Mohon tunggu...
narablog
narablog Mohon Tunggu... opini | mahasiswa

dikelola oleh harun alulu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tumbilotohe: Cahaya yang Benderang di Jalan, Gelap di Lumbung Rakyat

25 Maret 2025   19:34 Diperbarui: 25 Maret 2025   19:52 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
harun alulu | ketum KPMIP - Limboto

Malam ke-27 Ramadan, Bumi Panua bermandikan cahaya. Tumbilotohe hadir seperti biasa, lampu-lampu menyala di setiap sudut, menerangi jalan, pekarangan rumah, hingga pinggiran sawah. Seolah-olah, di malam itu, tidak ada kegelapan di Pohuwato.

Tapi, benarkah demikian?

Apakah cahaya itu benar-benar sampai ke hati rakyat? Ataukah ini sekadar ilusi terang, sementara kehidupan rakyat tetap gelap, gelap karena ketidakadilan, gelap karena ketimpangan, gelap karena tanah ini lebih akrab dengan investor daripada dengan pemilik sahnya: rakyat kecil?

Di Balik Terang, Ada yang Tak Kunjung Nyata

Pohuwato bukan tanah yang miskin. Ia kaya, teramat kaya.

Gunung-gunungnya menyimpan emas, sawahnya pernah hijau, lautnya penuh berkah, dan hutannya dulu rindang.

Namun kini, siapa yang menikmati semua itu?

Emasnya? Disedot oleh perusahaan-perusahaan besar, dijual ke pasar global, sementara rakyat yang tinggal di bawah kaki gunung masih berkutat dengan harga beras yang naik turun seperti nasib mereka.

Ladang sawit? Menghampar luas sejauh mata memandang, mengkilap di bawah matahari seperti harapan yang dipermainkan. Katanya, sawit membawa kesejahteraan. Tapi coba tanyakan pada petani kecil, apakah mereka lebih kaya dari sebelumnya?

Industri wood pellet? Ah, ini lebih menarik. Pohon-pohon ditebang, dipotong rapi, diolah menjadi serpihan kecil, lalu dikemas sebagai energi terbarukan. Ironis, bukan? Hutan yang dulu menyejukkan, kini hanya tersisa debu yang beterbangan. Dan rakyat yang dulu hidup dari alam? Mereka hanya bisa melihat dari kejauhan, menyaksikan kekayaan yang pergi, meninggalkan kehampaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun