"Saya sering sekali ditolak. Saya sering kali gagal."
Tak bermaksud humble bragging. Sebuah pengalaman nyata.
Berapa kali Anda merasa atau mengalami hal yang sama? Saya sudah mengalami sejak 2006. Ditolak penerbit mayor. Ditipu oknum penerbit indie. Lalu dikatai ala-ala kebon binatang oleh sesama oknum penulis tak semisi dan tak sevisi. Walau berusaha menulis jujur dan bersih, tetap saja haters mengelilingi. Mengataiku segala hal yang bahkan aku tak tega menyebutkan dan mengetikannya.
Apakah saya lantas mundur? Tidak.
Jadilah seorang penulis tahan banting. Bagaimana ciri-cirinya dan apa yang perlu dan sudah dilakukan seorang penulis yang tahan banting dan tahan uji?
1. Tidak mudah baper. Tak perlu tersinggung dengan tulisan atau artikel penulis lain. Jika kita tersinggung, berarti yang ia sebutkan itu benar adanya, bukan? Berarti dia yang memang benar. Bukan buruk muka cermin dibelah. Kitalah yang harus mengoreksi diri.
2. Selalu belajar dengan membaca. Kita membaca bukan karena kita ingin saja, melainkan karena kita sesungguhnya tak tahu apa-apa. Kita perlu tahu. Peliharalah rasa ingin tahu. Tetaplah haus pada ilmu pengetahuan yang benar. Jangan merasa diri paling benar.
3. Jadilah penulis yang lurus. Bukan berarti baik suci bin maha benar 100 persen, memakai halo di atas kepala, atau tumbuh sayap di punggung, melainkan jujur, tulus, berani, asli dari hati.
Barangkali kita ingin mundur karena belum merasakan manfaat apa-apa, belum lagi ditemukan penerbit besar, belum lagi punya penggemar dan pembaca. Tetaplah menulis. Tuhan YME akan memberkati kita semua yang jujur meluruhkan talenta.
Semoga bermanfaat.