Setiap pagi, saat menyeruput kopi itu di rumah, saya merasa seperti kembali ke Pasar Lematang. Saya bisa mendengar suara drum berputar, percikan api kayu, dan tawa para pedagang yang menertawakan hari dengan cara mereka sendiri.
Kopi ini bukan sekadar minuman. Ia adalah pengingat bahwa di tengah hiruk pikuk modernitas, masih ada kesederhanaan yang tak tergantikan. Sebungkus kopi bubuk dari pedagang kaki lima mungkin tak akan masuk iklan televisi, tapi rasanya telah menembus batas waktu, pahit, hangat, dan jujur.
Dan setiap tegukan, selalu membawa satu pesan sederhana: bahwa kehidupan yang baik, seperti kopi hitam dari Pasar Lematang, lahir dari kesabaran, kerja keras, dan bara yang dijaga agar tak pernah padam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI