Mohon tunggu...
Ramlan Effendi
Ramlan Effendi Mohon Tunggu... Guru yang belajar menulis

berbagi dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru di Era AI, antara Chatgpt, Kapur dan Spidol

25 September 2025   16:11 Diperbarui: 26 September 2025   10:58 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masalahnya, guru hari ini harus multitasking. Selain mengajar, harus bisa jadi detektif digital, ngecek tugas murid apakah hasil otak atau hasil mesin. Kadang jadi polisi kelas, kadang jadi influencer, karena sekolah menuntut guru aktif bikin konten di media sosial.

Dan jangan lupa: guru juga harus jago menghadapi orang tua murid yang lebih cerewet daripada anaknya. Orang tua sekarang lebih galak, lebih pintar teknologi, dan kadang lebih cepat menyebarkan kabar di grup WA ketimbang sekolah bisa klarifikasi.

Guru harus senyum di depan murid, senyum di depan orang tua, dan tetap senyum meski kuota internet habis di akhir bulan.

Meski kelihatan bikin repot, AI sebenarnya bisa jadi teman. Guru pintar tidak melarang murid pakai AI, tapi mengajarkan cara bijak memakainya. Sama seperti dulu kalkulator. Awalnya dianggap musuh, katanya bikin anak malas berhitung. Sekarang? Justru jadi alat wajib.

AI bisa membantu guru membuat soal, menyusun rencana pembelajaran, bahkan bikin ilustrasi untuk kelas. Jadi, kalau dipakai dengan benar, guru bisa lebih fokus mengajar, bukan cuma sibuk fotokopi materi sampai tinta printer habis.

Jadi, apakah guru akan tergantikan AI? Tenang, tidak. Guru itu bukan sekadar mesin penjawab. Guru adalah manusia yang bisa nyindir dengan elegan, bisa melawak di tengah kelas biar suasana hidup, dan bisa mengajarkan nilai yang tidak ada di buku---apalagi di mesin.

AI mungkin bisa menulis cerpen indah, tapi tidak bisa menemani murid yang nangis karena dimarahi orang tuanya. AI bisa bikin rumus cepat, tapi tidak bisa merasakan haru saat murid yang dulu gagal akhirnya lulus ujian.

Guru di era AI harus tetap percaya diri: jangan kalah gaya sama murid, jangan minder sama mesin. Kalau perlu, pakai AI juga, tapi dengan cara yang cerdas. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar soal hafalan, tapi soal jadi manusia. Dan untuk itu, manusia tetap butuh manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun