Saat Ramadan tiba jalanan di sekitar Masjid Darussalam di kampung bersejarah Jayengan, Solo berubah menjadi pasar takjil dadakan yang menjajakan berbagai hidangan berbuka puasa. Puluhan pedagang menjajakan beragam takjil dan kudapan mulai dari kolak pisang, es buah dan jajanan pasar yang membuat suasana bertambah meriah.
Bukan hanya sekedar berburu kudapan dan takjil berbuka puasa. Masjid Darussalam memiliki tradisi unik setiap bulan Ramadan yaitu membuat bubur Samin yang merupakan bubur khas Banjar yang dibagikan gratis ke warga yang sudah mengantri.Â
Tradisi membuat bubur Samin ini hanya ada di kota Solo yang berawal dari komunitas masyarakat Banjar yang merantau ke Solo lalu mendirikan masjid Darussalam di kampung Jayengan.
Sejarah Masjid Darussalam dan Kampung Jayengan Solo.
Terletak di kelurahan Jayengan, Solo, Masjid Darussalam menjadi saksi sejarah perjalanan para perantau suku Banjar dari Kalimantan Selatan yang datang dan menetap di Kota Solo sejak tahun 1910. Kedatangan mereka membawa serta budaya dan tradisi, termasuk semangat kebersamaan yang terwujud dalam pembangunan masjid ini.
Dulunya para abdi dalem prajurit istana keraton Surakarta banyak bermukim di kawasan Jayengan, seperti prajurit Jayengastro dan Jayantaka yang dikenal sebagai pengawal pribadi raja.Â
Akulturasi tiga etnis yaitu Jawa, Banjar dan Tionghoa menjadi keunikan tersendiri di kampung Jayengan. Sejak dulu mereka hidup berdampingan dengan rukun yang tercermin pada saat bulan Ramadhan tiba.
Pada awalnya, masjid Darussalam hanya berupa langgar sederhana dengan dinding anyaman bambu. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah jamaah, dirasa perlu untuk memiliki tempat yang lebih luas dan bangunan yang kokoh. Atas inisiatif Haji Anang Syaroni, pada tahun 1965, masjid ini mulai direnovasi secara bertahap hingga akhirnya berdiri seperti yang terlihat sekarang.