Mohon tunggu...
Raihan Abd
Raihan Abd Mohon Tunggu... mahasiswa

hobi ku menggambar dan aku pemalu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merajut Keadilan & Keberkahan Dalam Setiap Transaksi

14 Mei 2025   19:09 Diperbarui: 14 Mei 2025   19:09 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Merajut Keadilan dan Keberkahan dalam Setiap Transaksi: Eksplorasi Mendalam Prinsip-Prinsip Fundamental Hukum Ekonomi Syariah

Hukum ekonomi syariah hadir sebagai paradigma alternatif dalam mengatur aktivitas ekonomi, yang akarnya tertanam kuat dalam nilai-nilai Islam yang universal. Lebih dari sekadar seperangkat aturan transaksional, ia adalah kerangka kerja etis yang membimbing interaksi ekonomi menuju keadilan, kemaslahatan, dan keberkahan. Prinsip-prinsip fundamentalnya bukan sekadar larangan dan kewajiban, melainkan fondasi filosofis yang membentuk karakter unik dari sistem ekonomi syariah. Memahami secara mendalam prinsip-prinsip ini membuka wawasan tentang bagaimana ekonomi dapat dijalankan secara etis, bertanggung jawab, dan berorientasi pada kesejahteraan kolektif.

1. Pilar Utama: Larangan Riba () dan Transformasi Menuju Kemitraan yang Adil

Larangan riba (usury) adalah jantung dari sistem ekonomi syariah. Pengharaman bunga dalam segala bentuknya bukan sekadar perintah agama, melainkan juga sebuah pernyataan etis dan ekonomi. Riba dipandang sebagai praktik eksploitatif yang menciptakan ketidakadilan antara kreditur dan debitur, di mana pihak yang memiliki modal mendapatkan keuntungan pasti tanpa berbagi risiko usaha. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi riil yang berbasis pada produksi dan inovasi.

Sebagai pengganti riba, hukum ekonomi syariah menawarkan mekanisme kemitraan yang adil dan transparan, seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (usaha patungan). Dalam mudharabah, pemilik modal (shahibul maal) menyediakan dana, sementara pengelola (mudharib) menjalankan usaha dengan keahliannya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai nisbah yang disepakati di awal, sementara kerugian ditanggung oleh pemilik modal (sebatas modal yang disetor). Musyarakah melibatkan kontribusi modal dari beberapa pihak untuk suatu proyek atau usaha, di mana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan proporsi modal atau kesepakatan bersama. Kedua akad ini mendorong kolaborasi, berbagi risiko, dan menghubungkan keuntungan dengan kinerja usaha yang sesungguhnya, sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan adil.

Lebih lanjut, larangan riba juga mendorong pengembangan instrumen keuangan alternatif seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati), ijarah (sewa-menyewa aset), dan salam (pembelian barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan di kemudian hari). Instrumen-instrumen ini memungkinkan transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah tanpa melibatkan unsur bunga.

2. Menghindari Ketidakjelasan: Larangan Gharar () dan Penegakan Transparansi Informasi

Gharar, yang berarti ketidakjelasan, ketidakpastian, atau spekulasi yang berlebihan dalam suatu akad, dilarang keras dalam hukum ekonomi syariah. Transaksi yang mengandung gharar dianggap berpotensi menimbulkan sengketa dan kerugian bagi salah satu pihak karena kurangnya informasi yang jelas dan pasti mengenai objek akad. Contoh-contoh gharar yang dilarang meliputi jual beli barang yang belum ada, jual beli dengan opsi yang tidak jelas, atau transaksi yang didasarkan pada spekulasi murni tanpa adanya underlying asset yang jelas.

Larangan gharar menekankan pentingnya transparansi dan kepastian informasi dalam setiap transaksi ekonomi. Semua pihak yang terlibat harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai objek akad, harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan. Prinsip ini melindungi konsumen dan pelaku usaha dari praktik penipuan dan manipulasi, serta menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan dapat dipercaya. Dengan adanya kejelasan dalam akad, potensi perselisihan dapat diminimalisir dan hubungan bisnis yang saling menguntungkan dapat terjalin.

3. Mendorong Produktivitas: Larangan Maysir () dan Penolakan Spekulasi Destruktif

Maysir, atau perjudian dan spekulasi yang tidak produktif, dilarang dalam hukum ekonomi syariah karena dianggap sebagai cara memperoleh kekayaan secara batil tanpa adanya usaha atau nilai tambah yang nyata. Maysir dapat menimbulkan ketergantungan, kerugian finansial, dan mengganggu tatanan sosial. Sistem ekonomi syariah mendorong individu untuk mencari rezeki melalui kerja keras, produksi barang dan jasa yang halal, serta investasi yang memberikan manfaat riil bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun