Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merasakan Energi Nyepi di Ubud

7 Maret 2019   00:55 Diperbarui: 7 Maret 2019   08:41 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Dokumentasi Pribadi)

Ubud yang Memikat

Untuk sampai di tanah para seniman ini saya harus dikejutkan dengan perjalanan selama 5 jam dari Jembarana menuju Lukluk, kemudian dari Lukluk ke Ubud. 

Saya terkejut karena mengira jarak dari Jembrana menuju Ubud ini kurang dari 2 jam saja sehingga saya tidak membawa bekal sarapan sejak turun dari kapal lalu naik ke bus. Alhasil sepanjang perjalanan saya hanya membayangkan ingin segera cepat-cepat sampai ke Ubud dan mencari warung makan, yang ternyata tidak sesederhana saya cari makan di Jogja. 

Hari pertama sejak tiba di Ubud hanya saya gunakan untuk beristirahat, mengingat keesokan harinya kami akan keliling menyusuri ruang-ruang eksotis di Ubud sembari menunggu arak-arakan Ogoh-ogoh. 

Benar saja, esok harinya keramaian di Ubud mulai terlihat, terutama di trotoar jalan yang dijejali turis berkoper dan beransel besar. Banyak pemandangan yang cukup menggelitik selama menyusuri jalan-jalan setapak di Ubud, salah satunya adalah tingkah dan pola para turis asing di sana. 

Mereka duduk di emperan toko dan di trotoar dengan ransel-ransel besarnya dengan ekspresi entah kecewa atau apa ya, saya hanya menebak-nebak kemungkinan mereka sudah tidak dapat kamar kosong lagi.


Sementara di lapangan utama, saya melihat patung Ogoh-ogoh mulai dijajarkan satu persatu yang mewakili masing-masing desa. Disinilah saya melihat sebuah momen kebersamaan yang cukup kuat yang terjalin antara pemuda-pemuda yang mengusung ogoh-ogoh dengan ketinggian hingga 5-7 meter ke lapangan. 

Saya mengamati setiap patung og0h-ogoh yang diarak ke lapangan, ada patung yang berwujud perempuan, anak kecil dan berwujud menyeramkan seperti raksasa. 

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Keseruan lain yang saya temukan ketika ada juga kelompok pembawa og0h-ogoh yang berusia kanak-kanak. 

Dengan kekompakan yang sama dengan kelompok dewasa mereka juga bersorak sorai memasuki lapangan sambil mengusung ogoh-ogoh. Saya sudah tidak sabar ingin menyaksikan kemeriahan malam perayaan sebelum Nyepi dimulai pada pukul 00.00 yang sudah bergitu tersohor ke seantero dunia.

Tepat pukul 17.00 kemeriahan ogoh-ogoh mulai terasa karena seluruh patung ogoh-ogoh setiap desa sudah masuk menuju lapangan utama. yang membuat suasana kala itu cukup membekas adalah iringan musik-musik khas Bali sepanjang pengiringan ogoh-ogoh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun