Mohon tunggu...
RANGGA AFIANTO
RANGGA AFIANTO Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Mahasiswa Doktoral Ilmu Kepolisian STIK-PTIK

S1 - Fakultas Hukum UGM (Cumlaude) S2 - Magister Ilmu Kepolisian UI (Cumlaude) S3 - Kandidat Doktor Ilmu Kepolisian STIK-PTIK Lemdiklat Polri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Refleksi Penanganan Teror Kelompok Separatis di Indonesia, Unable or Unwilling?

25 September 2023   23:58 Diperbarui: 26 September 2023   14:57 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua (suara.com)

REFLEKSI PENANGANAN TEROR KELOMPOK SEPARATIS DI INDONESIA, 

UNABLE OR UNWILLING ?

Oleh:

Rangga Afianto (Mahasiswa Doktoral Ilmu Kepolisian STIK-PTIK)

Domain Penindakan POLRI atau TNI ?

Eksistensi kelompok separatis yang ada di Indonesia menjadi polemik berkepanjangan yang tak kunjung usai. Sejarah mencatat bahwa keberadaan kelompok-kelompok ini seiring berjalannya waktu dalam konteks penanganannya terlihat berubah-ubah dari sudut pandang pihak berwajib yang berwenang untuk melakukan tindakan tegas terhadap upaya pemberantasan kelompok-kelompok tersebut, khususnya tarik menarik kewenangan antara TNI dan POLRI. Kedua alat negara tersebut secara hukum memiliki fungsi penegakan hukum, termasuk penanganan terror yang dilakukan oleh segala jenis dan bentuk dari kelompok-kelompok tersebut.

Pergeseran nomenklatur kelompok separatis yang ada di Indonesia baik di Poso, Papua, dan daerah lainnya  menjadi disrupsi bagi kewenangan penindakan yang dilakukan oleh instrumen penegakan hukum yang dimiliki pemerintah. Penindakan adalah bersumber pada hukum dimana turunan utama dari hukum positif terletak pada narasi penggunaan istilah atau tata bahasa yang dicantumkan oleh perundang-undangan maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Berbeda istilah, maka akan berbeda pula penggunaan hukum termasuk pada siapa yang paling berwenang dalam memimpin operasi-operasi penanganan teror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis tersebut.

Dibutuhkan keseriusan dalam rangka harmonisasi antar kedua alat negara untuk penanganan melalui penindakan hukum yang tegas terhadap aksi teror kelompok separatis yang ada di Indonesia. TNI dan POLRI tentu memiliki spesifikasi dan kapabilitas masing-masing dalam konteks upaya penegakan hukum yang dilakukan. Permasalahan yang perlu diamplifikasi lebih lanjut titik beratnya adalah bukan pada siapa yang lebih dominan memiliki kemampuan taktis penegakan hukum, namun lebih kepada siapa yang memiliki kewenangan superior untuk memimpin segala operasi-operasi yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok tersebut baik dari sisi pembinaan (pre-emptif), pencegahan (preventif), sampai dengan penindakan (represif). Ketiga fungsi ini mutlak perlu dipimpin dan dikoordinasikan oleh satu leading sector yang ditentukan oleh hukum melalui kebijakan yang ditempuh pemerintah.

Persoalan mengenai polarisasi kewenangan antara TNI dan POLRI dalam upaya penanganan kelompok separatis bersenjata yang ada di Indonesia secara lebih lanjut akan menyasar pada paradigma pertanyaan "Tidak Mampu" (UNABLE) atau "Tidak Mau" (UNWILLING).  Kedua frasa ini memiliki pengejawantahan yang berbeda dalam konteks rasionalitas pengertiannya, berikut pula dengan hasil capaian yang diperoleh. Berlarut-larutnya persoalan mengenai terror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis kemudian menjadi suatu polemik berkepanjangan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan bangsa, terlebih implikasi citra keamanan Indonesia dalam pandangan dunia.

Kontekstual UNABLE atau UNWILLING sangat erat kaitannya dengan teori aksi-reaksi, dimana konflik hubungan antara pemerintah selaku pembuat dan pelaksana kebijakan yang menjadi reaksi terhadap aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis tersebut. Menyoroti perihal mengenai aksi-reaksi tersebut, perlu ditinjau dan dianalisis lebih dalam terkait kesiapan aparat penegak hukum kita untuk menghadapi aksi dari kelompok-kelompok separatis yang ada. Kesiapan berarti paripurna secara kemampuan teknis dalam hal penanganan baik dari sisi kombatan maupun non-kombatan, serta juga paripurna dalam hal infrastruktur/logistik yang digunakan untuk melakukan operasi-operasi yang direncanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun