Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pancasila Sakti

28 September 2019   05:35 Diperbarui: 28 September 2019   05:54 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun belakangan di mana kondisi politik selalu memanas sering kita menjumpai seseorang atau sekelompok orang yang lebih suka menyendiri, tidak bergaul dengan orang satu lingkungan dan merasa berbeda. Meskipun ramah terkesan bahwa dia menutup diri dari sekitarnya.

Hal ini berlaku untuk keluarganya. Istrinya tidak bisa sembarangan bersosialisasi, sekarang berbelanja, arisan dan sebagainya. Anak-anaknya pun begitu.

Sebaliknya dia akan terlihat terbuka jika hadir pada perkumpulan tertentu yang biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Perkumpulan itu bisa berupa pengajian atau kumpulan untuk kajian-kajian yang sifatnya eksklusif. Saat itulah mereka belajar tentang ilmu agama yang mereka rasa benar.

Ternyata ilmu agama yang bereka pelajari itu berefek besar yaitu mengajarkan intoleransi, semisal tidak merasa jadi bagian dari lingkungan, menarik diri dari sekitar dan merasa berbeda. Mereka merasa bahwa apa yang mereka pelajari itu berbeda dengan apa yang dipelajari oleh orang-orang sekitarnya.

Perbedaan itu menyebabkan ada jarak dan para penganutnya tidak merasa sebagai bagian dari masyarakat di situ.

Hal ini juga yang terjadi pada keluarga pelaku yang menjadi pengebom tiga gereja.

Keluarga Dita yang punya tiga anak itu memang ramah tetapi terlihat eksklusif karena belajar agama dengan faham tertentu. Mereka punya guru ngaji yang juga berfaham garis keras; ini sama dengan keluarga yang merakit bom di rusun wonocolo. Mereka juga berfaham garis keras dan berefek intoleransi kepada lingkungan sekitar. Kini faham ini punya pengikut yang cukup banyak di Indonesia.

Faham garis keras dan intoleransi sebenarnya mirip dengan faham komunis yang pernah mencekeram Indonesia pada era tahun 1950-1960-an. Waktu itu komunis mempengaruhi banyak hal pada bangsa kita, mulai dari politik sampai pada sosial budaya.

Ini mencapai puncaknya pada tahun 1965 dimana terjadi pembunuhan pada beberapa jenderal. Waktu itu banyak warga negara yang sebenarnya tidak tahu akhirnya terseret pada situasi itu; banyak yang tidak berdosa dibunuh , difitnah dan sebagainya. Akhirnya Pancasila datang untuk 'menyelamatkan' kondisi kacau itu.

Mungkin analogi soal komunis itu tidak bisa menjadi analogi tepat untuk faham agama garis keras. Tetapi paling tidak itu bisa menggambarkan bahwa faham yang tidak sesuai dengan jiwa Indonesia akan terpental dengan sendirinya.

Bagaimanapun Pancasila adalah roh dari Indonesia; merupakan landasan terbaik dari bernegara dan berbangsa. Sehingga dia 'mengikat' rakyat Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa Pancasila Sakti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun