Mohon tunggu...
Ratna LukitaIndriwati
Ratna LukitaIndriwati Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

saya seorang mahasiswa dari Universitas Airlangga Surabaya, mohon bimbingannya untuk belajar dalam kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penerapan Ketuhanan yang Maha Esa pada Perayaan Sekaten

9 Juni 2019   04:28 Diperbarui: 9 Juni 2019   04:35 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kata Sekaten berasal dari kata, antara lain ; Sahutain, yang artinya menghentikan atau menghindari dua perkara, yakni sifat lacur dan menyeleweng. Sakhtain, yang artinya menghilangkan dua perkara, yaitu menghilangkan watak hewan dan sifat setan. Sakhotain, yang artinya menanamkan dua perkara, yaitu memelihara budi luhur dan menghambakan diri pada Tuhan. Sekati, yang artinya menimbang. Dan terakhir Sekat, yang artinya batas.

Kemudian merujuk menjadi satu, kata Sekaten yang berasal dari kata "Syahadatain" yaitu dua kalimat yang diucapkan ketika akan memeluk agama Islam.

Dalam Syahadat tersebut terdiri atas kalimat pertama yang berarti pengakuan kepada Allah SWT, dimana dalam perayaan Sekaten tersebut dilambangkan dengan gamelan Kyai Guntur Madu. Sedangkan yang kalimat kedua merupakan pengakuan bahwa Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT, dimana dalam perayaan Sekaten dilambangkan dengan Gamelan Kyai Guntur Sari.

Perayaan Sekaten diadakan setiap tanggal lima pada Mulud atau Maulud, yakni bulan ketiga dalam sistem kalender jawa. Perayaan dimulai ketika dua Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari mulai ditabuh dan dikumandangkan bersama Gending Jawa Rambu dan Rangkur.

Acara Sekaten sudah ada sejak tahun 1477 Masehi, yaitu pada Raden Patah selaku Adipati Demak Bintara akan membangun Masjid Agung Demak. Untuk melakukan  syiar kepada masyarakat dilingkungannya maka Raden Patah mengadakan suatu acara khotbah yang inti acaranya mengajak masyarakat memeluk agama Islam.

Setelah Masjid Demak berdiri maka para Walisongo (Wali Sembilan)  mengatur strategi agar masyarakat yang ada diwilayah tersebut memeluk agama Islam, tentunya dengan mempertimbangkan bahwa masyarakat saat itu sangat senang dengan kesenian gamelan dan wayang kulit.

Maka pada perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW yang diadakan di Alun-Alun Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga mempunyai ide untuk menggelar pertunjukan gamelan dan wayang kulit yang bertujuan agar masyarakat menonton dan sekaligus menarik masyarakat agar bersedia memeluk agama Islam.

Yang unik dari cara Sunan Kalijaga adalah mewajibkan masyarakat yang menonton pertunjukan mempunyai 'tiket' yang berupa mengucapkan dua kalimat Syahadat. Dengan mengucapkan kalimat Syahadat maka dengan sendirinya orang tersebut sudah memeluk agam Islam. Oleh masyarakat Jawa lafal syahadatain kemudian berubah menjadi kata Sekaten seperti yang dikenal selama ini.

Di tanah Jawa, lahirnya Kerajaan Demak menandai perkembangan agama Islam mulai tumbuh sejak runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400 Masehi. Pada masa itu Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama, selanjutnya berdiri kerajaan lain seperti, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, dan lain-lainnya, yang kemudian menjadi dua kerajaan hingga sampai saat ini masih berdiri, yaitu Kerajaan Surakarta Hadiningrat di Kota Solo dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat di Kota Yogyakarta.

Seorang konsultan Herry Lisbijanto menerbitkan buku dengan judul Sekaten, Beliau menuliskan sejak dahulu kedua kerajaan tersebut berusaha untuk mempertahankan kebudayaan yang sangat baik, yaitu upacara untuk mengenang hari lahir nabi besar Muhammad SAW.

Melihat sejarah pada jaman Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Dimana salah satu Walisongo yaitu Sunan Kalijaga dalam berdakwah ke beberapa daerah selalu menggunakan media kesenian tradisional yaitu Gamelan dan Wayang. Maka Raja Mataram saat itu Sultan Hamengkubuwono l membuat suatu kegiatan dakwah yang bisa menjadi hiburan dan tontonan bagi rakyatnya.

Beberapa transformasi budaya dari agama Hindu pada agama Islam, antara lain :

1. Tradisi Semedi

Dalam agama Hindu mempunyai maksud untuk memuja kepada dewa-dewa, maka budaya tersebut kemudian diubah menurut agama Islam, yaitu diganti memuja Allah SWT dengan menjalankan sholat.

2. Tradisi Sesaji

Menurut agama Hindu bermaksudkan memberi makan kepada dewa-dewa dan jin, maka kemudian diganti sesuai agama Islam dengan berzakat serta bersedekah.

3. Keramaian

Pada agama Hindu bertujuan menghormati para dewa, kemudian diganti tradisi keramaian untuk menghormati hari raya Islam seperti Idul Fitri.

Dalam sila pertama pancasila berbunyikan "Ketuhanan yang Maha Esa", setiap warga negara Indonesia diharuskan untuk memiliki agama dan meyakini bahwa Tuhan itu Esa. Tradisi Sekaten, dengan tidak menghilangkan kebudayaan Khas Jawa masyarakat juga melakukan tujuan untuk berdakwah. Dapat dilihat dari penggunaan gamelan dan wayang kulit sebagai salah satu media dakwah, maka sebenarnya terdapat perpaduan antara seni tradisional dengan agama Islam.

Perpaduan budaya Jawa dan Islam itu dimaknai sebagai sarana mengagungkan Nabi Muhammad SAW karena dalam perayaan Sekaten ini diselenggarakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.

Perayaan Sekaten salah satu bentuk bukti masyarakat dalam mengamalkan dari sila pertama Pancasila, dengan berbagai macam bentuk kegiatannya niat sesunggunya yaitu untuk meminta dan berkeinginan mendapatkan keridhoan dari Allah SWT.

Sebagai salah satu warisan budaya Nusantara maka keberadaan Tradisi Sekaten perlu dilestarikan dan dikemas lebih baik, sehingga dapat menarik para generasi muda dan masyarakat secara umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun