Mohon tunggu...
Rais syukur Timung
Rais syukur Timung Mohon Tunggu... Lainnya - Pena Nalar Pinggiran

* Omo Sanza Lettere * Muslim Intelektual Profesional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sepeda dan Berhala Simbolitas

15 Agustus 2020   02:40 Diperbarui: 15 Agustus 2020   02:49 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada Issu tentang, Sepeda akan di kenakan pajak. Yah, begitulah Jika Sesuatu tidak diperuntukkan bukan pada Nilai Gunannya?.

Tradisi bersepeda di Indonesia, sebenarnya bukan hal baru, sudah berlansung lama, ditandai sejak zaman kolonial. Namun, saat itu hanya kalangan tertentu yang mampu membeli sepeda, sebab sepeda dianggap sebagai barang mewah dan menjadi simbol kekayaan seseorang dikala itu.

Pasca Indonesia merdeka, semakin banyak orang yang menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi darat yang murah dan menyehatkan (olahraga).  Simpel saja, karena bersepeda mudah dan murah. Tanpa menentukan jenis sepeda yang dikenakan. Akhirnya Berbagai jenis sepeda pun muncul, seperti sepeda kumbang, sepeda jengki, sepeda unta dan sepeda ontel.

Kini, tujuan bersepeda mulai bergeser, nilai gunannya di lacuri. Bersepeda tidak lagi sebagai sarana transportasi, tetapi sebagai style yang membentuk gaya hidup, terutama masyarakat kota. Dari gaya Hidup tersebut lahirlah berbagai komunitas-komunitas sepeda, yang membentuk kelas-Kelas sosial dimasyarakat.

Yah, Dulu sepeda asal jalan. Kini sepeda memberi tanda siapa yang berjalan.

Hal itu mengingatkan kita pada diskusi yang telah Usang bahwa budaya Konsumerisme yang kian mengakar sampai di titik nadir masyarakat akar rumput, sungguh sangat memprihatinkan. Tugas kita hanya mengingatkan.

Kira-kira Konsumerisme muncul sejak terjadinya revolusi industri di Inggris pada awal abad ke-19, Tolong Ingatkan saya jika Keliru.

Dalam revolusi industri digunakanlah teknologi baru sebagai proses produksi. Yang tadinya proses produksi memakan waktu lama, bisa lebih cepat dan menghasilkan produk dalam jumlah yang sangat banyak. Untuk menjual produk yang banyak, produsen memaksa masyarakat untuk membeli dengan menjadikan produk tersebut sebagai gaya hidup.

Ketika menjadi sebuah gaya hidup maka produk akan cepat laku di pasar. Hal ini dikarenakan masyarakat kita membeli bukan lagi karena "butuh, tetapi karena ingin".

Revolusi industri ini memunculkan apa yang disebut oleh Marx sebagai kapitalisme, yang membelah masyarkat menjadi dua kelas, yaitu kaum pemilik modal dan kaum buruh. Kapitalisme bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Oleh sebab itu, produsen sebisa mungkin memproduksi barang dalam jumlah banyak. Mereka tidak lagi menjual produk untuk sekadar memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi menjual produk untuk dijadikan lifestyle-Gaya Hidup.

Namun "Baudrillard", seorang tokoh postmodern Prancis mengkritik pemikiran Marx yang bertutur bahwa suatu barang memiliki dua nilai, yaitu nilai guna dan nilai tukar. Ia menyatakan bahwa suatu barang juga mempunyai nilai simbolik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun