Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tradisi Bagi-bagi Bubur Samin di Masjid Darussalam Solo: Antara Sejarah, Rasa dan Kebersamaan

9 Maret 2025   19:11 Diperbarui: 9 Maret 2025   19:11 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka takjil dan jajanan pasar yang dijual di Pasar Takjil sekitar Masjid Jayengan Solo: Foto: Rania Wahyono

Saat Ramadan tiba jalanan di sekitar Masjid Darussalam di kampung bersejarah Jayengan, Solo berubah menjadi pasar takjil dadakan yang menjajakan berbagai hidangan berbuka puasa. Puluhan pedagang menjajakan beragam takjil dan kudapan mulai dari kolak pisang, es buah dan jajanan pasar yang membuat suasana bertambah meriah.

Aneka takjil dan jajanan pasar yang dijual di Pasar Takjil sekitar Masjid Jayengan Solo: Foto: Rania Wahyono
Aneka takjil dan jajanan pasar yang dijual di Pasar Takjil sekitar Masjid Jayengan Solo: Foto: Rania Wahyono

Bukan hanya sekedar berburu kudapan dan takjil berbuka puasa. Masjid Darussalam memiliki tradisi unik setiap bulan Ramadan yaitu membuat bubur Samin yang merupakan bubur khas Banjar yang dibagikan gratis ke warga yang sudah mengantri. 

Tradisi membuat bubur Samin ini hanya ada di kota Solo yang berawal dari komunitas masyarakat Banjar yang merantau ke Solo lalu mendirikan masjid Darussalam di kampung Jayengan.

Sejarah Masjid Darussalam dan Kampung Jayengan Solo.

Masjid Darussalam di Kampung Jayengan Solo. Foto: Rania Wahyono
Masjid Darussalam di Kampung Jayengan Solo. Foto: Rania Wahyono

Terletak di kelurahan Jayengan, Solo, Masjid Darussalam menjadi saksi sejarah perjalanan para perantau suku Banjar dari Kalimantan Selatan yang datang dan menetap di Kota Solo sejak tahun 1910. Kedatangan mereka membawa serta budaya dan tradisi, termasuk semangat kebersamaan yang terwujud dalam pembangunan masjid ini.

Dulunya para abdi dalem prajurit istana keraton Surakarta banyak bermukim di kawasan Jayengan, seperti prajurit Jayengastro dan Jayantaka yang dikenal sebagai pengawal pribadi raja. 

Akulturasi tiga etnis yaitu Jawa, Banjar dan Tionghoa menjadi keunikan tersendiri di kampung Jayengan. Sejak dulu mereka hidup berdampingan dengan rukun yang tercermin pada saat bulan Ramadhan tiba.

Pada awalnya, masjid Darussalam hanya berupa langgar sederhana dengan dinding anyaman bambu. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah jamaah, dirasa perlu untuk memiliki tempat yang lebih luas dan bangunan yang kokoh. Atas inisiatif Haji Anang Syaroni, pada tahun 1965, masjid ini mulai direnovasi secara bertahap hingga akhirnya berdiri seperti yang terlihat sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun