Mohon tunggu...
Raja Faidz
Raja Faidz Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa FISIP UMJ dan Sekretaris DEEP Kota Depok

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dinasti Politik, Menyejahterakan atau Menghancurkan Bangsa?

23 Juli 2020   00:00 Diperbarui: 23 Juli 2020   00:02 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Raja Faidz el Shidqi, Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UMJ dan Sekretaris DEEP Kota Depok

Dalam perhelatan Politik Nasional sudah banyak terdengar kalimat "Dinasti Politik" yang sempat dikeluarkan dari pendapat-pendapat masyarakat khususnya para pengamat politik kepada siapa saja yang pernah berkuasa seperti Soekarno, Soeharto bahkan sampai saat ini di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. 

Sebetul nya apa yang dimaksud dengan Dinasti Politik itu ? Mengapa seolah-olah isu tersebut sangat seksi dan menggoda untuk dikaji bersama ? Dalam pengertian singkat menurut yang tertulis dalam halaman Wikipedia, Dinasti Politik adalah sebuah kekuasaan yang secara turun-temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah yang tujuannya untuk mendapatkan dan mempertahankan sebuah kekuasaan.

Dinasti Politik sendiri dalam realisasinya di Indonesia sudah sering dilakukan oleh Pemimpin-Pemimpin terdahulu dari awal Presiden Soekarno menjabat sebagai Presiden pertama RI yang dibuktikan dengan banyaknya anak keturunan Presiden Soekarno yang turut serta terjun ke dalam dunia politik dan menduduki jabatan-jabatan strategis dalam sistem Pemerintahan yang ada walaupun dalam periode yang berbeda-beda, dilakukan pula oleh Presiden Soeharto pada masa Orde Baru yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia terhadap praktik Nepotisme yang dilancarkan pada saat itu. 

Bahkan, praktik Dinasti Politik pun tidak hanya dilakukan dalam skala nasional, tetapi juga dilakukan dalam skala daerah seperti yang dilakukan oleh Keluarga Ratu Atut dan Tubagus di Pemerintahan Provinsi Banten dimana banyak sekali keluarga dan kerabat yang menduduki jabatan strategis disana saat Ratu Atut masih menjabat sebagai Gubernur Banten yang sebetulnya masih ada sisa-sisa dari praktik Dinasti Politik yang bertahan dari sang Gubernur tersebut hingga saat ini.

Melihat fakta-fakta diatas sepertinya praktik Dinasti Politik sendiri adalah suatu hal yang wajar dilakukan di negara ini, tetapi apakah dinasti politik sendiri dapat bermanfaat bagi rakyat Indonesia dalam hal mensejahterakan masyarakat ? atau justru membawa petaka bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia ? Lalu, bagaimana dengan Dinasti Politik yang dijalankan di Indonesia khususnya dalam masa Kepemimpinan Presiden Joko Widodo ? 

Menurut saya pribadi Dinasti Politik yang sedang diwujudkan saat ini minim akan perhatian terhadap Merit Sistem, mengingat berita yang pernah dimuat Kumparan.com pada tanggal 11 Maret 2018 yang berjudul, "Gibran: Kasihan Rakyat Kalau Ada Dinasti Politik." Dimana dalam berita tersebut Gibran (anak Kandung Presiden Jokowi) mengatakan bahwa ia mengaku tidak tertarik dengan politik karena itu tidak termasuk dalam kemampuannya. 

Namun, pada akhirnya Gibran maju sebagai Calon Walikota Solo dalam Pilkada 2020 nanti dan sudah mendapat dukungan resmi dari PDI-P, partai tempat Presiden Jokowi bernaung dan maju sebagai Presiden. Hal tersebut membuktikan bahwa Dinasti Politik yang dijalankan tidak memperhatikan kapabilitas, prinsip leadership dan merit sistem yang ada, selain diakui sendiri oleh Gibran bahwa ia tidak memiliki kemampuan khusus dalam bidang politik juga track record nya dipertanyakan dalam kancah Politik Lokal maupun Nasional.

Selain tidak memperhatikan kapabilitas dan merit sistem, hal tersebut juga sudah pasti bisa menjadi penilaian terhadap konsistensi dari sosok Gibran itu sendiri sebagai konsekuensi logis akibat ketidak selarasan ucapan dengan tindakan yang diambil. 

Selain Gibran ada juga beberapa orang yang memiliki ikatan keluarga dengan Presiden Joko Widodo yang akan maju dalam Pilkada 2020 besok, diantaranya ialah : menantu Pak Jokowi, Bobby Afif Nasution yang mencalonkan dirinya sebagai Wali Kota Medan, disusul adik ipar Pak Jokowi, Wahyu Purwanto yang akan mencalonkan dirinya menjadi Bupati Gunungkidul, lalu paman dari menantu Pak Jokowi yakni Doli Sinomba Siregar yang akan mencalonkan dirinya sebagai Bupati Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. 

