Penelitian di luar negeri bilang, flattery memang membuat atasan bahagia sesaat, tapi lama-lama bikin mereka tampak naif di mata orang lain. Artinya, yang digula-gula juga lama-lama ikut kena diabetes reputasi. Orang kantor lain akan bilang, "Ah, dia dipuji dikit langsung kasih bonus."
Dan si tukang basa-basi, setelah lama berpura-pura, akhirnya kelelahan sendiri.
 Bayangkan, tiap hari hidup dengan dua wajah: satu untuk atasan, satu lagi untuk rekan yang diam-diam ia tikung.
Kita sering kira politik itu cuma di parlemen. Padahal, meja kantor jauh lebih politis. Ada yang menjilat bukan karena suka, tapi karena takut. Ada yang memuji bukan karena kagum, tapi karena lapar posisi. Ada pula yang tertawa bukan karena lucu, tapi karena gajinya bergantung pada tawa itu. Psikolog sosial menyebutnya upward ingratiation, seni menjilat ke atas tanpa terlihat menindas ke bawah.
Dan ini bukan sekadar taktik, tapi olahraga mulut kelas menengah. Sementara yang jujur, yang bicara apa adanya, sering dibilang "kurang diplomatis." Padahal mungkin, dia cuma alergi gula.
Bayangkan suasana kantor seperti stoples penuh madu. Yang manis jadi magnet. Tapi kalau semua berlomba jadi manis, yang muncul bukan kehangatan, tapi kekacauan semut sosial. Kolega yang jujur akan menjauh. Yang tulus dianggap kasar. Yang netral dianggap tidak sopan. Dan yang paling lihai berbasa-basi naik ke permukaan, bukan karena kompeten, tapi karena licin.
Penelitian bilang, kalau atasan sering termakan flattery, reputasinya turun. Tapi siapa peduli?
 Selama yang menjilat dapat fasilitas, dan yang dijilat tersenyum, semuanya tampak baik-baik saja sampai produktivitas turun dan kantor berubah jadi telenovela manis.
Seorang bijak pernah berkata (mungkin sambil menyeruput kopi pahit):"Lebih baik disakiti kebenaran, daripada dimanjakan kebohongan." Tapi di kantor, kebenaran jarang menang. Karena kebenaran tidak pandai merayu. Yang pandai berbicara, yang bisa mengucapkan "terima kasih" dengan nada surgawi, itulah yang dilihat sebagai "berpotensi." Namun begitulah dunia modern: Kejujuran dianggap kasar. Kesopanan dianggap cerdas. Dan basa-basi dianggap kecerdikan sosial. Padahal itu cuma cara sopan untuk tidak jujur.
Kadang kita memang perlu manis, biar hubungan tak terlalu asin. Tapi kalau semua jadi gula, siapa yang akan jadi garam kehidupan kantor? Kita butuh keseimbangan: kejujuran yang empatik, bukan kehalusan yang menipu. Pemimpin yang baik bukan yang senang dipuji, tapi yang tahan dikritik. Dan pegawai yang matang bukan yang pandai memuji, tapi yang berani berkata benar dengan bahasa yang baik.
Jadi, kalau kau bekerja di kantor dan ingin selamat: Sedikit basa-basi tak apa, asal jangan sampai kau kehilangan rasa asli. Karena yang terlalu manis bukan cuma bikin bos senang, tapi juga bisa bikinmu pelan-pelan kehilangan dirimu sendiri.
Kantor modern adalah laboratorium sosial di mana manusia belajar cara berpura-pura tanpa disebut pembohong. Yang penting nada suaramu lembut, dan senyummu serupa diplomasi, meskipun isi hatimu sedang menjerit, "Pak, sebenarnya ide itu payah!"
Tapi jangan khawatir, di dunia yang penuh basa-basi, kejujuran memang sering kalah.
 Namun justru karena langka, setiap kalimat jujur di kantor punya nilai lebih tinggi dari bonus akhir tahun.