Mohon tunggu...
Rania Annisa
Rania Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Perbankan Syariah UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendalami Sistem Pemilu Tahun 2024

13 November 2022   17:26 Diperbarui: 13 November 2022   17:28 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejauh ini, tidak akan dilakukan perubahan atau revisi terhadap undang-undang pemilihan umum kita, disebabkan pada 9 Mar 2012 badan legislasi DPR RI bersama dengan menkumham dan juga panitia perancang undang-undang dpd-ri bersepakat untuk menarik pembahasan rancangan undang-undang tentang pemilihan umum dari prolegnas 2021. Meskipun dalam long list atau daftar panjang prolegnas 2020-2024 ada perubahan terhadap undang-undang tentang pemilihan umum ataupun perubahan terhadap undang-undang tentang pemilihan, tetapi sejauh ini pernyataan publik dari DPR ataupun pemerintah menyatakan tidak akan merevisi undang-undang pemilihan umum ataupun undang-undang tentang pemilihan gubernur bupati walikota.

Dalam hal ini, bila tidak dilakukan perubahan terhadap undang-undang tentang atau tidak dilakukan revisi atau perubahan terhadap undang-undang pemilihan umum atau undang-undang pemilu, maka untuk Pemilu 2024 baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden akan menggunakan dasar hukum yang sama dengan pemilu 2019 yaitu undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. Pemilu serentak 2024 akan diselenggarakan pada tahun yang sama meskipun berbeda bulan yaitu pemilihan gubernur bupati Walikota secara nasional di seluruh daerah Indonesia provinsi dan kabupaten kota. Merujuk kepada undang-undang nomor 1 tahun 2015 yang sudah diubah tiga kali dengan undang-undang nomor 8 tahun 2015, undang-undang Nomor 10 tahun 2016, dan yang terakhir undang-undang nomor 6 tahun 2020.

Lalu, bagaimana sistem pemilu nya ?  

Merujuk kepada undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum diatur didalam pasal 168 ayat 1 yaitu pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah pemilihan. Ayat 2 nya yaitu  pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Ayat ke 3 yaitu pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. 

Kalau merujuk kepada Pasal 6A ayat 3 dan ayat 4 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, maka penentuan calon terpilih disebutkan bahwa Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar  di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi presiden dan wakil presiden sebagaimana disebutkan pada ayat 3. Sedangkan dalam pasal 4 yaitu tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

Kalau kita lihat bunyi pasal 168 ayat 1 undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 lalu juga ketentuan pasal 6A ayat 3 dan ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,  maka sistem pemilu yang dianut oleh Indonesia untuk Pemilu 2024 itu adalah sistem majority dengan varian two round system atau sistem dua putaran.

Bagaimana dengan pemilu DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten kota ?

Menurut Pasal 168 ayat 2 disebutkan bahwa pemilihannya dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka/proporsional representation. Apa sih yang dimaksud dengan sistem proporsional representation?

Sistem proporsional representation atau perwakilan berimbang adalah sistem pemilu dimana perolehan jumlah suara itu proporsional atau berimbang dengan perolehan jumlah kursi. Jadi ada proporsionalitas antara perolehan suara dengan perolehan kursi. Contohnya, kalau suatu partai memperoleh sepuluh persen suara maka di dalam sistem ini perolehan kursinya juga diharapkan proporsional dengan perolehan suara. Kalau ada distorsi atau disparitas itulah yang disebut dengan disproporsionalitas. Misalnya perolehan suaranya tujuh persen tetapi perolehan kursinya 10% atau lebih dari tujuh persen . Ini bisa terjadi karena faktor pemberlakuan ambang batas parlemen.

Bagaimana kemudian dengan pemilu DPD?

Pemilu DPD menurut pasal 168 ayat 3 diatur bahwa pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Sistem pemilu DPD diklasifikasikan sebagai sistem single non-transferable vote. Sistem single non-transferable vote adalah sebuah sistem dimana para pemilih itu memberikan satu suara. Jadi para pemilih itu hanya memiliki satu suara di sebuah daerah pemilihan yang berwakil majemuk. Jadi para kandidat dengan total suara terbanyak itu dinyatakan terpilih dan para pemilih memilih kandidat bukan partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun