Mohon tunggu...
Raihsa Hanipa Naya
Raihsa Hanipa Naya Mohon Tunggu... MAHASISWA/IAIN PONOROGO

hollaaaawww

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kokain: Ancaman Mematikan Dibalik Euforia Sesaat

21 Juni 2025   04:51 Diperbarui: 21 Juni 2025   04:52 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Ilustrasi Ancaman Kokain

Di tengah gemerlap kehidupan urban kaum muda, kokain kini mulai menembus eksklusivitasnya sebagai komoditas kelas atas dan berubah menjadi simbol gaya hidup atau pelarian dari tekanan hidup. Reputasinya sebagai pemacu euforia instan sering kali menutupi risiko mematikan yang dibawanya. Meskipun harga kokain di Indonesia tergolong sangat tinggi dibanding narkoba lainnya, jumlah penggunanya mulai naik dan umumnya berasal dari kelompok ekonomi tertentu.

Secara umum, prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia berada pada angka sekitar 3,3 juta pengguna di tahun 2023 (1,73% populasi). Angka ini juga menunjukkan tren peningkatan dari 1,95% pada 2021 (3,66 juta orang), turun sedikit menjadi 1,73% pada 2023 tapi tetap menunjukkan jutaan individu dengan mayoritas berada di usia produktif 15 hingga 49 tahun yang rentan terhadap ancaman narkoba.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), meskipun pengguna kokain belum sebanyak pemakai narkotika jenis lain seperti sabu atau ganja, terdapat peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Pemerintah melalui Bareskrim Polri mencatat adanya peningkatan signifikan penggunaan kokain sepanjang 2024--2025. Terbukti dari pengungkapan 25 kilogram di Aceh dan Sumatera Utara menandakan pasar kokain di Indonesia yang semakin terbuka dan berkembang di kalangan tertentu. Kenaikan ini menunjukkan adanya tren yang tidak bisa diabaikan.

Dalam konteks ini, lonjakan kasus penggunaan kokain meskipun terbatas pada kalangan tertentu dan bersifat eksklusif menunjukkan bahwa beban hidup, tuntutan sosial, dan dorongan gaya hidup untuk tampil menonjol menjadi pemicu utama. Justru pada titik inilah sensasi kenikmatan sesaat dari kokain mampu menutupi bahaya yang sesungguhnya, yaitu kerusakan serius pada kesehatan fisik dan mental, serta ancaman terhadap masa depan generasi muda di Indonesia.

Kokain yang kerap disalahartikan sebagai peningkat suasana hati atau cara instan untuk melarikan diri dari tekanan hidup terutama di kalangan generasi muda, menciptakan ilusi bahwa penggunaannya hanyalah bagian dari gaya hidup modern tanpa konsekuensi serius, padahal kenyataannya zat ini memiliki efek yang sangat berbahaya karena bersifat adiktif, merusak sistem saraf pusat, dan dapat berujung pada kematian. Persepsi keliru ini semakin diperparah dengan minimnya edukasi tentang risiko jangka panjang serta maraknya normalisasi penggunaan kokain di lingkungan sosial tertentu, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan masa depan kesehatan fisik, mental, dan moral generasi bangsa.

Apabila tidak ditangani secara bijak dan menyeluruh, persoalan ini dikhawatirkan akan berkembang menjadi permasalahan yang lebih kompleks, yang tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga berpotensi mengganggu keseimbangan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, penanganannya tidak bisa bersifat parsial hanya melalui pendekatan hukum semata, melainkan harus dilakukan secara menyeluruh melalui edukasi publik, pendekatan psikologis, penguatan nilai-nilai spiritual, serta rehabilitasi yang berkesinambungan agar dapat mencegah dampak yang lebih luas bagi masyarakat dan bangsa.

Kokain dan Cara Kerjanya

Kokain adalah senyawa kimia yang termasuk dalam kelompok alkaloid dan memiliki efek stimulan pada sistem saraf pusat. Senyawa ini dihasilkan dari daun tanaman Erythroxylon coca yang tumbuh terutama di daerah pegunungan Andes di Amerika Selatan. Daun koka telah digunakan oleh penduduk asli Andes selama ribuan tahun, di mana mereka mengunyahnya untuk meningkatkan energi, mengurangi rasa lapar, dan mengatasi kelelahan. Pada tahun 1859, seorang ahli kimia Jerman bernama Albert Niemann berhasil mengisolasi kokain dari daun koka yang membuka jalan bagi penggunaannya dalam bidang medis.

Gambar 2. Tanaman Erythroxylon coca (Sumber:www.wikipedia.com)
Gambar 2. Tanaman Erythroxylon coca (Sumber:www.wikipedia.com)

Pada akhir abad ke-19, kokain mulai digunakan sebagai anestesi lokal dalam berbagai prosedur medis. Namun, seiring dengan meningkatnya pemahaman tentang efek adiktif dan berbahaya dari kokain, penggunaannya dalam praktik medis mulai dibatasi. Pada awal abad ke-20, penyalahgunaan kokain menjadi masalah yang signifikan dan banyak negara mulai memberlakukan larangan terhadap penggunaannya. Di Amerika Serikat, Undang-Undang Makanan dan Obat-obatan tahun 1906 dan Undang-Undang Zat Berbahaya tahun 1970 mengatur penggunaan dan distribusi kokain. Saat ini, kokain dikenal sebagai narkotika ilegal yang memiliki potensi tinggi untuk menyebabkan ketergantungan dan berbagai masalah kesehatan.

Kokain bekerja di otak dan tubuh dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter dopamin, norepinephrine, dan serotonin di sistem saraf pusat. Kokain menghambat proses reuptake (penyerapan kembali) dopamin oleh transporter presinaps, sehingga dopamin menumpuk di celah sinaptik dan memperkuat sinyal neurotransmisi yang berhubungan dengan perasaan senang dan euforia. Peningkatan dopamin ini terjadi terutama di area otak seperti ventral tegmental area (VTA), nucleus accumbens, dan korteks prefrontal yang berperan dalam sistem penghargaan dan motivasi. Akibatnya, pengguna merasa sangat gembira, berenergi, percaya diri, dan lebih waspada dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun