Kabur Saja Dulu: Antara Keberanian dan Keputusasaan
Hidup selalu memberi dua pilihan: bertahan atau pergi. Tidak ada yang benar-benar ingin pergi dari tempat di mana mereka tumbuh, tertawa, menangis, dan jatuh cinta. Tapi jika bertahan hanya berarti terus-menerus terluka, maka pergi bukan lagi tentang mencari yang lebih baik, tapi tentang menyelamatkan diri.
Dan di sinilah kita, di zaman ketika orang-orang tak lagi berharap banyak dari negeri sendiri. Di meja makan, di grup obrolan, di warung kopi, satu kalimat mulai sering terdengar:
"Kabur saja dulu."
Sebuah ungkapan sederhana, tapi di dalamnya terkandung ribuan kisah kelelahan.
Mengapa Harus Kabur?
Tidak ada yang bangun di pagi hari dan tiba-tiba memutuskan, Aku harus pergi jauh dari sini. Semua itu adalah hasil dari hari-hari panjang yang melelahkan, dari pertanyaan-pertanyaan yang semakin sulit dijawab, dari hidup yang terasa seperti lingkaran tanpa ujung.
1. Ketika Hidup Tak Lagi Bisa Ditanggung
Ada orang yang bekerja sejak pagi hingga malam, hanya untuk menyadari bahwa gaji mereka tak cukup bahkan untuk hidup sederhana. Ada yang sekolah tinggi-tinggi, tapi akhirnya hanya bisa mengirim lamaran kerja yang tak pernah berbalas. Ada yang melihat orang-orang berjuang di negeri sendiri, hanya untuk disingkirkan oleh sistem yang lebih menghargai nama belakang daripada kerja keras.
2. Ketika Harapan Kian Menipis
Tidak ada yang ingin meninggalkan rumah jika mereka percaya masih ada masa depan di dalamnya. Tapi bagaimana jika masa depan itu terasa semakin jauh? Harga kebutuhan pokok naik, biaya hidup tak masuk akal, lapangan kerja makin sempit. Lalu orang-orang mulai berpikir, Mungkin hidup lebih baik di tempat lain. Mungkin aku bisa bahagia jika pergi sejauh mungkin dari sini.
3. Ketika Dunia Terasa Lebih Besar daripada Tanah Kelahiran
Dunia berubah. Dulu, kita hanya tahu kehidupan di negeri sendiri. Sekarang, dengan satu klik, kita bisa melihat betapa luasnya dunia. Kita bisa melihat bagaimana orang-orang di belahan dunia lain bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak, bagaimana mereka bisa bekerja dengan upah yang cukup untuk membeli rumah tanpa harus berutang seumur hidup. Lalu kita bertanya: Kenapa aku tidak bisa mendapatkan itu juga?
Dan tanpa sadar, satu gagasan mulai mengakar dalam kepala:
"Kabur saja dulu."