Mohon tunggu...
Rajab Ritonga
Rajab Ritonga Mohon Tunggu... -

Saya seorang wartawan karir di kantor berita Antara dengan posisi saat ini Direktur SDM dan Umum. Menjadi wartawan sejak tahun 1985 setelah menyelesaikan S-1 Komunikasi di UGM Yogyakarta, di Kedaulatan Rakyat, lalu 1987 hijrah ke Antara hingga sekarang. Melanjutkan studi S-2 dan S-3 Ilmu Komunikasi di UI (lulus 2007). Aktif menulis buku biografi, senang traveling, dan liputan dunia militer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hujan: Kabbah Kebanjiran

3 Desember 2010   10:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:03 1638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1291371041465503663

[caption id="attachment_78338" align="alignleft" width="300" caption="Jemaah sedang thawaf"][/caption]

Sepanjang tahun hampir tidak pernah turun hujan di Mekkah, Madinah ataupun di Jeddah. Rata-rata setahun hanya ada hujan satu kali, atau dua kali yakni pada pergantian musim dari dingin ke panas, atau dari panas ke dingin. Selebihnya, tidak ada hujan, sehingga bagi orang Arab, turunnya hujan adalah berkah yang harus disyukuri. Pada 29 September 2010, misalnya saat jumatan di Masjid Nabawi, Madinah, imam masjid berdoa meminta agar Allah SWT menurunkan hujan.

Orang Arab yang berkunjung ke Jakarta, sangat bersuka cita melihat hujan yang turun setiap saat. Bahkan, menurut seorang teman, anak-anak Arab maupun orang dewasanya tidak malu-malu “bermain hujan” sebagaimana anak-anak kecil di kampung-kampung Indonesia. Ya, begitulah, lain negeri lain adatnya. Padahal, kita, terutama yang di Jakarta tentu sebel dengan hujan yang belakangan ini datang sesuka hatinya sepanjang tahun, sehingga kelaziman musim hujan di bulan-bulan ber, September, Oktober, November, Desember tidak lagi laku.

Begitulah, Selasa, 2 November 2010, kota suci Mekkah diguyur hujan pada sore hari sekitar pukul 17.30 waktu setempat. Hujannya cukup lebat, berlangsung 30 menit. Nah itu masalahnya, Kabbah tempat jutaan umat Islam melaksanakan tawaf, tergenang sampai semata kaki. Rupanya, banjir juga bisa terjadi di kota suci umat Islam itu, sama seperti kota-kota lainnya di dunia.

Namun, meski tergenang, jamaah tetap khusuk melaksanakan tawaf di Masjidil Haram yang berlangsung di tengah turunnya hujan sedangkan sholat sunnah sehabis tawaf tidak bisa dilaksanakan di pelataran sekitar Kabbah. Jemaah yang basah kuyup sholat di areal masjid, atau menunggu sampai genangan air surut, dan pelataran kembali normal seperti biasa.

Topografi Makkah yang berbukit-bukit, dan Masjidil Haram berada di kaki bukit membuat air hujan bermuara ke tempat datar. Kota Makkah tidak punya sungai, apalagi laut. Bisa dimengerti kalau tempat-tempat datar langsung teremdam air. Saya langsung teringat kota Jakarta yang berada di dataran rendah selalu banjir di musim hujan, yang menurut bahasa Gubernur Bowo bukan “banjir”tetapi “tergenang”.

Soal Kabbah tergenang air bukanlah peristiwa yang pertama. Saat Rasulallah berusia 30 tahun, dan belum diangkat menjadi rasul, Kabbah juga pernah digenangi air sehingga harus direnovasi. Tahun 1941 banjir yang melanda Makkah juga menyebabkan Kabbah tergenang. Bila membaca sejarah Masjidil Haram dan melihat foto-foto banjir tahun 1941 itu, genangan air mencapai sampai paha orang dewasa.

Bicara seoal “banjir atau tergenang” di jaman modern, Arab Saudi punya cerita buruk. Tahun 2009 banjir besar juga menimpa negeri itu. Oleh karena jarang hujan, wajar jugalah kalau di sana tidak banyak gorong-gorong atau got untuk saluran air. Nah, saat hujan berlangsung lama, kontan banjir melanda berbagai kota.

Banjir 2009 di Jeddah misalnya, menurut informasi dari mulut ke mulut, dan tentu saja belum dikonfirmasi kebenarannya, jumlah korban meninggal akibat musibah banjir tersebut sangat besar. Ada yang bilang puluhan, tetapi ada juga yang menyebut ratusan bahkan ribuan. Mboh, mana yang benar. Namanya saja komunikasi dari mulut ke mulut. Sumber beritanya, adalah “katanya”. Wallahualam sajalah, mudah-mudahan semuanya tidak benar, alias tidak ada korban jiwa.

Masih soal air, tetapi bukan banjir awata tergenang. Ini menyangkut air bersih di pemondokan jemaah haji Indonesia di sebuah Maktab di Mekkah, di awal November 2010. Sempat terjadi insiden, seorang jemaah dari sebuah daerah, naik pitam lalu mengirim “bogem mentah” ke muka petugas keamanan yang berusaha menenangkan jemaah marah-marah. Pasalnya jemaah, emosi karena air mati berjam-jam sehingga aktivitas pribadi yang tidak bisa diwakilkan ke kamar mandi terganggu.

Kalau cuma tidak mandi, atau tidak sikat gigi, kita semua masih bisa mengertilah sebab haji ifrad atau kalau sedang ihram juga tidak sikat gigi. Tapi kalau mau BAB alias “buang air besar”, atau BAK, “buang air kecil”, tidak ada air tentu urusannya repot. Apalagi di sini tidak ada kakus umum, atau kali/sungai seperti di tanah air. Kondisi seperti itu pernah dialami teman sekamar di Jeddah. Saat ia sedang asyik-asyiknya nongkrong menyelesaikan urusan pribadi di kamar mandi, tiba-tiba air mati. Padahal kamar mandi hotel di Arab, atau dimanapun tidak ada bak airnya. Tentu saja si teman panik. Beruntung para sahabatnya turun tangan membantu mensuplai air dengan mengumpulkan berbotol-botol air mineral seharga setengah real perbotol. Mungkin itu, biaya MCK paling mahal di dunia!

Berkaca dari soal seperti itu, bisa dimengerti kalau jemaah emosi, meskipun petugas sudah berusaha menenangkan sambil memberi tahu bahwa pompa yang ngadat sedang diperbaiki. Masalahnya, perbaikannya sudah berjam-jam tetapi belum selesai-selesai juga. Ya, memang begitulah di negeri onta, nyaris semuanya lelet, tergantung mood dari orangnya.

Masalah akhirnya selesai saat petugas Arab Saudi berhasil memperbaiki pompa, lalu air mengalir jauh seperti biasa. Si jemaah, dan petugas yang kena bogem akhirnya berangkul-rangkulan saling memaafkan di Kantor Misi Haji Indonesia di Mekkah. Di Tanah Suci, kesabaran, dan keihklasan Anda selalu diuji Allah SWT. Mahabesar Allah.

Makkah, 3 November 2010

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun