Hari ini aku mendapatkan banyak sekali permen-permen baru, wanginya sangat harum, bentuknya beragam, tentunya rasanyapun pasti sesuai ekspetasiku hari ini.Â
Santapanku hari ini sangat menyegarkan dan menyenangkan.Â
Makanan manis memang menjadi santapan yang restoratif untuk meningkatkan semangat hidupku. Kebahagiaan yang bergejolak sebagaimana hormon dopaminku merangsangku untuk tidak pernah melepaskan semua permenn-permen ini.Â
Rasa manis yang tercipta melebur di dalam lidahku, masuk ke dalam naluri tubuhku atas sensasi manis yang diberikan.Â
"Siapa manusia di dunia ini yang tidak menyukai kelezatan dari menyantap permen-permen manis ini?" ujarku sembari mengunyah salah satu permen berwarna merah muda dengan tekstur layaknya permen karet.Â
Aku tidak peduli jika harus mati tragis atas adiktifnya diriku melahap permen-permen manis ini. Toh juga, aku tidak tertangkap basah oleh siapapun ketika menikmati seluruh permenku.Â
Aku melahapnya lagi dan lagi, aku melahapnya lagi dan lagi.Â
Tidak terasa santapanku hari ini telah habis, ku lahap sampai rasa puasku menghilang dari diriku. Rasanya seperti ingin hidup selamanya untuk terus melahap permen-permen ini.Â
Sejenak aku terdiam, menarik nafas secara dalam karena kepuasanku tersalurkan hari ini.Â
Ku lihat bungkusan-bungkusan seluruh permenku berceceran di atas meja, lalu ku bereskan seluruh sampah-sampah sisa makanku hari ini, "Aku harus cepat, aku tidak boleh ketahuan." ucapku sambil memungut satu persatu sampah yang ada di meja.Â
Tiba-tiba dering ponselku berbunyi, Agus ternyata yang menelefonku di malam hari ini, tidak biasanya dia seperti ini.Â
"Halo Mik! Lu lagi dimana?"Â tanyanya di balik telefon.Â
"Biasalah, gue di kossan gak kemana-mana," balasku.Â
"Kenapa?"Â
"Besok siang lu harus cabut dari tuh tempat, gue gak mau tau caranya gimana tapi lu amanin semua harta karun kita. Lokasi cabutnya kemana, nanti gue kirim."
"Tiba-tiba banget, siapa lagi yang kena?" jawabku sambil memijat pelipisku.Â
"Ada deh, intinya lu cabut dulu besok. Kalau bisa dari pagi udah cabut dari tuh tempat."
"Satu lagi, jangan sampe berisik cabutnya. Lu mau kena gebuk massa?"Â timpal Agus.Â
"Enggak lah, santai."Â balasku yang dilanjut tutupan telefon dari Agus.Â
Baiklah, memang begini kerjaanku dan adiksiku. Selama ini harus selalu berpindah lokasi untuk bertemu santapan-santapan yang baru.
Setidaknya permen-permen ini tidak berisik dan tidak munafik.Â