Beberapa momen yang selalu Daku (saya) ingat setiap kali berbicara tentang parfum, perjalanan pagi di dalam angkutan umum menuju Ibu Kota.Â
Saat itu, seorang pria naik dengan penuh percaya diri. Wajahnya tegas, penampilannya stylist, namun sayang sekali, wangi tubuhnya begitu tajam hingga membuat sebagian orang menutup hidung.Â
Daku sendiri merasa kepala ini memberi sinyal pusing, padahal baru sepuluh menit perjalanan. Dari situ Daku belajar, parfum bukan hanya soal diri kita, tetapi juga soal bagaimana orang lain merasakan kehadiran kita.
Parfum sejatinya adalah bahasa tanpa kata. Ia berbicara lebih dulu sebelum senyum sempat tersungging dan kita sebelum  mengucapkan salam. Namun, tidak semua parfum mampu "bersuara" dengan sopan.Â
Ada aroma parfum yang terlalu menyengat, menusuk, bahkan berusaha mendominasi ruangan tanpa permisi.Â
Sebaliknya, ada parfum yang hadir seperti menyapa dengan lembut, meninggalkan kesan mendalam tanpa harus memaksa orang lain untuk memperhatikannya.
Jejak Wangi yang Bersahabat
Daku pernah bertemu dengan seorang teman bernama Ira. Ia dikenal sebagai sosok yang tenang dan hangat. Setiap kali ngobrol, ada aroma samar yang langsung menenangkan suasana.Â
Bukan aroma bunga yang mencolok, bukan pula aroma kayu yang terlalu berat. Wanginya seperti perpaduan teh hijau, citrus ringan, dan sedikit sentuhan musk.Â
Sederhana, sopan, namun memberi jejak yang membuat orang ingin berlama-lama di dekatnya.