Buku ini ditulis oleh seorang pemuka agama Buddha di sebuah kuil Buddhis Zen. Oleh karena itu, kiat-kiat kehidupan disajikan menggunakan gaya ala Zen. Awalnya, Zen sangat asing dalam pikiranku. Beruntung karena hal tersebut dijelaskan dalam buku ini.
Zen merupakan ajaran-ajaran yang pada dasarnya adalah tentang bagaimana manusia dapat hidup di dunia. Dengan kata lain, Zen berarti kebiasaan, gagasan, dan usulan untuk menjalani hidup yang bahagia. Hal ini dapat dipahami sebagai suatu pandangan hidup yang berlandaskan pada ajaran Buddhisme dengan penekanan pada usaha mencapai pencerahan serta kedamaian batin. Aku rasa praktik-praktik dalam pandangan ini (Zen) terasa sedikit mirip dengan Filsafat Yunani Stoikisme yang mana mengajarkan cara menghadapi tantangan hidup untuk mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan, meskipun kedua aliran ini melakukannya dengan prinsip yang berbeda.
Buku ini menyajikan banyak hal, misalnya, Aku enggak sampai mengira bagaimana ketika kita makan dapat menjadi tempat untuk merefleksikan begitu banyak rasa syukur dan kedamaian sampai aku membaca buku ini. Makan sambil berbicara, berjalan, atau menonton sesuatu ternyata membuat kita kurang menghargai makanan karena kita lebih terfokus pada distraksi, dibandingkan menikmati hidangannya. Hal tersebut dijelaskan dalam buku ini,
"Makan dan minum dengan sepenuh hati. Fokus pada kegiatan makan yang dilakukan. Ketika kita menikmati makanan, pikirkan orang yang memasaknya. Bayangkan ladang di mana tempat bahan makanan tersebut berasal. Rasakan perasaan syukur atas kelimpahan alam. Makanan yang kita makan telah melewati ratusan tangan dan bayangkan betapa beruntungnya kita bisa menikmati makanan yang lezat."
Lalu, ada juga mengenai tiga sifat manusia yang dapat menghancurkan---dalam buku ini disebut mengusir tiga racun (keserakahan, kemarahan, dan ketidakpedulian). Aku sepakat sekali soal ini, kita tidak akan pernah bisa memuaskan hasrat untuk memiliki begitu kita mendapatkan apa yang kita hasratkan. Begitu juga kemarahan, seringkali amarah yang datang dari hal kecil kita utarakan dalam kata-kata kemudian dicambukkan pada orang lain. Ketidakpedulian juga kerap datang saat kita mulai merasa bahwa kehidupan hanya perlu berfokus pada diri sendiri. Jika ketiga racun itu telah masuk ke dalam tubuh, kita tidak akan pernah merasakan kedamaian. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang "racun" tersebut datang dalam kehidupan kita. Ketika racun tersebut datang, buku ini menganjurkan untuk menenangkan pikiran dengan mengatur napas. Praktik itu dapat membantu melepaskan racun tersebut.
Itu hanya sedikit langkah dari 98 langkah lainnya yang dapat aku jelaskan. Keseluruhan buku ini layak untuk dibaca karena menghadirkan langkah hidup bahagia ala Zen melalui kalimat yang mengalir dan mudah dipahami. Serta memberikan insight tambahan untukku, khususnya cara praktis aliran Zen menjalani kehidupan. Â Akan tetapi, menurutku 100 cara yang sudah disampaikan mayoritas sangatlah klise dan sebenarnya telah banyak kita ketahui. Anjuran atau solusi yang disajikan juga terasa sangatlah umum, seperti soal menarik napas yang telah kusampaikan di atas. Mungkin, buku ini bisa digunakan untuk sekadar pengingat lagi bahwa cara sederhana dapat membuat kita terasa lebih damai dan bahagia dalam menjalani kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI