Mohon tunggu...
narablog
narablog Mohon Tunggu... opini | mahasiswa

dikelola oleh harun alulu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Soe Hok Gie: Integritas Intelektual, Aktivisme, dan Refleksi Bagi Mahasiswa Masa Kini

15 Agustus 2025   16:39 Diperbarui: 15 Agustus 2025   16:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: sumber kompas 2020

Mahasiswa dan Tanggung Jawab Moral

Dalam khazanah sejarah gerakan mahasiswa Indonesia, nama Soe Hok Gie sering disebut bukan semata karena keberaniannya, tetapi juga karena konsistensinya memegang teguh integritas intelektual. Ia menjadi ikon yang melampaui batas generasi, karena ide-ide dan sikap hidupnya tetap relevan hingga hari ini.

Bagi mahasiswa baru, mempelajari Gie bukan sekadar mempelajari sejarah pergerakan mahasiswa era 1960-an, tetapi juga memahami hakikat mahasiswa sebagai subjek perubahan sosial. Mahasiswa tidak hanya dituntut menguasai pengetahuan, tetapi juga memiliki kepekaan sosial, keberanian moral, dan kemampuan berpikir kritis terhadap kekuasaan.

Latar Belakang Kehidupan

Soe Hok Gie lahir pada 17 Desember 1942 di Jakarta, dari keluarga Tionghoa yang cukup sederhana. Ayahnya, Soe Lie Piet, adalah seorang penulis, dan ibunya, Nio Hoe An, seorang ibu rumah tangga. Lingkungan keluarganya yang terbuka terhadap bacaan dan diskusi intelektual membentuk minatnya pada literatur, filsafat, dan sejarah.

Ia menempuh pendidikan di SMA Kanisius Jakarta dan kemudian melanjutkan studi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), jurusan Sejarah. Sejak masa kuliah, Gie aktif menulis di berbagai media dan majalah kampus, serta membentuk jaringan diskusi dengan sesama mahasiswa dan intelektual muda.

Konteks Zaman: Orde Lama dan Transisi Politik

Memahami pemikiran Gie tidak dapat dilepaskan dari konteks politik zamannya. Era 1960-an adalah periode penuh gejolak: ekonomi terpuruk, konflik ideologi antara nasionalis, agama, dan komunis memuncak, sementara pemerintahan Presiden Soekarno semakin bersifat otoriter.

Di tengah situasi itu, Gie memosisikan diri sebagai mahasiswa yang independen secara politik. Ia menolak menjadi alat kekuatan politik manapun, baik yang pro maupun kontra pemerintah, jika sikap mereka bertentangan dengan prinsip kebenaran dan keadilan.

Prinsip ini kelak menjadi ciri khas Gie, keberanian untuk berdiri di luar arus utama demi mempertahankan nurani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun