Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review "Panggil Aku Ayah", Kala Anak jadi Jaminan Utang

4 Agustus 2025   12:22 Diperbarui: 5 Agustus 2025   12:16 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Intan diambil oleh penagih utang dalam Panggil Aku Ayah (Sumber: dokumentasi Visinema Pictures)

Yang paling menarik tentunya penggunaan bahasa Sunda dengan logat Sukabumi yang khas. Meskipun Sunda adalah bahasa ibu dari kebanyakan warga yang tinggal di Jawa Barat, setiap daerah di Jawa Barat punya dialek khasnya masing-masing.

Coba bandingkan saja, dialek Sunda masyarakat Sukabumi pasti berbeda dengan dialek Sunda masyarakat Tasikmalaya misalnya.

Perpaduan antara cerita, karakter, set, hingga bahasa yang digunakan, menjadikan Panggil Aku Ayah terasa sangat melokal meskipun merupakan adaptasi dari film luar negeri.

Deretan pemain yang solid

Menabung buat apa ya Intan? (Sumber: dokumentasi Visinema Pictures)
Menabung buat apa ya Intan? (Sumber: dokumentasi Visinema Pictures)
Tidak butuh waktu lama untuk saya bisa terkoneksi dan hanyut dalam cerita Panggil Aku Ayah. Selain karena ada kedekatan emosional soal Sukabumi, para pemeran mampu menghidupkan karakternya masing-masing dengan baik.

Ringgo Agus Rahman yang berduet dengan Boris Bokir (berperan sebagai Tatang) sebagai penagih utang, mampu menghadirkan gelak tawa meriah dengan logat Sunda mereka. Ditambah pemain cilik Pemain cilik Myesha Lin pun bisa mencuri perhatian dengan tingkahnya yang lucu, gemes, walau terkadang ngeselin.

Kehadiran mereka bertiga adalah sumber bahagia yang mampu membuat saya merasa berada dalam kehidupan mereka. Berkali-kali dibuat ngakak, kemudian menangis, setiap kali adu peran mereka muncul di layar.

Sayangnya, emosi yang sudah ditanamkan dengan begitu apiknya, seketika buyar ketika film sudah mencapai tiga perempat bagian. Tiba-tiba Intan sudah dewasa dan perannya dimainkan oleh Tissa Biani.   

Jujur saja, perpindahan emosi dari Myesha Lin ke Tissa Biani tidak terlalu koheren. Bukan, bukan karena permainan mereka kurang baik, tapi karena film tidak membagi porsi keduanya secara seimbang. 

Porsi Tissa Biani hanya seperempat akhir film saja. Padahal boleh saya simpulkan sudut pandang utama Panggil Aku Ayah adalah tentang Dedi dan Intan dewasa. Sayangnya film malah terlalu asyik berlama-lama dengan Intan kecil dan kurang mengeksplorasi karakter Intan dewasa.

Bagaimanapun juga, ketika satu karakter dimainkan oleh lebih dari satu aktor, akan butuh waktu lagi bagi penonton untuk terkoneksi dengan karakter tersebut.

Kasih sayang tak harus sedarah

Adegan perpindahan dari Intan kecil ke Intan dewasa (Sumber: dokumentasi Visinema Pictures)
Adegan perpindahan dari Intan kecil ke Intan dewasa (Sumber: dokumentasi Visinema Pictures)
Satu hal yang harus saya garisbawahi dengan serius adalah soal bagaimana hubungan Intan dan Dedi yang bukan ayah kandungnya. Ketika Intan kehilangan pengasuhan dari ayahnya, muncul laki-laki lain yang menyayanginya dengan begitu tulusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun