Mohon tunggu...
Ratih Noko
Ratih Noko Mohon Tunggu... Administrasi - Less is More

Pecinta buku dan travel

Selanjutnya

Tutup

Money

Menghadapi Isu Sawit Indonesia di Benua Biru

7 Mei 2017   16:30 Diperbarui: 7 Mei 2017   16:38 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kedua, minyak sawit memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan minyak nabati lainnya. Dari sisi efisiensi, menurut publikasi Oil World, 2013, efisiensi minyak sawit (5.5%) lebih baik dibandingkan minyak nabati lainnya seperti sunflower oil (10%), repessed (13%), dan soybean (40.1%). Di sisi produksi, dari total 186.4 juta ton, share produksi minyak sawit mencapai 32%, soybean 22.4%, repessed 13.1%, dan sunflower oil 8%. Sementara dari sisi harga, minyak sawit berada di bawah harga sunflower oil dan rapeseed oil. 

Keunggulan minyak sawit lainnya adalah tidak melewati proses hidrogenisasi parsial. Berbeda dengan soybean oil yang harus melalui proses tersebut sehingga menimbulkan asam lemak trans yang dapat mengakibatkan penyakit seperti obesitas dan jantung koroner. Selain itu, kandungan vitamin A dan vitamin E di dalam minyak sawit tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya termasuk lemak hewan.

Ketiga, Indonesia siap menghadapi isu perdagangan CPO dengan Uni Eropa, karena sejak 2015 Indonesia dan Malaysia telah membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOCP) guna membangun zona industri kelapa sawit berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Keempat, perluasan ekspor sawit Indonesia masih terbuka lebar. Negara di Afrika dan Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Turki, Mexico, dan Ethiopia berpotensi menjadi pasar yang dapat dikembangkan oleh CPO Indonesia. Kebutuhan impor negara-negara tersebut cukup besar namun share ekspor CPO Indonesia ke Saudi Arabia (1.4%), Turki (0.14%), Mexico (0.08%), dan Ethiopia (0.01%) masih kecil.

Perbaikan citra kelapa sawit Indonesia sebagai produk ramah lingkungan harus secara aktif terus dilakukan, negoisasi dan diplomasi antar pemangku kepentingan kelapa sawit harus terus berjalan. Sejatinya, Indonesia dan Uni Eropa masih saling membutuhkan, - terlebih Belanda yang sudah memiliki hubungan sejarah lebih dari satu abad silam. Citra industri sawit Indonesia harus dikembalikan positif sehingga ekspor sawit Indonesia di benua biru dapat terus dilanjutkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun