapkan suku bunga yang tinggi, kenyataan yang terjadi adalah aliran dana dari berbagai negara justru mengalir deras ke AS. Hal ini yang menyebabkan AS terhindar dari resesi ekonomi. Penyebabnya adalah pasar tenaga kerja di AS meningkat tajam sebanyak 517.000 orang sepanjang Bulan Januari 2023. Peningkatan ini jauh lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 260.000 orang. Pada akhirnya pengangguran pun menurun sebesar 3,4% dari yang sebelumnya 3,5%. Tidak hanya itu, adanya gaya hidup masyarakat AS yang konsumtif kemungkinan membuat mereka terus membeli barang -- barang meskipun ditengah inflasi, maka tak heran jika perekonomian AS terus melejit.  

Menkeu Sri Mulyanimenambahkan jika inflasi bisa saja turun tanpa harus menciptakan resesi. Beliau juga menambahkan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan munculnya resesi yang mengerikan meski bank sentral telah menetapkan suku bunga tinggi. Intinya nanti akan menurun dengan sendirinya.

Informasi diatas tentu membuat masyarakat bisa bernafas lega. Tetapi, apakah dengan adanya pernyataan tersebut kita dapat membeli barang sebebas-bebasnya ? Padahal ketersediaan barang -- barang pokok sangat terbatas. Apalagi, konflik global yang sedang terjadi belum sepenuhnya mereda, dan belum pasti kapan akan berakhir. Lantas, apakah dunia mau tidak mau harus resesi ekonomi demi menjaga ketersediaan dan kestabilan harga barang ?

Opsi Buruk jadi solusi

Pada Bulan Februari 2023 The Fed meningkatkan suku bunga sebesar 4,75%. Ini merupakan peningkatan yang tertinggi jika dibandingkan pada Bulan Oktober 2007 yang hanya sebesar 4,5%. Bukan tanpa alasan, peningkatan suku bunga ini adalah strategi Amerika Serikat agar bisa menurunkan inflasinya yang masih menyentuh angka 6,4% itu menuju pada level terendah 2%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun