Mohon tunggu...
Ronald Pasir
Ronald Pasir Mohon Tunggu... Economist, Stock trader, financial adviser, freelance writer

Hobi Mancing dilaut, menyukai humor, open minded, peniti jalan kehidupan. Suka menulis, percaya bahwa kata-kata bisa menjadi senjata nurani. Menulis bukan untuk menjadi populer, tapi untuk membela yang tertindas dan menggugah yang terlena. Diam di tengah ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Solidaritas Palsu? Politik Dua Muka Dunia Islam terhadap Palestina

26 Juni 2025   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2025   16:01 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Solidaritas Palsu? Politik Dua Muka Dunia Islam terhadap Palestina

Oleh Ronald Sumual Pasir

Setiap kali Gaza dibombardir atau Rafah dibakar, suara lantang dari dunia Islam langsung menggema:
"Israel kejam!"
"Dukung Palestina!"
"Bebaskan Masjidil Aqsa!"

Namun, di balik mikrofon dan kamera, ada fakta yang tak bisa disembunyikan: negara-negara Muslim---termasuk Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab---masih menjalin hubungan erat dengan Israel. Baik dalam perdagangan, diplomasi, bahkan keamanan.

Retorikanya melawan Zionisme, tapi praktiknya malah memperkuat mesin perang Zionis.
Apakah ini bentuk solidaritas? Atau justru pengkhianatan halus yang dibungkus kepura-puraan?

Ketika Kata-Kata Tidak Sejalan dengan Tindakan

Ambil contoh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoan.
Ia dikenal sebagai orator ulung pembela Palestina. Di berbagai forum internasional, ia mengutuk Israel habis-habisan. Ia bahkan menyebut tindakan Israel sebagai "terorisme negara".

Namun data tidak bisa berbohong.
Menurut laporan Middle East Eye (2023), nilai perdagangan Turki-Israel justru meningkat selama agresi di Gaza, mencapai lebih dari USD 8 miliar per tahun. Pelabuhan Turki seperti Mersin diduga menjadi titik transit logistik penting menuju Israel, bahkan saat bom-bom jatuh di Rafah.

Lalu, di mana letak keberpihakannya?

Politik Dua Muka: Satu Wajah untuk Publik, Satu Lagi untuk Pasar

Turki bukan satu-satunya. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir juga memainkan politik dua muka ini:
*Arab Saudi mengecam serangan Israel, namun tetap menjadi mitra strategis AS dan mendukung normalisasi hubungan lewat mediasi rahasia.
*UEA dan Bahrain menandatangani Abraham Accords, membuka kedutaan di Tel Aviv, bahkan menjalin kerja sama keamanan dan teknologi dengan Israel.
*Mesir menjaga perbatasan Rafah, tapi juga sering memblokir pengungsi Palestina dan memediasi bukan untuk keadilan, tapi stabilitas.

Dari luar tampak membela Palestina. Tapi di ruang-ruang diplomasi dan meja bisnis, Palestina justru dikorbankan.

Palestina Jadi Komoditas Politik

Mengapa banyak pemimpin Muslim bermain dua muka?

Jawabannya: Palestina sudah lama dijadikan komoditas politik.
*Dalam pemilu, mereka jual janji membela Palestina untuk meraih suara umat.
*Dalam diplomasi, mereka gunakan isu Palestina untuk menekan Barat atau menaikkan daya tawar.
*Tapi dalam praktik, mereka utamakan investasi, keamanan rezim, dan kestabilan bisnis.

Bagi mereka, Palestina bukan isu moral, tapi alat tawar-menawar geopolitik.
Rakyat Palestina? Hanya dijadikan simbol, bukan subjek perjuangan.

Suara Alternatif: Lowkey dan Gerakan Rakyat Sipil

Berbeda dari para pemimpin negara, sejumlah aktivis independen justru lebih jujur dan konsisten.
Salah satunya adalah Lowkey (Kareem Dennis), rapper dan intelektual asal Inggris yang secara terbuka menyuarakan:

"Para penguasa Teluk dan Timur Tengah tidak netral. Mereka ikut memperkuat Israel secara ekonomi dan militer, bahkan saat mulut mereka bicara sebaliknya."

Lowkey dan platform seperti Double Down News menyuarakan kebenaran yang jarang disentuh media arus utama: bahwa sebagian besar dunia Islam tidak benar-benar membantu Palestina, malah jadi bagian dari masalah.

Inilah mengapa gerakan rakyat sipil seperti BDS (Boycott, Divestment, Sanctions) muncul: untuk memberikan tekanan dari bawah, karena dari atas justru tak lagi bisa dipercaya.

Saatnya Rakyat Bicara, Bukan Cuma Penguasa

Jika kita terus menunggu negara-negara Muslim untuk konsisten membela Palestina, kita akan terus dikecewakan.

Yang bisa kita lakukan sebagai rakyat adalah:

*Mendukung gerakan boikot produk yang pro-Israel.
*Mengedukasi publik lewat media sosial, diskusi, dan tulisan.
*Menolak narasi palsu dari politisi yang hanya menjual isu Palestina saat butuh dukungan.
*Menjadi bagian dari solidaritas global yang tidak tunduk pada kepentingan ekonomi dan geopolitik.

Penutup: Palestina Tak Butuh Simpati Palsu

Palestina tidak butuh orasi kosong, parade bendera, atau diplomasi pura-pura.
Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk berkata dan bertindak benar, meskipun tidak menguntungkan secara politik.

Jika para pemimpin Muslim terus bermain dua muka, maka rakyatlah yang harus mengambil alih panggung moral ini.
Karena solidaritas sejati tak lahir dari podium, tapi dari hati yang tak mau diam melihat ketidakadilan.

Kita boleh patah  semangat tapi jangan putus asa karena Sang Semesta tak pernah tidur menjaga keadilan bagi makhluk-Nya.

Wallahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun