Pengaplikasian Konsep Community BasedÂ
Konsep CBT ketika diusung dapat menjadi sangat sederhana dan mendasar jika dikaitkan dengan masyarakat, perilaku, ekonomi, dan keterkaitan serta sinergi antar kelompok. Konsep ini kemudian dikatakan efektif ketika dapat memberikan peningkatkan nilai tambah, masyarakat sendiri sudah sejak lama memiliki kehidupan, kebiasaan, budaya, kultur, dan aktivitas baik dalam bentuk usaha UMKM ataupun hal yang lainnya.Â
Hal tersebutlah yang kemudian berusaha diberikan nilai tambah yaitu dalam konteks wisata, seperti di Desa Tamanmartani. Masyarakat disana tinggal berdekatan dengan Candi Prambanan, disisi lain masyarakat mempunyai kebiasaan bertanam, bertani, ada juga potensi sungai, sehingga membuat penggerak UMKM mengolah apa yang telah ada dan lari kearah bagaimanakah mendesain sebuah program dengan beragam nilai tambah yang telah ada itu.Â
Nilai tambah disini maksudnya ketika program itu dibiarkan kegiatan masyarakatnya tidak terganggu karena telah didesain sewajar mungkin seperti kehidupan masyarakat sehari-hari. Di desa Tamanmartani sendiri masyarakat diberikan pemahaman bagaimana posisinya ketika sebuah produk diberi konsep desain pertambahan nilai, contoh nyatanya ialah semisal sebuah produk UMKM seharganya Rp20.000,00. yang ketika kemudian dimasukkan ke dalam konteks program yang dibalut dengan wisata maka harga jual produk masyarakat itu bisa naik karena telah menjadi level oleh-oleh tempat wisata, sehingga saat wisatanya bubar nilai produknya tetap menjadi seperti ini masih tetap bisa berjalan karena konsepnya nilai tambah tidak merubah habit masyarakat, ada atau tidaknya wisata masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian.
 Konsep desa wisata yang padat modal kemudian membangun destinasi selfie misalnya, bisa dikatakan tidak memperhatikan UMKM yang ada disitu. Ketika ada pandemi seperti ini perlu dikaji ulang, karena pada dasarnya saat berbicara mengenai wisata dan perekonomian masyarakat saat tidak ada sentuhan tetapi ekonomi masyarakat mampu bertahan hal tersebut sudah bagus. Tetapi disini harapan yang ditumbuhkan yakni ketika diberi sentuhan dapat meningkatkan perekonomian.Â
Nilai tambah diukur efektif ketika dari nilai ekonomis, kerukunan masyarakat, dan keutuhan pertahanan nilai masyarakat dapat seimbang. Bisa jadi nilai ekonomisnya tidak meningkat tapi kerukunan antar masyarakatnya bisa meningkat, ukuran sederhana itulah sudah bisa menjadi tolak ukur keefektifitasan tersebut. Yang perlu disiapkan untuk membangun masyarakat agar terus tumbuh, tidak kehilangan jati diri tetapi mendapatkan nilai tambah baik itu secara kultural, budaya, guyub rukun, dan ekonominya yakni sangat sederhana, yang paling penting masyarakat paham betul akan potensi yang dimiliki serta kekurangan apa yang perlu dilengkapi.
 Dari konteks itu barulah perlu disiapkan jaringan atau bersinergi dengan tempat lain yang memang punya sistem sama, yaitu dalam bidang wisata pemberdayaan. Alternatif ini diambil karena dapat menginisiasi dan membangun ide ide untuk mendesain sebuah program, serta mengkolaborasikannya ke masyarakat. Disini tidak mengandalkan investor besar karena bisa saja mendapat suntikan dana besar, namun disisi lain akan timbul resiko-resiko diantaranya adalah kemungkinan besar uang akan dikuasai, perubahan sistem hingga penerapan regulasi yang sangat rumit.
 Permasalahan dari penerapan konsep CBT ini adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap potensi yang ada karena membutuhkan waktu yang cukup lama, hal yang sangat ditekankan disini adalah dengan tidak merubah habit masyarakat. Kita dapat menganalogikan secara sederhana ketika seorang petani diharuskan menjadi penjaga retribusi maka banyak hal yang berubah, dari sisi kebiasaan hidup, regulasi, pola pikir, bahkan kekuatan otot.Â
Sebut saja ketika dalam keadaan pandemi seperti ini, banyak tempat wisata yang tutup, kemudian ketika seorang penjaga retribusi tersebut ingin kembali ke kebiasaannya bertani maka energinya sudah tidak cukup, fisiknya sudah tidak kuat. Pola pikir logis inilah yang mendasari pemikiran untuk tidak merubah habit masyarakat, melainkan menambah nilai lain yang dikaitkan pada pola dasar kehidupan.
 Permasalahan yang muncul tentu karena adanya perbedaan pola pikir, dan pasti tidak semua orang mendukung pola yang akan diaplikasikan. Hal tersebut kemudian dapat diatasi dengan mencari orang-orang yang berkepentingan, lalu membuat file project dan dipresentasikan, katakanlah dari keseluruhan masyarakat ada sejumlah 25% masyarakat yang mendapatkan nilai tambah dan dampak atau mendapatkan efek dari pola-pola yang tersaji maka akan memudahkan proses inisiasi desa wisata.Â
Selain itu, pola-pola pendekatannya adalah dengan pendekatan yang memberikan contoh dampak dan menghadirkan keuntungan bagi masyarakat. Sebut saja sebagai langkah awal para penginisiasi desa wisata menghadirkan wisatawan langsung ke desa wisata yang ada, dari sanalah masyarakat akan menerima imbas langsung terutama dari segi perekonomian, mulai dari situlah kemudian masyarakat sadar akan potensi yang dimiliki desanya. Begitulah kiranya kiat-kiat para penginisiasi wisata desa Tamanmartani dalam mempersatukan perbedaan pola pikir dan memberi pemahaman akan potensi desa kepada masyarakat.
 Tamanmartani merupakan sebuah desa yang berada di Kec. Kalasan, Sleman Yogyakarta. Desa biasa yang menjelma menjadi tempat wisata dengan konten kegiatan masyarakat sehari hari atau Community Based Tourism (CBT). Community Based Tourisme dimana-mana berbasis masyarakat, apa yang menjadi daya tarik wisata adalah sesuatu yang ada dan lahir dari masyarakat. Keunikan dari Desa Tamanmartani, yakni adanya integrasi di beberapa dusun.Â
Biasanya di desa wisata hanya terdiri atas satu desa saja, namun disini ada 22 dusun yang rencananya akan digerakkan menjadi desa wisata, sejauh ini sudah ada delapan dusun yang siap dikunjungi. Selain itu, kelebihan Tamanmartini adalah lokasinya yang dekat dengan salah satu ikon Kota Yogyakarta yakni Candi Prambanan, sehingga ada integrasi langsung dengan Candi Prambanan. Tidak hanya Candi Prambanan, Tamanmartani juga berintegrasi langsung dengan cagar budaya lain disekitarnya, diantaranya; Candi Sewu, Candi Biduran, Candi Sambisari, dan Candi Plaosan. Konsep yang coba diusung yakni integrated tourism of culture and heritage, integrasi wisata tentang cagar wisata dan budaya.
 Desa Tamanmartani sendiri mulai bergerak ke arah wisata atau mulai merumuskan konsep wisata sejak tahun 2018, pada waktu itu diselenggarakan sebuah event yang bertujuan untuk memantik kesadaran masyarakat mengenai potensi tempat wisata di desa mereka, serta untuk menyadarkan masyarakat bahwa tempat yang mereka diami selama ini layak untuk dikunjungi. Event yang diadakan bertajuk 'Jogja Rock Balancing Art Exhibition 2018'.
 Rangkaian event kreatif tersebut digelar di Kali Opak, yang kini lebih dikenal dengan Kali Opak Tujuh Bulan, sebuah sungai yang terletak di lereng Gunung Merapi sebelah selatan. Alamat tepatnya di Dusun Dalem, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menyajikan pameran dan workshop rock balancing art, pameran dan workshop rock painting art, dan pameran environmental art.Â
Event festival menata batu ini digagas oleh Komunitas Cinta Desa mengikutsertakan para seniman dan komunitas rock balancing art Indonesia, serta bekerjasama dengan Wisnhu Ajitama seorang seniman enviroement art yang membuat berbagai karya yang mengunakan bahan-bahan dari alam. Di event ini digelar pula wisata UMKM oleh pengusaha UMKM Desa Tamanmartani.
 Seusai digelarnya event Jogja Rock Balancing Art Exhibition 2018 yang menyedot antusiasme wisatawan dari berbagai kalangan tersebutlah mulai tumbuh euphoria dan spirit kesadaran potensi wisata dari warga desa Tamanmartani. Yang awalnya hanya terdiri tiga dusun mulai bertambah menjadi enam dusun, dan sekarang sudah ada delapan dusun dengan potensi yang berbeda-beda, dan bahkan sengaja disetting berbeda-beda dengan harapan tidak terjadi saingan antar dusun hingga bisa saling melengkapi.Â
Di dusun Kaniteren ada wisata gamelan dan produksi cinderamata wayang, di dusun Pakem ada pengelolaan dari limbah, di dusun Jongangan ada situs Raja Balitung (situs arkeologi), di dusun Kebon ada produksi oleh-oleh jamu, di Dusun Dalem ada produksi jamur dan wisata Kali Opak Tujuh Bulan, di Dusun Cageran ada tanaman bunga dan kendang kelompok, di Dusun Tamanan ada perikanannya yang diangkat dan pengolahan lidah buaya.
 Setelah adanya pandemi COVID-19 tentu wisata Desa Tamanmartani turut terkena imbas, baik secara langsung maupun tidak karena ketiadaan kunjungan wisatawan. Bahkan semua sektor wisata di Indonesia jatuh dan bisa dikatakan akan susah bangkit ketika berhadapan dengan situasi pandemi seperti ini karena kerugian secara finansial ataupun material.Â
Tapi agaknya sedikit berbeda dengan wisata Desa Tamanmartani, hal ini karena diterapkannya konsep CBT yang berisi konten kegiatan masyarakat sehari-hari dan wisata tidak padat modal yang sejak awal dalam artian modal untuk kegiatan produksinya masih terjangkau. Ketika dalam keadaan jatuh seperti ini pun Desa Tamanmartani masih bisa beroperasi seperti sediakala. Tidak ada yang berubah, ada tidaknya pandemi dan ada tidaknya wisatawan tidak menghambat serta melumpuhkan Tamanmartani, wisata desa yang dibalut UMKM ini.
 Artinya ketika ada pandemi COVID-19 yang berimbas pada turunnya jumlah kunjungan wisatawan yang sehari-hari bekerja sebagai pemain gamelan tetaplah berlatih gamelan. "Ada pandemi atau tidak tetap latihan, kalau berhenti malah merasa ada yang kurang." Tutur salah seorang penabuh gamelan di Dusun Kaniteren.Â
Tari Kecak di Bali menjadi ikon suguhan wisata dan keragaman keindahan budaya lainnya, masyarakat pun menyadari lokasi Dusun Kaniteren yang cukup strategis karena berdekatan dengan Candi Prambanan sangat menguntungkan warga. Dari situlah masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan adanya tempat, keadaan, dan peralatan mencukupi guna menghasilkan hal yang positif dan tentunya membawa pemasukan finansial. Seperti yang kita ketahui bersama jika gamelan merupakan warisan nenek moyang dan menjadi identitas karena hanya dapat ditemui di Indonesia serta telah dikenal dunia internasional, masyarakat Dusun Kaniteren ingin menjunjung dan membuktikan bahwa sesuatu musik yang ditinggalkan nenek moyang bisa lestari dan berkesinambungan di zaman sekarang.
 Adanya pandemi COVID-19 di Dusun Tamanan menyebabkan tiga kali pengunduhan lidah buaya berhenti, karena mematuhi protokol kesehatan pemerintah untuk tidak berkerumun dan menjaga jarak. Sebelum adanya pandemi banyak event yang diadakan sehingga berpengaruh pada permintaan produksi oleh-oleh lidah buaya yang sangat tinggi. Keadaan menjadi berubah setelah terjadi pandemi, masyarakat memilih jalur alternatif dengan memasarkan sendiri hasil olahan produk lidah buaya seperti pada rekan kerja, pasar tradisional dan lain sebagainya.Â
Meskipun tidak ada kunjungan masyarakat tetap memetik dan mengolah lidah buaya karena hasilnya pun dapat dikonsumsi langsung oleh warga sendiri. Rencana ke depan warga berharap agar produk olahan lidah buaya buatan mereka dapat masuk ke swalayan. Begitu pula dengan para petani jamur di Dusun Dalem yang sehari-hari bekerja membudidayakan jamur dari tahap awal hingga akhir. Menurut mereka pandemi tidak terlalu mempengaruhi pendapatan mereka, setiap harinya mereka masih bisa mengunduh dan menjual hasilnya. Pandemi juga tidak mengakibatkan berkurangnya permintaan stok jamur, berapapun hasil produksi jamur di pasar masih diterima.
 Selain tempat wisata diketiga dusun di atas, beberapa dusun lain juga merasakan hal yang serupa, yang biasanya mengolah limbah tetap mengolah limbah, situs Raja Balitung juga aliran airnya masih tetap dimanfaatkan oleh warga. Maksudnya dengan mengusung konsep CBT ada atau tidak adanya pandemi aktivitas tetap berjalan, apa yang telah dijalani oleh masyarakat sehari-hari tetaplah berjalan dengan modal yang minim karena telah disesuaikan kemampuan dan potensi masing-masing dusun.
 Dengan adanya ketegangan-ketegangan serta ketidakpastian prospek masa depan memaksa dan mendorong warga desa Tamanmartani untuk memunculkan inovasi baru guna menghadapi tantangan zaman. Inovasi yang coba dikembangkan dimasa pandemi seperti ini yakni mengenjot produksi oleh-oleh, makanan, survernir, wayang yang dibuat oleh anak-anak di Kaniteren, olahan lidah buaya, jamu, wedang uwuh, jamur.Â
Semua diolah menjadi brand oleh-oleh dari Tamanmartani. Selain itu pada kemasaan oleh-oleh turut dimasukkan berbagai narasi wisata yang memberi kesan bahwa wisata yang datang ke rumah. Bedanya karena tidak padat modal dan tidak terlalu besar dalam finansial jadi ketika jatuh tidak terlalu dalam dan masih bisa jalan serta substain dengan meningkatkan produk UMKM yang ada disini. Ketika pandemi usai, Desa Tamanmartani sudah siap karena sekarang pun masih terjaga untuk konsep wisata dengan memproduksi oleh-oleh. Konsep CBT dipilih karena tidak padat modal, cukup konten kegiatan masyarakat yang diunggulkan seperti keindahan alam, UMKM, dan keragaman budaya yang disuguhkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI