Ketiga, jadilah pendengar yang baik dan komunikator yang efektif. Masyarakat memiliki berbagai suara, keluhan, dan harapan. Pejabat yang ideal adalah mereka yang bersedia mendekat, mendengarkan dengan saksama, dan terbuka terhadap masukan konstruktif. Lebih dari itu, mereka harus mampu menyampaikan informasi dan kebijakan dengan transparan dan mudah dipahami. Jangan sampai masyarakat merasa aspirasinya tidak didengar atau informasi yang diberikan kurang jelas.
Tegakkan Integritas dan Profesionalisme
Keempat, tegakkan integritas dan profesionalisme. Ini mencakup bukan hanya soal kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga tentang bekerja dengan jujur, disiplin, dan bertanggung jawab. Janji-janji yang disampaikan seharusnya ditepati, dan kinerja harus dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang optimal dari para abdi negara.
Contohkan Kesederhanaan dan Empati
Kelima, contohkan kesederhanaan dan empati. Di tengah dinamika sosial yang kompleks, seorang pejabat yang menunjukkan gaya hidup berlebihan tanpa kepekaan dapat melukai perasaan masyarakat. Penting untuk menunjukkan empati, memahami realitas yang dihadapi masyarakat, dan menjalani kehidupan yang selaras dengan peran sebagai pelayan publik.
Harapan untuk Perubahan
Membangun kembali mentalitas "pelayan rakyat" mungkin bukan proses yang instan, terutama jika mentalitas "penguasa" telah mengakar kuat. Namun, ini adalah sebuah keharusan jika kita menginginkan kemajuan dan keadilan yang berkelanjutan. Masyarakat mendambakan tindakan nyata, bukan hanya janji-janji. Yang kami harapkan adalah pejabat yang berdedikasi, melayani, dan benar-benar menyadari bahwa mereka adalah bagian dari kami, rakyat Indonesia.Â
Rakyat tidak anti terhadap pemerintah, rakyat hanya muak dengan arogansi kekuasaan. Sudah saatnya kita mengembalikan makna jabatan publik sebagai bentuk pengabdian, bukan penguasaan. Pejabat harus mengerti bahwa mereka dipilih bukan untuk dihormati, tapi untuk melayani. Demokrasi tidak tumbuh dari pemimpin yang minta dihormati, tapi dari pemimpin yang tahu cara mendengar dan bekerja tanpa pamrih. Jika pejabat lupa akan hal ini, maka rakyatlah yang harus terus mengingatkan, karena demokrasi sejati hidup dari partisipasi, bukan dari ketakutan.
Semoga refleksi ini dapat menjadi inspirasi bagi setiap individu yang kini mengemban amanah publik. Karena pada akhirnya, perjalanan sejarah akan mencatat, apakah mereka adalah pemimpin yang menguasai, atau pelayan sejati yang dikenang karena baktinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI