Mohon tunggu...
LOGIKA AWAM
LOGIKA AWAM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memilih Pemimpin...??!

5 Desember 2022   09:23 Diperbarui: 6 Desember 2022   09:25 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain".

"Rumusan Kehidupan" seperti diatas..tentu sudah familier bagi semua saja..tapi disini kita tidak membahas tentang rumusan tersebut kutipan dari mana..karena kita ingin bicara secara lebih universal..tidak harus lebih dulu terkotak-kotak oleh sekat sekat tertentu.

Kita hanya menilai saja secara 'logika' bahwa pada dasarnya "rumusan hidup" seperti tsb itu memang 'logis' apa tidak?, 'relevan' apa tidak..? Kalau kita sepakat bahwa "rumusan" tersebut ternilai logis, relevan..maka coba kita memakai "rumusan" tersebut untuk lebih mengevaluasi permasalahan di seputaran kehidupan kita..termasuk misalnya urusan memilih sosok pemimpin kita.

Bermanfaat..itulah paramater sebenarnya dalam hal mengukur nilai seseorang.

Jadi bukan dari sisi pencapaian kekayaan, pencapaian kepangkatan..dsb..tapi adalah kemanfaatannya.
Kekayaan, kepangkatan penting..tapi harus ditempatkan secara proporsional..yaitu sebagai sarana untuk meningkatkan kemanfaatan itu sendiri.. Jadi fokus pencapaian utama dalam hidup tetaplah tentang bermanfaat..

Dengan konsep demikian..kekayaan semakin besar semakin baik..karena berarti kemanfaatan bagi sesamanya semakin besar pula. Begitu juga di segi kepangkatan..semakin tinggi semakin afdol karena peluang untuk meluaskan kemanfaatannya semakin terbuka. 

Mengacu pada "rumusan hidup" yang berikut ini juga: "Terhadap kemungkaran..ubahlah dengan tanganmu..bila tidak mampu pakailah lisanmu..bila tidak mampu pakailah hatimu.." maka..(sekali lagi kalau kita memandang bahwa 'rumusan' tersebut juga logis, dan relevan)..maka dengan kepangkatan yang lebih tinggi..peluang untuk merubah dengan 'tangan' menjadi lebih termungkinkan..

Tapi fenomena yang ada sementara ini..semarak terjadi..yang bisa kaya kadang menggunakan kekayaannya justru sekadar untuk pamer..yang berpangkat..justru untuk arogan...disinilah menjadikan kekayaan, kepangkatan, yang sudah teraih malah terhitung "gagal" untuk menjadikan seseorang tersebut menjadi lebih baik..apalagi untuk menjadi "sebaik-baiknya orang".

Sambo dan komplotannya..adalah contoh "yang tidak perlu dicontoh" dalam penggunaan kepangkatan dan "kekayaan"nya..yang mana bukanlah sebagai sarana untuk peningkatan kemanfaatan tapi malah untuk ber-aroganria..,mengintimidasi..dsb..

api fenomena tersebut..(adanya orang kaya yang sibuk pamer..orang berpangkat yang bisa arogan..) tidak lepas juga dari sikap masyarakat itu sendiri..

Kaitannya bagaimana...masyarakat kadang menilai "sukses" seseorang hanya berdasarkan "tampak luar".
Yang tampak kaya..yang tampak berpangkat..ya itulah orang sukses...dan kemudian masyarakat secara spesial memberikan porsi penghormatannya. Masyarakat cenderung kurang jeli mengapresiasi sisi lain yang lebih bermakna..yaitu tentang bagaimana seseorang dalam upayanya bermanfaat bagi sesama. ("bermanfaat" disini juga tentu yang bukan sekadar kamuflase untuk pencitraan...)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun