Selain diterapkan pada kebijakan publik, Tri Hita Karana juga diimplementasikan dalam manajemen pemerintahan. Pemerintah Provinsi Bali berupaya membangun birokrasi yang beretika, partisipatif, dan ramah lingkungan dengan menerapkan prinsip-prinsip THK sebagai landasan manajerial:
- Parahyangan (Etika dan Spiritualitas Kerja):
Keputusan manajemen didasarkan pada nilai moral dan kejujuran. Setiap rapat atau kegiatan resmi diawali dengan doa lintas agama sebagai simbol toleransi dan spiritualitas. Etika kerja ASN juga menekankan integritas dan tanggung jawab moral. - Pawongan (Kepemimpinan dan Kolaborasi):
Penerapan gaya kepemimpinan partisipatif, transparansi publik, serta pelayanan prima kepada masyarakat. ASN diharapkan membangun komunikasi terbuka dan bekerja secara kolaboratif dalam semangat gotong royong. - Palemahan (Kebijakan Ramah Lingkungan):
Implementasi green office dengan efisiensi energi, pengurangan penggunaan kertas, serta tanggung jawab sosial di setiap instansi pemerintahan.
Dengan demikian, manajemen berbasis THK tidak hanya meningkatkan kinerja birokrasi, tetapi juga menumbuhkan budaya organisasi yang selaras dengan nilai-nilai lokal dan prinsip keberlanjutan global.
4. Dampak Positif Implementasi Tri Hita Karana
Integrasi filosofi Tri Hita Karana dalam kebijakan dan manajemen pemerintahan membawa dampak positif yang signifikan, antara lain:
- Penguatan Identitas Budaya Lokal:
Nilai-nilai kearifan lokal menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan publik, sehingga memperkuat jati diri masyarakat Bali di tengah arus globalisasi. - Peningkatan Partisipasi Masyarakat:
Melalui pemberdayaan desa adat dan pariwisata berbasis komunitas, masyarakat terlibat langsung dalam pembangunan, meningkatkan rasa memiliki terhadap hasil pembangunan. - Terwujudnya Pemerintahan yang Beretika dan Berkelanjutan:
Pelayanan publik berbasis moralitas dan tanggung jawab sosial menciptakan birokrasi yang lebih manusiawi, transparan, dan peduli terhadap lingkungan. - Keseimbangan Pembangunan:
Implementasi THK memungkinkan terwujudnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial.
Dengan demikian, filosofi Tri Hita Karana terbukti mampu menjadi paradigma pembangunan daerah yang tidak hanya efisien secara administratif, tetapi juga bernilai secara spiritual dan sosial.
Implementasi Tri Hita Karana dalam kebijakan pemerintah provinsi dan manajemen pemerintahan di Bali merupakan bentuk konkret dari upaya membangun pemerintahan yang berlandaskan nilai-nilai lokal, beretika, dan berkelanjutan. Integrasi nilai Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan dalam setiap kebijakan publik memperkuat harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan.
Pendekatan ini membuktikan bahwa kearifan lokal dapat menjadi pilar utama pembangunan modern tanpa harus mengorbankan nilai-nilai tradisional. Pemerintah Bali melalui program-program seperti Bali Energi Bersih, pengelolaan sampah plastik, pemberdayaan desa adat, dan dukungan kegiatan keagamaan telah menunjukkan bagaimana filosofi THK dapat diterjemahkan menjadi kebijakan yang nyata dan berdampak positif bagi masyarakat.
Ke depan, implementasi THK diharapkan tidak hanya menjadi identitas daerah, tetapi juga menjadi model tata kelola pemerintahan di tingkat nasional bahkan internasional, yang mengedepankan etika, partisipasi sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Dengan demikian, Tri Hita Karana bukan hanya warisan budaya, melainkan juga fondasi bagi peradaban pemerintahan yang humanis, ekologis, dan spiritual.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI