Myanmar makin membara, protes anti-pemerintah di Myanmar menewaskan sedikitnya enam orang pada Rabu ini dan menjadi sekurang kurangnya 38 orang menurut PBB telah tewas sejak militer merebut kekuasaan 1 Februari 2021
Secara individu, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura telah meminta pembebasan Suu Kyi.
Ada yang menyamakan keadaan ini seperti situasi Indonesia tahun 1998.
Situasi Myanmar berbeda, karena kedua belah pihak saling tidak mau mengalah dan Su kyi menyerukan perlawanan .
Pihak militer merasa diatas angin,memberangus para pendemo dan juga "juruwarta" yang dituduh membuat kabar bohong.
Meski ada permintaan dari pihak pendemo, tapi bukan dari tokoh kunci.
Thailand telah melangkah dengan hati-hati dan Dewan Keamanan PBB dijadwalkan bertemu secara tertutup pada hari Jumat untuk membahas masalah Myanmar, namun "dibayangi " Rusia dan China yang memiliki hak veto.
Pertemuan Menlu Indonesia dan Menlu Myanmar di Bangkok pada hari Rabu, dicurigai para pendemo.
Menlu secara bijak, membatalkan rencana perjalanan ke ibu kota Myanmar, Naypyitaw dan mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah menekankan perlunya menghindari pertumpahan darah di Myanmar.
China membantah, ikut mendukung militer, namun pendemo tidak mempercayainya dan kedutaan China di Yangon menjadi sasaran yang mereka sebut sebagai dukungan Beijing untuk kudeta militer Myanmar pada 1 Februari.“Kediktatoran militer Myanmar dibuat di China,” salah satu plakat.
Setelah China, ratusan orang berkumpul di luar kedutaan Indonesia di Yangon .The Future Nation Alliance, sebuah kelompok aktivis yang berbasis di Myanmar, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kunjungan Retno akan "sama saja dengan mengakui junta militer".
Indonesia tentunya harus mendengarkan suara rakyat Myanmar dan pendemo yang meskipun "emosional"cukup beralasan ***