Mohon tunggu...
rama dirgantara
rama dirgantara Mohon Tunggu... Freelancer

Aku orang yang logis, realistis, dan suka berpikir kritis, terutama soal hal-hal yang menurutku nggak adil. Aku lebih nyaman dengan keteraturan, tapi tetap terbuka terhadap sudut pandang baru. Hobi nonton serial dan film—terutama yang bercerita tentang kehidupan atau budaya lain—bikin aku merasa lebih dekat dengan dunia dan banyak belajar dari situ.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pejabat Adalah Pelayan, Bukan Penguasa: Sebuah Pengingat Demokratis

2 Juni 2025   21:16 Diperbarui: 2 Juni 2025   21:16 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kesalahpahaman Hakikat Jabatan Publik 

Ketika seseorang diangkat menjadi pejabat publik, ia sejatinya mengemban amanah rakyat. Tapi di banyak kasus, kita justru menyaksikan fenomena yang berkebalikan: pejabat yang merasa seperti penguasa, bukan pelayan masyarakat. Sebagai warga negara biasa, saya sering merenungkan, apa yang sebenarnya menjadi landasan pemikiran sebagian pihak yang mengemban jabatan publik. Di tengah berbagai dinamika informasi yang kita terima, saya kerap merasa bahwa ada pemahaman yang perlu diluruskan mengenai esensi sebuah posisi di pemerintahan. Seolah-olah, jabatan yang diamanahkan menempatkan individu pada posisi yang lebih tinggi, terpisah dari masyarakat yang seharusnya dilayani.

Padahal, esensi dari sebuah jabatan publik itu fundamental dan mulia: Anda adalah pelayan rakyat. Titik. Bukan penguasa yang absolut, bukan pula figur yang harus dipatuhi tanpa pertanyaan. Setiap fasilitas dan dukungan yang diterima seorang pejabat, pada dasarnya bersumber dari kontribusi dan jerih payah masyarakat. Itu artinya, keberadaan di posisi tersebut adalah untuk memberikan pelayanan terbaik kepada kami, masyarakat.

Budaya Feodal dalam Demokrasi Modern

Salah satu warisan kolonialisme dan sistem birokrasi lama yang belum hilang di Indonesia adalah budaya feodal: pemimpin yang ingin dihormati mutlak dan tidak dikritik. Hal ini terlihat dari banyak pejabat yang tersinggung ketika dikritik oleh warganya sendiri. Kritik dianggap sebagai serangan pribadi, bukan sebagai bentuk partisipasi demokratis.

Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai kasus di mana pejabat publik melaporkan warga ke polisi hanya karena unggahan di media sosial yang bersifat kritis. Ini bukan hanya bentuk penyalahgunaan kekuasaan, tapi juga ancaman serius bagi kebebasan berekspresi.

Berhenti Merasa Istimewa

Lalu, bagaimana seharusnya seorang pejabat bersikap, jika memang mereka memahami peran fundamental ini? Pertama, berhenti merasa istimewa. Penting untuk menanggalkan persepsi keistimewaan yang terkadang melekat pada jabatan publik, yang dapat membuat seseorang merasa berada di atas kritik atau mekanisme hukum. Ingatlah, posisi yang diemban adalah bagian dari sistem masyarakat, dengan tanggung jawab yang lebih besar. Sikap yang mengabaikan, meremehkan, atau tidak responsif terhadap aspirasi publik adalah indikasi kegagalan dalam memahami tugas pokok.

Utamakan Kepentingan Publik

Kedua, utamakan kepentingan publik di atas segalanya. Ini adalah prinsip yang sering disebut, namun krusial. Setiap kebijakan yang dirumuskan, setiap alokasi anggaran, dan setiap keputusan yang diambil, seharusnya berorientasi pada kemaslahatan kolektif masyarakat. Bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok tertentu, atau sekadar memuaskan ambisi sesaat. Praktik-praktik yang merugikan keuangan negara, misalnya, adalah manifestasi dari pengabaian prinsip ini, yang secara langsung mengurangi sumber daya untuk kesejahteraan publik.

Jadilah Pendengar dan Komunikator yang Efektif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun