Jam pulang sekolah baru saja berbunyi. Suara bel menggema memecah keheningan kelas XII IPA 2 di SMA Nusantara. Para siswa bersorak, seolah terbebas dari cengkraman angka dan rumus-rumus kimia. Tapi tidak dengan Nayla. Gadis manis berambut panjang itu hanya diam, duduk di bangku pojok dekat jendela, menatap kosong halaman sekolah. Sementara itu, teman sekelasnya, Tania, dengan langkah cepat menghampiri satu sosok yang baru saja memasukkan buku ke dalam tas --- Raka.
"Ra! Kamu jadi nggak ke warung bakso depan?" tanya Tania sambil memamerkan senyum manis yang selalu membuat para cowok terpikat.
Raka menoleh dan tertawa kecil. "Jadi dong, apalagi kalau kamu yang ngajak."
Tania langsung tertawa renyah. "Ya udah, tungguin aku ganti sepatu dulu ya."
Dari jauh, Nayla mendengar percakapan itu. Hatinya mencelos, lagi. Bukan karena bencinya pada Tania, bukan. Tapi karena perasaannya pada Raka sudah terlalu dalam untuk terus disembunyikan. Masalahnya, ia tidak seperti Tania yang berani, ceria, dan ekspresif. Nayla terlalu terbiasa menyimpan semuanya sendiri --- termasuk cinta.
Raka bukan cowok biasa. Ia bukan yang paling tampan atau paling populer, tapi senyum hangatnya dan caranya menghargai setiap orang membuatnya begitu mudah disukai. Di kelas, ia sering membantu teman, bahkan tak segan mengerjakan tugas kelompok sendirian saat yang lain ogah-ogahan.
Nayla pertama kali jatuh hati saat Raka diam-diam menyalakan kipaketikas kelas ketika melihatnya kepanasan. Sepele, tapi bagi Nayla yang sensitif, itu cukup membuat jantungnya berdentam tak karuan.
Sore itu, seperti biasa, Nayla berjalan kaki pulang menyusuri gang perumahan kecil yang berjejer dengan rumah-rumah berwarna pastel. Satu tangan memegang tali tas, satu lagi menggenggam earphone yang menggantung --- tapi tak pernah benar-benar ia pasang. Setiap langkahnya terasa berat, seberat perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.
Sampai di depan rumah, ia melihat sepatu Raka di teras rumah Tania. Lagi-lagi.
Tania dan Raka memang bertetangga. Rumah mereka hanya berselang satu pagar. Sementara rumah Nayla berada dua blok lebih jauh. Sudah jadi kebiasaan, Raka sering mampir ke rumah Tania untuk belajar bareng atau sekadar ngobrol. Setidaknya itu yang Nayla dengar dari bisik-bisik teman.