Dalam hal ini (dinasti politik) setiap pejuang Demokrasi sendiri sangat mengharapkan pertarungan yang fair dalam kontestasi politik karena hal tersebut dianggap akan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Sebab, Presiden memiliki semua sumber daya untuk bisa memenangkan keluarga atau kerabatnya melalui kekuasaan, jaringan, birokrasi, hukum maupun finansial seperti yang diungkapkan oleh Ujang Komarudin, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar yang dirilis oleh Kompas.com. 

Dinasti Politik sendiri miliki beberapa dampak negatif jika tetap dijalankan, Bapak Yusfitriadi -- Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia sendiri mengatakan bahwa, "Beberapa hal point kunci dari politik dinasti : Menciptakan keberlangsungan oligarki kekuasaan, Melanggengkan politik dinasti mewujudkan kecenderungkan langgengnya perilaku koruptif, Politik dinasti memberikan peluang besar ab use off power (penyalahgunaan kekuasaan),  Politik dinasti merupakan sebuah kooptasi kekuasaan." 

Sedangkan dampak yang bersifat instan sangat mungkin ada, diantaranya adaptasi, sustainable kebijakan dan implementasinya. Jadi dinasti politik sendiri memiliki lebih banyak dampak negatif atau mudhorotnya dari pada dampak positif nya terhadap negara khususnya sistem pemerintahan.

Lalu, jika dinasti politik dijalankan di sistem pemerintahan Indonesia apakah dapat membantu mensejahterakan masyarakat atau justru malah menghancurkan ? Saya pribadi tidak ada niat sedikit pun untuk menuduh dinasti politik yang sedang dibangun oleh Penguasa negeri menjadi alat penghancur bangsa ini justru saya selalu berharap apapun yang dilakukan dapat menyelamatkan masyarakat. 

Tetapi, mempertimbangkan kasus dan pelanggaran yang dilakukan oleh Ratu Atut Chosiyah dengan Dinasti Politik nya di Banten yang mengakibatkan negara mengalami kerugian yang sangat besar salah satu nya dari kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan Rumah Sakit Provinsi Banten, lalu ada juga Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang juga masih memiliki hubungan keluarga dengan Ratu Atut Chosiyah yang melakukan pencucian uang dimana uang tersebut dipergunakan untuk membantu dana Kampanye istrinya Airin Rachmi Diany (Walikota Tangerang Selatan) dalam Pilkada Tangerang Selatan, serta membiayai dana kampanye Ratu Atut Chosiyah selaku kakaknya dalam Pilkada Banten.

Nah, jadi menurut saya dengan paparan diatas kita mampu mengambil kesimpulan apakah Dinasti Politik itu baik atau tidak jika diterapkan di Indonesia, negara kita tercinta ini ? Walaupun Dinasti Politik tidak dilarang atau terkesan wajar dilakukan tetap ada beberapa hal yang harus tetap dipertimbangkan seperti yang dikatakan oleh Bapak Dr. Ma'mun Murod Al Barbasy, M.Si -- Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, "Tidak ada yang salah soal Dinasti Politik, selagi memperhatikan kapabilitas, prinsip-prinsip leadership serta memperhatikan merit sistem." 

Sekalipun dinasti politik tetap dijalankan praktik nya dalam mengelola negara dan sistem pemerintahan ini meris sistem haruslah diperhatikan, memilih orang yang memiliki kapabilitas dan kapasitas yang tepat untuk dijadikan sosok Pemimpin, bukan semata-mata kedekatan saja apalagi hanya sekedar kekayaan. 

Karena jika merit sistem ini tidak diperhatikan konsekuensi logis nya birokrasi di Indonesia justru memburuk, dan hanya akan memunculkan kasus seperti yang dilakukan oleh Ratu Atut tetapi dengan versi yang lebih besar lagi dan hal tersebut sudah sangat pasti tidak diinginkan oleh seluruh masyarakat Indonesia karena hanya akan menghancurkan bangsa ini sedikit demi sedikit.

Lalu jika menunjuk seseorang untuk menjadi pemimpin hanya karena kedekatan atau kekayaan saja bukan pada prestasi, kapabilitas dan kapasitasnya banyak kader-kader partai atau anak bangsa yang tidak menjadi apa-apa di negeri sendiri. Sekat penutup kesempatan terhadap masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas akan semakin besar hanya karena rekruitmen partai untuk dijadikan sosok pemimpin hanya didasarkan kepada kedekatan, kekayaan atau popularitas belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun