Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Jailangkung: Sandekala", Lebih Seru dari Seri Sebelumnya, tapi Lemah di Penceritaan

25 September 2022   09:51 Diperbarui: 26 September 2022   22:17 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tolong ya nggak usah coba-coba memanggil jailangkung/Sky Media

Waktu sudah hampir magrib/sore. Dan Kinan pun diculik!

Cerita Jailangkung Sandekala memang bergerak dari peristiwa Kinan diculik. Penonton pun sudah diberitahu kalau yang menculik Kinan bukanlah penjahat tapi 'makhluk'.

Usaha mencari Kinan yang repetitif

Tolong ya nggak usah coba-coba memanggil jailangkung/Sky Media
Tolong ya nggak usah coba-coba memanggil jailangkung/Sky Media
Bagi yang tidak/kurang mengetahui mitos tentang sandekala yakni hantu yang seringkali menculik anak-anak selepas sore, mungkin akan sedikit sulit mencerna maksud dari mitos ini. Karena film tidak banyak menggambarkannya.

Yang saya tangkap, film hanya sekali saja menggambarkannya. Yakni sesaat setelah Kinan diculik, film menunjukkan gambaran penduduk yang memasukkan anak-anaknya ke rumah pada sore hari.

Gambaran ini diposisikan dari sudut pandang mobil yang sedang berjalan. Dari dalam mobil, penonton diperlihatkan pada keadaan rumah penduduk satu per satu seiring laju mobil.

Gambaran yang singkat tentang mitos ini, tidak membuat Jailangkung Sandekala cukup untuk memahamkan bagaimana mitos ini berkembang di masyarakat. Dengan latar Sunda pun, film tidak mampu menggambarkan bagaimana mitos ini begitu dipercayai di masyarakat Sunda.

Kalaulah ingin mendalami mitos - mitos lokal, Jailangkung Sandekala bisa belajar pada Lampor Keranda Terbang (2019) yang saya kira cukup berhasil menjadikan hantu lampor menjadi bagian tak terpisahkan dari 'kearifan lokal' warga Temanggung.

Dari premis mitos yang tidak terkoneksi dengan latar lokalnya, akibatnya film hanya berkutat pada proses pencarian Kinan yang disertai dengan keputusan-keputusan para karakternya yang kurang masuk akal.

Begini! Naskah gubahan Kimo yang dibantu oleh Rinaldy Puspoyo ini membagi pencarian Kinan menjadi tiga kelompok. 

Kelompok pertama adalah pencarian yang dilakukan oleh ayahnya dengan bantuan polisi. Tentunya cara kerja kelompok pertama ini mengikuti prosedur polisi. Sehingga dalam cara kerja seperti ini, dibutuhkan karakter manusia lain yang menjadi kambing hitam, alias yang dituduh sebagai penculik. Mereka 'nggak boleh' percaya makhluk 'kan?

Kelompok kedua adalah pencarian oleh sang ibu. Walau dengan ekspresi Titi Kamal yang datar-datar saja, pencarian di kelompok ini lebih mengandalkan naluri atau intuisi sang ibu yang kehilangan anaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun