Mohon tunggu...
opiniku
opiniku Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo saya suka baca komik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kuliah atau Dagang? Refleksi Mahasiswa terhadap Praktik Dosen Berjualan

21 Mei 2025   21:02 Diperbarui: 21 Mei 2025   21:02 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Ketika Kuliah Bernuansa Dagang: Cerita Mahasiswa tentang Kewajiban Membeli Produk Dosen"

Saya mendapatkan cerita dari mahasiswa seorang korban yang mengalami pengalaman kurang menyenangkan. Cerita ini ia sampaikan langsung kepada saya, dan saya menuliskannya kembali sebagai bentuk perhatian dan pengingat bagi dunia pendidikan.

Di beberapa kampus, cukup umum ada dua dosen dalam satu mata kuliah. Biasanya, satu dosen mengajar dari awal semester hingga UTS, lalu dilanjutkan oleh dosen kedua setelah UAS. Hal serupa terjadi di salah satu mata kuliah yang Zuzu (Nama korban disamarkan) ambil semester ini sebuah mata kuliah bertema kewirausahaan (nama disamarkan demi menjaga etika). Di sinilah pengalaman Zuzu dimulai, sebuah pengalaman yang jujur saja, tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Dosen pertama yang mengampu mata kuliah ini mengangkat tema tentang bagaimana mahasiswa bisa belajar menjual produk. Sebuah konsep yang bagus, tentu saja. Namun, ada hal yang mengganggu. Kami diwajibkan membeli produk dari dosen tersebut sebagai syarat membuat laporan tugas. Jika tidak membeli, maka tugas tidak akan diterima.

Sebagai mahasiswa yang ingin lulus tepat waktu dan tidak ingin bermasalah, tentu Zuzu mengikuti aturan itu meskipun dengan berat hati. Korban membayar produknya di awal, sesuai instruksi. Sistemnya, bayar dulu, lalu ambil barang ketika sudah tersedia. Namun, hari demi hari berlalu, produk tak kunjung datang.

Satu minggu, dua minggu. Deadline tugas semakin dekat. Zuzu pun mulai menerima desakan dari pembeli yang menunggu barang itu. Ketika Zuzu mencoba menghubungi dosennya, Zuzu hanya diarahkan untuk datang langsung ke toko miliknya, tanpa kejelasan apakah produknya sudah tersedia atau belum. Sebagai mahasiswa rantau tanpa kendaraan dan dengan uang saku terbatas, pergi ke toko hanya untuk bertanya adalah pengorbanan yang berat.

Akhirnya, demi tanggung jawab dan menjaga nama baik sebagai penjual, Zuzu memutuskan membeli produk serupa di toko lain karna prudok serupa juga ada ditoko lain. Laporan tugas tetap Zuzu selesaikan, sesuai yang diminta. Namun ya, Zuzu tetap rugi uang karna sudah telanjur disetor ke dosen.

Ternyata, kejadian ini bukan hanya dialami oleh Zuzu. Di kelas lain, bahkan hingga tingkat S2, mahasiswa mengalami hal serupa. Hingga akhirnya, sebuah akun media sosial UKM fakultas mengangkat kasus ini secara publik. Dari situlah semuanya jadi viral.

Dosen yang bersangkutan langsung membalas isu itu dengan klarifikasi ke semua kelas. Ia membantah tuduhan tersebut, dan meminta mahasiswa yang merasa belum menerima produk untuk menghubungi beliau secara pribadi untuk pengembalian dana. Namun, nada ancaman mulai terdengar ada tekanan soal nilai.

Sontak, mahasiswa yang sudah menerima produk panik. Mereka memaksa para korban (yang tidak mendapat produk) untuk segera minta maaf dan menghubungi dosen agar mereka tidak "terseret" dan tetap mendapatkan nilai. Bahkan, bukti transfer dari para korban dikirim ke grup kelas secara publik, seakan-akan menunjukkan bahwa mahasiswa yang belum menerima produk adalah pihak yang salah.

Tekanan datang dari mana-mana. Para korban yang sejak awal sudah mengalami kerugian, kini juga harus menanggung rasa malu, rasa bersalah, dan ketakutan tidak mendapat nilai. Ironisnya, mereka justru disudutkan, sementara suara mereka nyaris tidak terdengar sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun