Mohon tunggu...
Prayogo Kusumaryoko
Prayogo Kusumaryoko Mohon Tunggu... Penulis - Semua tentang tulis-menulis, diklat guru, penerjemahan, bahasa asing, musik, dan IT,

moderat, rasional, objektif, mencerahkan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru Transformatif di Era Disruptif

1 Februari 2022   21:25 Diperbarui: 1 Februari 2022   21:39 2748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MENJADI GURU TRANSFORMATIF DI ERA DISRUPTIF

A. Lompatan Besar itu Bernama Revolusi Industri 4.0

Sejarah peradaban modern mengenal 4 macam lompatan kuantum (quantum leap) yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Revolusi Industri (selanjutnya disingkat RI), dari RI 1.0  di kurun waktu 1760-1850 hingga RI 4.0 di milenium kedua ini. Bila RI 1.0 dicirikan oleh penggunaan mesin uap dan mekanisasi produksi, RI 4.0 ditandai dengan meningkatnya digitalisasi manufaktur. RI 4.0 dipicu empat faktor, yaitu: 1) meningkatnya volume data, daya komputasi, dan konektivitas, 2) munculnya analisis, kapabilitas, dan kecerdasan bisnis, 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dan mesin, dan 4) perbaikan dalam instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan pencetakan 3D. Pada prinsipnya, RI 4.0 merupakan integrasi mesin, alur kerja, dan sistem dengan mengimplementasikan jaringan cerdas yang saling mengontrol secara mandiri (Darma et al., 2020).

Tak dapat disangkal bahwa RI 4.0 menghadirkan banyak kemajuan positif bagi kehidupan umat manusia. Namun, cepatnya perubahan tersebut juga berpotensi menimbulkan disrupsi. Secara harfiah disrupsi dimaknai sebagai gangguan atau kekacauan. Dalam dunia bisnis, disrupsi dipahami sebagai situasi ketika teknologi dan masyarakat berkembang jauh lebih cepat daripada kemampuan para pengusaha mengantisipasinya. Akibatnya, banyak perusahaan-perusahaan besar sekelas Nokia, Kodak, Blockbuster, taksi Blue Bird, dan maskapai Garuda Indonesia mengalami kebangkrutan. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan baru bermunculan seperti Grab, Gojek, Netflix, Bukalapak, Tokopedia, Aliexpress, dan perusahaan-perusahaan lain dengan basis utama teknologi. Perusahaan-perusahaan startup itu mengawali bisnis dengan menggali ide, melakukan riset atau eksperimen, melakukan proses pembuatan, dan mengembangkan model bisnis. Para pendatang baru tersebut mengembangkan usahanya pada titik pasar terbawah yang diabaikan penguasa pasar sebelumnya. Lalu perlahan-lahan mereka menggerus ke atas, ke segmen yang sudah dikuasai perusahan-perusahaan besar (Christensen, 1997). Disrupsi menjadi hal yang sulit diatasi karena banyak pemimpin perusahaan dan pembuat kebijakan tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Banyak perusahaan besar mengalami kebangkrutan meskipun telah menerapkan langkah-langkah sistematis manajerial modern, prinsip-prinsip strong brand dan inovasi, marketing, R & D, Total Quality Control, dan agile management (Iskandar, 2017).

B. Tantangan Pendidikan di Era Disruptif

Dunia pendidikan tidak terlepas dari pengaruh RI 4.0. Bagaimana bentuk-bentuk pengaruhnya? Menurut Lubis (2019), tantangan pendidikan Indonesia di era disrupsi ada 3, yaitu kurikulum, pembelajaran, dan penilaian. UU Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar, dan metode yang digunakan sebagai pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pertama, kurikulum harus selalu diadaptasikan dengan perkembangan jaman. Kurikulum pendidikan di Indonesia lazimnya mengalami perubahan setiap 10 tahun sekali. Setelah menerapkan Kurikulum 2013, pada saat ini sedang diujicobakan kurikulum prototipe pada sejumlah sekolah penggerak. Diharapkan pada tahun 2024 semua sekolah di Indonesia mulai menerapkan kurikulum baru. Kedua, pembelajaran tidak cukup hanya bersumber pada buku teks pelajaran. Guru harus berusaha menerapkan cara-cara kreatif dan inovatif dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan metode, media, dan sumber pembelajaran yang lebih beragam. Perubahan pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan mindset dan habituasi guru. Ketiga, penilaian pembelajaran harus mengukur kemajuan dan perubahan belajar peserta didik secara utuh, bukan hanya aspek kognitif.

Sebenarnya, pengaruh RI 4.0 di bidang pendidikan bukan hanya berkaitan dengan kurikulum, sumber belajar, atau asesmen pembelajaran. Aspek-aspek lain seperti kompetensi guru, karakteristik peserta didik, metode pembelajaran, sarana pendidikan, dan manajemen sekolah juga harus beradaptasi dengan lompatan kemajuan tersebut. Dalam hal kompetensi, misalnya, guru tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan yang telah dimilikinya sekarang tetapi ia  harus secara berkesinambungan melakukan pengembangan diri untuk memperoleh kompetensi baru. Guru-guru sekarang ini rata-rata merupakan generasi X yang lahir pada rentang waktu 1966-1976 dan generasi Y yang lahir antara tahun 1977-1994 (http://socialmarketing.org/archives/generations-xy-z-and-the-others/). Mereka harus mengajar peserta didik yang merupakan generasi Z (1995-2012) bahkan generasi Alpha yang lahir setelah tahun 2012. Tiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda. Penting bagi guru untuk memahami karakteristik dan kebutuhan peserta didiknya yang berbeda-beda (pembelajaran berdiferensiasi) agar dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

C. Pendidikan 4.0

Perkembangan RI 4.0 memunculkan istilah Pendidikan 4.0 (Education 4.0). Pendidikan 4.0 merupakan respon terhadap kebutuhan RI 4.0 yang berusaha menyelaraskan manusia dan teknologi sehingga memunculkan kemungkinan-kemungkinan baru (Husin, 2018). Dalam Pendidikan 4.0 peserta didik tidak hanya mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan tetapi juga berusaha mengidentifikasi sumber keterampilan dan pengetahuan tersebut (Fisk, 2017). Ada sembilan kecenderungan dalam Pendidikan 4.0, yaitu: (1)  belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, baik melalui e-learning, flipped classroom maupun metode lainnya, (2) pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, misalnya ia akan diperkenalkan ke tugas yang lebih sulit hanya setelah mencapai tingkat ketuntasan tertentu, (3) peserta didik memiliki pilihan dalam menentukan bagaimana ia ingin belajar, (4) peserta didik semakin banyak dihadapkan pada pembelajaran berbasis proyek, (5) peserta didik lebih banyak dihadapkan pada pembelajaran langsung melalui pengalaman lapangan seperti magang, pendampingan proyek, dan proyek kolaboratif, (6) peserta didik akan dihadapkan pada interpretasi data dengan memintanya menerapkan pengetahuan teoretis tentang angka dan menggunakan keterampilan penalarannya untuk membuat kesimpulan berdasarkan logika dan tren dari sekumpulan data yang diberikan, (7) peserta didik akan dinilai secara berbeda dengan platform penilaian yang relevan, (8) pendapat peserta didik akan dipertimbangkan dalam mendesain dan memperbaharui kurikulum, dan (9) peserta didik akan menjadi lebih mandiri dalam pembelajaran sendiri, sehingga memaksa guru untuk mengambil peran baru sebagai fasilitator yang akan membimbing peserta didik dalam pembelajaran. Sembilan kecenderungan Pendidikan 4.0 itu menggeser tanggung jawab pembelajaran utama dari guru ke peserta didik.

D. Model Kompetensi Guru

Lalu kompetensi apa saja yang harus dimiliki guru transformatif di era disruptif? Dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 kompetensi inti guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Selama kurang lebih 14 tahun regulasi tersebut menjadi acuan utama Kemendikbud dan UPT-UPT di bawahnya dalam merancang dan menyelenggarakan diklat peningkatan kompetensi guru. Mengakomodasi masuknya Profil Pelajar Pancasila sebagai pengganti Standar Kompetensi Lulusan (SKL), pada awal tahun 2020 regulasi tersebut diperbaharui dengan turunnya Perdirjen GTK Nomor 6565/B/GT/020.

Menurut regulasi terbaru itu kompetensi guru meliputi 3 kategori, yaitu pengetahuan profesional, praktik pembelajaran profesional, dan pengembangan profesi. Kategori pertama meliputi kompetensi menganalisis struktur dan alur pengetahuan untuk pengetahuan, menjabarkan tahap penguasaan kompetensi peserta didik, dan menetapkan tujuan belajar sesuai karakteristik peserta didik, kurikulum, dan Profil Pelajar Pancasila. Kategori kedua meliputi kompetensi mengembangkan lingkungan kelas yang memfasilitasi peserta didik belajar secara aman dan nyaman, menyusun desain, melaksanakan, dan merefleksikan pembelajaran yang efektif, melakukan asesmen, memberi umpan balik, dan menyampaikan laporan belajar, dan mengikutsertakan orang tua/wali peserta didik dalam pembelajaran. Kategori ketiga meliputi kompetensi menunjukkan kebiasaan refleksi untuk pengembangan diri secara mandiri, menunjukkan kematangan spiritual, moral, dan emosi untuk berperilaku sesuai kode etik guru, menunjukkan praktik dan kebiasaan bekerja yang berorientasi pada peserta didik, melakukan pengembangan potensi secara gotong-royong untuk menumbuhkan perilaku kerja, dan berpartisipasi aktif dalam jejaring dan organisasi profesi untuk mengembangkan karier. Model kompetensi tersebut merupakan representasi dari kompetensi guru yang terintegrasi dengan kompetensi kepemimpinan pendidikan.

E. Karakteristik Guru Transformatif

Selaras dengan model kompetensi tersebut, terdapat 8 karakteristik yang wajib dimiliki guru agar mampu menjadi agen transformasi pendidikan di era RI 4.0 dan Pendidikan 4.0. Kedelapan karakteristik itu adalah sebagai berikut:

1. Berdedikasi Tulus Sepanjang Waktu

Berbeda dengan profesi-profesi lainnya, menjadi guru adalah sebuah panggilan hidup (Fairbanks et al. 2010). Dorongan untuk menjadi guru harus benar-benar muncul dari lubuk hati terdalam, bukan semata-mata karena alasan prestise, gaji tinggi, adanya tunjangan profesi,  adanya peluang karier, uang pensiun, atau alasan-alasan instrumental lainnya. Guru transformatif bekerja bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia berupaya menjalani panggilan hidup sebagai pengajar dan pendidik dengan memberikan dampak positif secara luas, baik bagi anak didik, rekan sejawat, lingkungan sekolah, dan komunitas guru maupun masyarakat umum (Hammerness, 2006). Agar dapat melakukan transformasi bagi sekitarnya, guru harus mampu menetapkan tujuan hidup yang berdampak positif luas. Salah satunya adalah dengan selalu berusaha memperbaharui cara-cara mengajarnya dan membagi praktik-praktik baik yang telah dicapainya kepada lingkungan sekitarnya. Meski tak jarang tantangan atau kesulitan datang menghampiri, guru transformatif selalu berusaha menghadapinya dengan keteguhan dan keyakinan kuat yang dimilikinya. Kepuasan kerjanya baru akan muncul jika kemajuan-kemajuan dirinya dapat dirasakan juga oleh sekitarnya. Guru transformatif adalah sebatang lilin yang selalu membagikan nyala terangnya bagi sekitarnya.

2. Berani Mengambil Keputusan 

Mengajar merupakan proses pengambilan dan implementasi keputusan sebelum, selama dan setelah pembelajaran (Hunter, 1976). Kompetensi pengambilan keputusan bukan hanya dimiliki kepala sekolah, guru juga harus memiliki kompetensi tersebut (Aho et al.,2020). Tugas pokok dan fungsi guru, baik sebagai pengajar maupun tugas-tugas tambahan lainnya seperti menjadi wakil kepala sekolah atau kepanitiaan, sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu menjadi seorang pengambil keputusan (Shavelson dan Stern, 1981; Borko et al., 2008). Bukan sekedar keputusan yang tegas tetapi juga terukur, efektif, dan akuntabel. Keputusan tegas, terukur, efektif, dan akuntabel itu dapat dilakukan jika guru mampu mengidentifikasi dan memahami masalah serta peluang yang dihadapi dalam bekerja. Caranya adalah dengan mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan informasi kuantitatif dan kualitatif, menghasilkan dan mengevaluasi alternatif tindakan sesuai kriteria keputusan yang jelas, membuat keputusan tepat waktu, dan mengambil tindakan yang konsisten dengan fakta dan kendala yang tersedia, serta mengoptimalkan konsekuensi yang mungkin muncul. Dalam pengambilan keputusan, guru juga berusaha melibatkan pihak lain untuk mendapatkan informasi yang lebih baik, menghasilkan alternatif, memastikan keterlibatan dalam keputusan yang dihasilkan, dan membangun konsensus bila diperlukan.

3. Responsif, Berinisiatif, dan Mandiri

Guru harus tanggap terhadap tantangan dan peluang yang dihadapi, baik dalam mencapai tujuan pembelajaran di kelasnya maupun visi dan misi misi sekolah secara umum. Ia harus mampu mengambil tindakan secara cepat saat menghadapi atau menyadari akan terjadinya suatu situasi atau masalah tertentu. Guru transformatif mampu menerapkan gagasan atau pemecahan baru tanpa diminta, menghasilkan gagasan-gagasan cerdas dan konstruktif, tanpa harus menunggu perintah orang lain untuk bertindak. Guru transformatif selalu berusaha memberikan hasil lebih dari yang dipersyaratkan, bukan sekedar memenuhi persyaratan minimal.

4. Pembangun Lingkungan Kerja Positif dan Kolaboratif

Kinerja guru sangat dipengaruhi lingkungannya. Lingkungan kerja yang positif akan mendorong guru untuk selalu bersemangat dan terfokus dalam mengupayakan pencapaian-pencapaian tujuannya. Lingkungan sekolah yang kondusif harus diupayakan bersama oleh setiap warga sekolah seperti kepala sekolah, guru, tenaga administratif, karyawan, dan peserta didik, dan para pemangku kepentingan seperti komite sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat sekitar, organisasi sosial, dan lembaga pemerintah (Darling-Hammond, 2005). Dalam mencapai tujuan kerjanya, guru secara proaktif harus mampu mencari peluang-peluang untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lain yang terkait. Hubungan kolaboratif tersebut akan terjalin secara efektif jika semua pihak mau memahami tujuan masing-masing. Gagasan atau tindakan yang menguntungkan hubungan kolaborasi harus mendapatkan persetujuan dari para pihak. Kesepakatan kolaboratif juga selalu didasarkan pada sikap saling menghargai, empati, terbuka, memberikan dukungan.

5. Pembimbing dan Motivator

Guru transformatif selalu berusaha melibatkan diri dan berkomitmen dalam proses pengembangan pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan peserta didik, rekan kerja, guru di sekolah lain, dan orang lain. Ia juga berusaha memastikan munculnya sikap-sikap positif (softskill) dari pihak-pihak yang diajar, dibimbing, dan dilatihnya  yang dapat membantu dan menunjang keberhasilan mereka di masa depan. Guru berusaha mengidentifikasi kebutuhan peserta didik untuk persiapan atau mencari peluang baru dan menyelaraskannya dengan tujuan yang diharapkan. Guru berusaha menjelaskan pentingnya tujuan yang diharapkan tersebut bagi peserta didik, rekan kerja, guru sekolah lain, dan orang lain. Guru juga menjelaskan dampak pembelajaran dengan memberi contoh-contoh spesifik dan data yang relevan. Guru berusaha menghargai  setiap kemajuan dan kontribusi peserta didik, rekan kerja, guru sekolah lain, dan orang lain. Guru juga menawarkan dukungan kepada peserta didik, rekan kerja, guru sekolah lain, dan orang lain, dan berusaha mendapatkan komitmen mereka. Upaya-upaya guru dalam melakukan hal-hal di atas dirangkum dalam rencana pembelajaran yang spesifik, termasuk menetapkan akuntabilitas, jadwal waktu, langkah-langkah kemajuan yang jelas, dan tanggal tindak lanjut.

6. Pembelajar Sepanjang Hayat

Guru transformatif adalah pembelajar sepanjang hayat. Ia menyadari area kekuatan yang dapat dimanfaatkannya dan area kelemahan yang harus ia perbaiki. Oleh karena itu, ia secara proaktif berusaha untuk aktif mencari  dan menggunakan beragam informasi untuk menemukan area pengembangan dan perbaikan diri secara terus menerus. Selanjutnya, ia berusaha secara maksimal berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pengembangan dan perbaikan diri yang tepat, baik melalui kegiatan mandiri maupun kegiatan yang dilakukan pihak lain. Guru menggunakan informasi, pemahaman atau keterampilan baru hasil pengembangan dan perbaikan dirinya dalam mendukung tugas-tugasnya sebagai pengajar. Dalam melakukan pengembangan dan perbaikan diri serta penerapan hasilnya, kadang-kadang guru harus menghadapi risiko tertentu, tantangan, atau situasi yang tak lazim. Guru harus teguh dan tabah dalam menghadapi risiko, tantangan, atau situasi tersebut.

7. Pantang Menyerah Menghadapi Beragam Tantangan

Sejak awal selalu ditekankan bahwa guru tranformatif adalah guru yang teguh, berkeyakinan kuat, dan tabah. Sifat-sifat tersebut harus melekat pada diri guru transformatif. Tantangan tidak membuatnya menyerah. Situasi yang tak lazim tidak menjadikannya surut melangkah. Guru transformatif berusaha untuk terus berupaya, fokus, dan positif saat mencapai tujuan yang ingin dicapai, serta bangkit kembali saat menghadapi kegagalan mencapai tujuan. Guru tranformatif harus memiliki daya lenting tinggi. Kegagalan disikapinya dengan berupaya kembali, mengatur fokus, mengubah strategi atau pendekatan lain, atau bahkan meminta bantuan pihak yang tepat untuk mengatasi kendala yang dihadapi. Ia berusaha membuat prioritats-prioritas yang dapat dicapai dan mengalihkan energi ke tujuan-tujuan yang dapat dicapai. Bagaimanapun kegagalan yang terjadi, penolakan yang dihadapi, atau kekecewaan yang muncul selalu disikapinya secara positif. Guru transformatif selalu berpikir positif dalam menghadapai semua bentuk situasi dan tantangan.

8. Berpikiran Matang, Beretika, dan Berintegritas

Secara psikologis, guru transformatif menunjukkan kematangan emosi dalam bekerja. Ia tidak segan membagi informasi tentang diri sendiri pada orang lain. Guru transformatif mau mengakui kekurangan diri. Ia juga secara terbuka berani menyatakan prinsip, nilai, motif dan niat yang teguh dalam bekerja. Ia berusaha untuk menjadi diri sendiri dan berani menghadapi tekanan. Guru transformatif berusaha menjaga keselarasan antara ucapan, keyakinan, dan perilaku dengan nilai-nilai moral, spiritual, nilai, etika profesi, dan kebijakan yang berlaku. Tindakan guru transformatif juga mencerminkan prinsip dan keyakinan religius yang ia percayai.

F. Kesimpulan

Peserta didik harus tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya. Guru harus memiliki kompetensi sesuai zamannya agar dapat mengantarkan peserta didik tumbuh dan berkembang di masa sekarang dan menghadapi masa depan. Guru harus memahami tantangan RI 4.0 yang ditandai oleh 4 faktor, yakni: 1) meningkatnya volume data, daya komputasi, dan konektivitas, 2) munculnya analisis, kapabilitas, dan kecerdasan bisnis, 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dan mesin, dan 4) perbaikan dalam instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan pencetakan 3D. Era ini juga ditandai dengan perubahan yang sangat cepat sehingga menimbulkan situasi disruptif.

Bidang pendidikan juga tidak luput dari pengaruh RI 4.0 hingga memunculkan istilah Pendidikan 4.0. Pendidikan 4.0 memuat 9 kecenderungan yang meliputi metode pembelajaran, karakteristik peserta didik, gaya belajar, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran langsung di lapangan, kemampuan bernalar, asesmen berdiferensiasi, kurikulum, dan kemandirian belajar. Guru harus mampu mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan tersebut. Lebih dari itu, guru harus mampu menginisiasi perubahan-perubahan yang diperlukan untuk kemajuan belajar peserta didik. Guru transformatif adalah guru yang terbuka terhadap perubahan zaman dan menjadi inisiator kebaruan dan kemajuan bagi komunitasnya. 

Menurut model kompetensi terbaru berdasarkan Perdirjen GTK Nomor 6565/B/GT/2020, kompetensi guru meliputi kategori pengetahuan profesional, praktik pembelajaran profesional, dan pengembangan profesi. Model kompetensi ini digunakan dalam pengembangan materi dan penilaian pada program pendidikan profesi guru, pengembangan instrumen kompetensi teknis untuk kenaikan jenjang jabatan guru, dan pengembangan materi dan penilaian pada program pendidikan guru penggerak, diklat calon kepala sekolah dan calon pengawas sekolah. Penulisan soal-soal P3K juga sudah mengacu pada model kompetensi tersebut.

Selaras dengan model kompetensi di atas, guru transformatif harus memiliki delapan kompetensi berikut, yakni: 1) berdedikasi tulus sepanjang waktu, 2) berani mengambil keputusan, 3) responsif, berinisiatif, dan mandiri, 4) pendorong lingkungan kerja positif dan kolaboratif, 5) pembimbing dan motivator, 6) pembelajar sepanjang hayat, 7) pantang menyerah menghadapi beragam tantangan, dan 8) berpikiran matang, beretika dan berintegritas.

G. Daftar Pustaka

Aho, Emilia  et al.2010. Teachers’ principles of decision-making and classroom management: a case study and a new observation method. Procedia Social and Behavioral Sciences 9 (2010) 395–402.

Borko, H. et al. 2008.  Teacher’s Decision Making: from Alan Bishop to Today. P. Clarkson, N. Presmeg (eds.), Critical Issues in Mathematics Education, 37 C Springer Science+Business Media, LLC 2008.

Christensen, Clayton M. 1997. Disruption Innovation: The Christensen Collection. Harvard Business Review Press, Boston, Massachussets.

Darling-Hammond, L. 2005. Teaching as a Profession: Lessons in Teacher Preparation and Professional Development. Phi Delta Kappan, 87(3), 237–240. doi:10.1177/003172170508700318.

Darma, D. C., et al. 2020. COVID-19 and its Impact on Education: Challenges from Industry 4.0. Aquademia, 4(2), ep20025. https://doi.org/10.29333/aquademia/8453

Fairbanks, C.M. et al. 2010. Beyond knowledge: Exploring why some teachers are more thoughtfully adaptive than others. Journal of Teacher Education, 61(2), 161–171. https://doi.org/10.1177/0022487109347874.

Fisk, P. 2017. Education 4.0 … the future of learning will be dramatically different, in school and throughout life. Diunduh dari http://www.thegeniusworks.com/2017/01/future-education-young-everyone-taught-together.

Hammerness, K. 2006. Seeing through teachers’ eyes: Professional ideals and classroom practices. New York: Teachers College.

http://socialmarketing.org/archives/generations-xy-z-and-the-others/

https://sekolah.penggerak.kemdikbud.go.id/gurupenggerak/

Hunter, Madeline. 1976. The Teacher Competency: Problem, Theory, and Practice. The Early and Middle Childhood Years of Schooling 15(2): April 1976. Diunduh dari https://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_197910_hunter.pdf.

Husin, Anealka Aziz. 2018. Education 4.0 Made Simple: Ideas for Teaching. International Journal of Education & Literacy Studies. www.ijels.aiac.org.au.

Iskandar, Mustofa. 2017. Disruption Era: Opportunity or Threat bagi Institusi Universitas? Disampaikan pada kuliah umum dalam rangka Perkuliahan Tahun Ajaran 2017/2018 Program Pasca Sarjana Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 9 September 2017.

Lubis, Fitriani. 2019. Education in the Disruption Era. Britain International of Linguistics, Arts and Education (BIoLAE) Journal ISSN: 2685-4813 (Online), 2685-4805 (Print) Vol. 1, No. 2, November 2019, Page: 183-188.

Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Diunduh dari https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendiknas16-2007KompetensiGuru.pdf.

Salinan Perdirjen GTK Nomor 6565/B/GT/2020 tentang Model Kompetensi dalam Pengembangan Profesi Guru. Diunduh dari https://inspirasifoundation.org/wp-content/uploads/2021/05/Salinan-Perdirjen-model-kompetensi_final.pdf.

Shavelson, R. J., Stern, P. 1981. Research on teachers’ pedagogical thoughts, judgments, decisions, and behavior. Review of Educational Research, 51, 455–498.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun