Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menanti Cahaya dari Timur Indonesia

5 Maret 2017   20:48 Diperbarui: 7 Maret 2017   12:00 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tol Laut di Pelabuhan PELNI Wasior Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat (dokumentasi pribadi)

Nafas pembangunan suatu daerah dapat diukur dari aspek infrastruktur, ekonomi wilayah dan kemajuan sistem informasi telekomunikasi. Namun di banyak daerah-daerah terpecil di Indonesia, sangat jarang ke-tiga indikator tersebut bisa dicapai secara bersamaan. Tanpa infrastruktur jalan dan aksesibilitas, mustahil kegiatan perekonomian dapat berjalan. Sama halnya ketika daerah-daerah dengan potensi perdagangan yang besar tapi tidak didukung dengan jaringan telekomunikasi yang memadai, pasti tetap terseok-seok juga.

Alih-alih membangun infrastruktur telekomunikasi, jembatan yang menghubungkan satu kecamatan dengan ibukota kabupaten saja kadang harus menunggu setahun bahkan lebih. Lalu bagaimana provider-provider swasta mau atau tertarik membangun BTS (Base Transceiver Station) jika akses paling dasar tidak ada. Selain membutuhkan biaya besar, hitung-hitungan keuntungan (mis:jumlah penduduk dan bisnis digital) mungkin tidak sebesar bila membangun jaringan telekomunikasi di kota-kota metropolitan.

Kendala membangun jaringan telekomunikasi di daerah-daerah terpencil dan pulau terdepan bisa saja tidak sama kompleksnya dibandingkan kota besar. Faktor sumber daya manusia terkait pengenalan teknologi digital mungkin sebuah lompatan yang cukup jauh yang harus mereka lalui, sementara mereka masih berada di tahap “meraba” sejauh mana teknologi digital dan informasi mampu memajukan taraf dan kualitas hidupnya.

Salah satu daerah di Papua misalnya, keterlambatan pembangunan jaringan jalan dan jembatan di daerah-daerah perbatasan cukup membentuk pola hidup mereka. Mencari makan saja mereka harus berburu, masuk hutan karena mahalnya biaya transportasi ke Ibukota Kabupaten. Padahal jaraknya sebenarnya bisa ditempuh kurang lebih tiga puluh lima menit jika jalan beraspal dan tidak rusak. Begitu pun dengan kegiatan belajar mengajar, anak usia sekolah terpaksa tidak bersekolah karena faktor infrastruktur.

Posisi dan Peran Strategis Papua

Tercatat sekitar 92 pulau terluar di Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga seperti Malaysia, India, Australia, Singapura dan Fhilipina. Daerah di Indonesia timur seperti Provinsi Papua merupakan jalur zona ekonomi ekslusif yang sangat strategis dalam kegiatan ekonomi selain Kota Makassar.

Jalur-jalur laut yang semakin terbuka berkat terobosan sistem Tol Laut yang dilaksanakan perlahan membuahkan hasil. Terakhir berkunjung di penghujung tahun 2016 lalu, dari hasil obrolan dengan pelaku usaha di Kabupaten Teluk Wondama menjelaskan saat ini harga bahan bakar minyak relatif terjangkau sekitar delapan sampai sepuluh ribu rupiah.

Dari 92 pulau terluar dan daerah perbatasan lain di Indonesia, tentu tidak hanya Papua yang perlu dipertimbangkan pemerataan pembangunannya. Sebut saja Entikong, sebagai daerah perbatasan di Kalimantan Barat merupakan jalur lintas negara yang menghubungkan Indonesia dengan Malaysia. Sistem jaringan telekomunikasi di ibukota kabupaten sudah bagus, namun belum menjangkau desa-desa di cakupan wilayah administrasinya.

Selain Entikong, ada Atambua yang berada di perbatasan Timor Leste dan Nusa Tenggara Timur Indonesia. Hanya saja prospek pengembangan ekonominya cenderung kecil karena bukan jalur strategis perdagangan. Beda halnya dengan rute perairan di Papua yang merupakan zona ekonomi ekslusif sehingga menjadi lalu lintas perdagangan lintas negara seperti Australia, Thailand, Fhilipina dan antar provinsi di Indonesia.

Kedepan posisi dan peran strategis perairan Papua bisa setara dengan pelabuhan-pelabuhan besar di Sulawesi Selatan bahkan Surabaya. Pengembangan ekonomi perairan di Papua, semata-mata tidak bertujuan mengurangi peran pelabuhan utama di Kota Makassar yang selama ini dikenal sebagai pintu masuk Indonesia Timur. Dengan adanya tol laut, maka daerah-daerah di Indonesia Timur bisa berkembang sama cepatnya dengan Makassar atau Surabaya sehingga tidak perlu terjadi ketimpangan antar wilayah.

Selain posisi strategis perairan dan kelautan di Papua, potensi sumber daya manusianya sudah mulai bersiap menyambut era baru ini. Di kota-kota besar saat ini orang-orang muda Papua sudah tersebar di berbagai tingkatan lembaga pendidikan negeri dan swasta. Di level pemerintahan pun demikian, pejabat-pejabat publik dari tanah papua semakin sering terdengar gagasan dan kritikannya terkait pembangunan di Papua. Artinya perlahan daerah ini sudah siap mengejar ketertinggalan di segala sektor karena didukung dengan tenaga muda profesionalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun