Dalam perspektif hukum ekonomi syariah, jual beli suara dalam pemilu merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Islam menekankan pentingnya keadilan, transparansi, dan kejujuran dalam setiap transaksi, termasuk dalam proses politik. Jual beli suara dapat dikategorikan sebagai bentuk risywah (suap), yang secara tegas dilarang dalam Islam karena merusak moralitas dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Dampak dari praktik jual beli suara dalam pemilu sangat luas. Secara ekonomi, politik uang menciptakan pemimpin yang tidak kompeten dan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya dibandingkan kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan umum, korupsi yang semakin merajalela, serta ketimpangan ekonomi yang semakin tajam. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mendalam mengenai jual beli suara dalam pemilu dari perspektif hukum ekonomi syariah untuk memberikan solusi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Praktik jual beli suara dalam pemilu merupakan perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip jual beli dalam islam. Karena dalam islam transaksi yang halal adalah yang sesuai dengan syariat Islam, bebas dari riba, ketidakpastian (gharar), dan tidak merugikan pihak lain. Sebaliknya, transaksi yang haram mencakup unsur seperti manipulasi, penipuan, dan ketidakjujuran, yang melanggar prinsip-prinsip keadilan dalam Islam. Dalam hal ini jua beli suara dalam pemilu baik yang dilakukan antar calon legislative (caleg) ataupun oknum/ mafia pemilu termaksud kategori perbuatan jual beli gharar (manipulasi). gharar menurut istilah fikih, mencakup kecurangan (gisy), tipuan (khidaa) dan ketidakjelasan pada barang (jahaalah), juga ketidakmampuan untuk menyerahkan barang. Jual beli suara dalam pemilu memiliki dampak yang sangat luas dan merugikan, baik bagi individu, masyarakat, maupun negara secara keseluruhan. Praktik ini bukan hanya melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai hukum dan ekonomi syariah yang menekankan keadilan, transparansi, serta kesejahteraan masyarakat. Dampak dari jual beli suara dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek, yaitu dampak politik, ekonomi, sosial, dan hukum.
Jual beli suara dalam pemilu merupakan permasalahan yang sangat serius karena merusak sistem demokrasi, melemahkan integritas pemerintahan, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah. Dalam perspektif hukum ekonomi syariah, praktik ini dianggap sebagai bentuk korupsi, gharar (ketidakjelasan), dan dzalim (ketidakadilan) yang bertentangan dengan maqashid syariah (tujuan syariah), yaitu menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan kemaslahatan umum. Oleh karena itu, diperlukan solusi dan langkah pencegahan yang efektif untuk mengatasi masalah ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pemilu dalam perspektif ekonomi syariah harus dijalankan berdasarkan prinsip keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan umat. Praktik politik uang dan jual beli suara tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai Islam, yang menekankan keadilan dalam distribusi kekayaan dan pelaksanaan amanah kepemimpinan. Jual beli suara dalam pemilu termasuk dalam kategori suap (risywah) yang dilarang dalam Islam karena merugikan masyarakat luas dan menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan pemimpin. Selain itu, praktik ini juga dapat dikategorikan sebagai jual beli gharar, yang mengandung unsur manipulasi dan ketidakjelasan, sehingga merusak integritas pemilu. Untuk mencegah penyimpangan tersebut, diperlukan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat agar mereka tidak mudah tergoda oleh politik transaksional. Dengan demikian, pemilu yang ideal dalam ekonomi syariah adalah pemilu yang bebas dari politik uang, menjunjung transparansi, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama sesuai dengan prinsip Islam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI