Mohon tunggu...
Rakhmasari Kurnianingtyas
Rakhmasari Kurnianingtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba melukis cerita lewat aksara

belajar dari mendengarkan dan melihat

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Mudik Tak Lekang oleh Waktu

21 April 2022   19:56 Diperbarui: 24 April 2022   14:24 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Macet Mudik Brexit 2016 (Foto: Kompas Images/Kristianto Purnomo)

Aura mudik sudah mulai menyeruak di sekitar kita. Pembicaraan di sekeliling sudah diwarnai pertanyaan 'Kapan mudik?'. Sesuatu yang tidak terucap selama dua kali Lebaran kemarin karena Covid 19 yang memaksa kita untuk merayakan Lebaran di rumah masing-masing.

Di kantor pun suasana mudik sudah terasa. Para pegawai sudah mengatur jadwal cuti agar tidak berbarengan dengan rekan kerjanya agar kinerja kantor tetap terjaga. Ritme pekerjaan semakin dipercepat penyelesaiannya demi bisa merayakan Lebaran di kampung tanpa beban kewajiban yang belum tuntas ditunaikan.

Obrolan ringan tentang bertukar oleh-oleh pun tidak ketinggalan. Sesuatu yang seperti menyatu dengan tradisi mudik. Hampir semua orang akan kembali dari mudik dengan membawa makanan khas daerahnya masing-masing sebagai buah tangan. Suasana kantor sehabis Lebaran dengan banyak jajanan daerah yang dinikmati ramai-ramai menjadi momen yang sangat dirindukan. 

Mudik telah menjadi tradisi turun temurun. Suatu kesempatan yang diusahakan semaksimal mungkin untuk dapat dilakukan. Menyempatkan diri untuk pulang di waktu Lebaran bertemu dengan keluarga besar.

Mobilitas jutaan orang yang bergerak keluar dari kota tempat mengadu nasib menuju kampung halaman masing-masing dalam waktu yang bersamaan menjadi fenomena yang menarik untuk dinikmati. Melihat wajah-wajah lelah namun penuh kerinduan untuk segera bertemu dengan orang-orang terkasih.

Stasiun-stasiun televisi akan menyampaikan suasana arus mudik dan arus balik melalui siaran langsung dari berbagai tempat. Bandara, terminal, stasiun kereta api dan pelabuhan adalah pusat pergerakan orang yang memanfaatkan angkutan umum sebagai sarana untuk pulang.

Situasi kepadatan kendaraan dan kemacetan yang terjadi juga menjadi laporan yang berguna bagi pemudik. Walaupun sekarang sudah banyak aplikasi yang bisa membantu kita untuk memantau situasi lalu lintas, namun siaran dari televisi tetap menjadi sesuatu yang menarik untuk disimak. Semua stasiun televisi menjadikan laporan arus mudik dan arus balik Lebaran porsi terbesar dalam siarannya.

Sebelum jalan tol menjadi alternatif seperti sekarang, perjalanan mudik dari Jakarta ditempuh melewati jalur arteri, baik jalur utara ataupun jalur selatan. Segala jenis kendaraan menjadi satu berbarengan dalam satu waktu. Tentu saja kemacetan menjadi suatu keniscayaan.

Mudik Lebaran kemudian sering diwarnai cerita yang horor. Cerita tentang perjalanan mudik sampai berhari-hari adalah sesuatu yang lumrah kita dengar saat itu. Bagaimana tidak macet, jutaan kendaraan keluar dari Jakarta melalui jalan raya yang tidak didesain untuk dilewati sekian banyak kendaraan berbarengan.

Namun bagi para pelaku mudik, terjebak kemacetan puluhan jam tiap tahun tidak menjadikan trauma. Semua kisah yang terbawa selama perjalanan menjadi cerita indah yang tidak dapat dilupakan. Suasana kebatinan yang susah digambarkan ketika secara bersama-sama dengan jutaan orang mempunyai tujuan sama, bertemu keluarga.

Pemandangan yang beraneka ragam bisa kita temui. Rombongan motor dengan penumpang dan bawaan yang melebihi kapasitas adalah salah satu bentuk perjuangan para pemudik. Tidak terbayangkan memang betapa capek nya mengendarai motor dengan jarak sejauh itu. Tapi niat bertemu keluarga mengalahkan semua keletihan yang dirasakan.

Mengamati barang bawaan mereka juga mendatangkan rasa haru tersendiri. Kendaraan roda dua mereka desain sedemikian rupa hingga bisa memuat berbagai macam barang. Tas pakaian, kardus parsel, kantong plastik dan bahkan jerigen bensin pun mereka bawa sebagai jaga-jaga.

Mengapa mereka tidak memilih cara yang praktis? Membeli barang-barang di kampung biar perjalanan tidak repot? Tidak mudah untuk memberikan jawaban atas pertanyaan seperti ini. Karena segala kerepotan itu berhubungan erat dengan suasana batin. Bahwa ada kebanggaan tersendiri membawa oleh-oleh dari Jakarta untuk keluarga di kampung.

Tulisan Pemudik Motor (Foto:Twitter/dad_somanti/alimurtadopsht07)
Tulisan Pemudik Motor (Foto:Twitter/dad_somanti/alimurtadopsht07)
Para pemudik motor ini mempunyai cara-cara yang unik untuk menemani mereka dalam perjalanan. Banyak diantara mereka yang membawa tulisan berisi kalimat-kalimat penyemangat yang ditempelkan di punggung atau barang bawaan mereka seperti tulisan-tulisan di bak truk.
'Bapak Ibu.. anakmu pulang belum membawa calon mantu.. Terlalu banyak pilihan'
'Tidak apa-apa badan remuk demi mencium tangan Ibu'
'Yang di jalan hati-hati.. Yang di hati jangan jalan-jalan'
'Yakin mau mudik? Ngga takut ditanya kapan kawin?'
'Ngga nunggu kaya buat mudik'

Dan banyak lagi kalimat lucu-lucu yang bisa menjadi hiburan di saat kita penat menghadapi perjalanan. Namun semua itu menggambarkan satu semangat yang sama. Apapun akan ditempuh demi mudik.

Sekarang arus mudik dari Jakarta ke kota-kota di seluruh pulau Jawa sudah difasilitasi dengan jalan tol yang menyambung sampai ke Jawa Timur. Dimulai dengan tol Cipali sepanjang 116,75 kilometer yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Juni 2016. 

Di tahun itulah menjadi kenangan kejadian mudik horor karena kemacetan parah di pintu keluar tol Brebes Timur. Orang menyebutnya Tol Brexit. Jutaan orang terjebak dalam kemacetan panjang dan tidak bergerak selama puluhan jam. Euforia orang memanfaatkan Tol Cipali yang baru diresmikan, membuat kemacetan parah. 

Infrastruktur yang belum sempurna tidak bisa menerima kedatangan jutaan mobil yang keluar tol dan masuk kota Brebes. Akibatnya perjalanan mudik Jakarta ke Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi berhari-hari. Tidak sedikit yang terpaksa harus sholat Ied di perjalanan karena tidak bisa mengejar 1 Syawal di rumah. Sungguh pengalaman yang tidak bisa dilupakan.

Dengan adanya jalan tol perjalanan mudik menjadi jauh lebih cepat. Namun memang ada rasa kehilangan momen-momen perjuangan para pemudik motor yang sungguh sangat banyak dan seperti laron yang terbang bergerombol. Menyaksikan semangat mereka adalah suatu bentuk instropeksi diri juga.

Bahwa sejauh-jauh orang merantau tidak akan melupakan asal usul. Kampung halaman dan keluarga adalah tempat pulang yang paling menyejukkan hati. Dengan segala keterbatasan masing-masing, semua orang berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun