Salah satu kota paling rentan terhadap banjir di Indonesia adalah Kota Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Banjir di Kota Samarinda adalah masalah yang telah ada selama beberapa dekade. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman dkk. (2020) dalam e-book yang berjudul "Analisis Penyebab Banjir di Kota Samarinda", faktor alam dan tindakan manusia adalah penyebab utama peningkatan intensitas dan frekuensi banjir di daerah ini.
Karakteristik dan Kondisi Geografis Kota SamarindaÂ
Berdasarkan geografisnya, Kota Samarinda berada di dataran rendah dengan ketinggian rata-rata antara 10 dan 20 meter di atas permukaan laut. Sungai Mahakam, bersama dengan anak-anak sungainya yang bermuara ke laut melintasi kota ini. Dengan bentuk tanah yang datar, air hujan sulit mengalir dengan cepat, menyebabkan genangan ketika curah hujan tinggi. Selain itu, banjir sering diperburuk oleh pasang surut air Sungai Mahakam, terutama di wilayah di sekitar bantaran sungai seperti Samarinda Ilir, Samarinda Ulu, dan Sungai Pinang.
Penyebab Banjir di Kota SamarindaÂ
Menurut Sulaiman et al. (2020), ada dua kelompok utama penyebab banjir di Kota Samarinda, yaitu:
1. faktor alam: faktor alam termasuk curah hujan yang tinggi, pasang surut Sungai Mahakam, dan sifat tanah yang kurang menyerap air.
2. faktor manusia: faktor manusia termasuk perubahan tata guna lahan, pertumbuhan penduduk yang pesat, dan kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan.
Dengan mengubah lahan menjadi area permukiman dan industri tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan dilanjutkan daerah resapan air yang menghilang. Selain itu, sistem drainase kota semakin terganggu karena pembangunan jalan dan perumahan yang menutup saluran air alami. Karena menghambat aliran air dan mempercepat terjadinya genangan air, tumpukan sampah di parit dan sungai juga merupakan salah satu masalah besar di Kota Samarinda.
Dampak Banjir terhadap Kehidupan Masyarakat Kota SamarindaÂ
Di Kota Samarinda, banjir berdampak sosial, ekonomi, dan juga kesehatan. Â Air dengan ketinggian antara 30 cm dan lebih dari 1 meter tergenang di ribuan rumah warga setiap tahun. Â Karena banyak jalan utama ditutup, aktivitas ekonomi pun terhenti. Selain itu, sekolah sering diliburkan selama banjir besar, yang mengganggu sektor pendidikan di Kota Samarinda.
Dari perspektif kesehatan, genangan air yang kotor merupakan tempat nyamuk dan bakteri berkembang biak, yang meningkatkan risiko diare, leptospirosis, dan demam berdarah. Selain itu, masyarakat mengalami trauma, stres, dan kehilangan harta benda sebagai akibat dari banjir yang berulang. Banjir memperburuk kualitas hidup masyarakat dan merusak infrastruktur Kota Samarinda.
Upaya dan Strategi Penanggulangan Banjir di Kota SamarindaÂ
Pemerintah Kota Samarinda telah mengambil berbagai tindakan untuk mencegah banjir. Berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dalam RPJMD 2021--2026, beberapa strategi ditetapkan, termasuk pembangunan dan perbaikan sistem drainase kota; normalisasi sungai dan pembuatan kolam retensi di beberapa lokasi yang rentan terhadap banjir; pembangunan tanggul dan pintu air di sekitar Sungai Karang Mumus; penghijauan kota dan pembuatan sumur resapan di daerah permukiman padat; dan pendidikan publik tentang pentingnya menjaga kebersihan dan fungsi saluran air.
Namun, beberapa hambatan masih dihadapi dalam pelaksanaannya, termasuk keterbatasan anggaran, tumpang tindih kewenangan antar instansi, dan rendahnya partisipasi masyarakat. Menurut Sulaiman et al. (2020), pengendalian banjir bergantung pada kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam penerapan konsep pengelolaan lingkungan berkelanjutan.
Peran Masyarakat dalam Mitigasi Banjir
Untuk mengurangi risiko banjir, peran masyarakat sangat penting. Â Beberapa tindakan yang dapat diambil termasuk menghindari membuang sampah sembarangan, menciptakan lubang biopori di sekitar rumah, dan mempertahankan vegetasi di area kosong untuk berfungsi sebagai tempat resapan air. Â Salah satu bentuk mitigasi berbasis komunitas yang efektif adalah kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong untuk membersihkan parit dan saluran air.
Untuk membangun budaya yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, pendidikan lingkungan yang lebih baik diperlukan di sekolah dan organisasi masyarakat. Salah satu cara untuk membuat kota Samarinda lebih tahan terhadap bencana banjir adalah melibatkan masyarakat secara aktif dalam program "Samarinda Zero Flood 2030" yang dicanangkan oleh pemerintah daerah.
Kesimpulan
Banjir di Kota Samarinda adalah masalah kompleks yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan solusi teknis. Sebaliknya, penyelesaiannya membutuhkan pendekatan yang melibatkan berbagai aspek. Â Permasalahan ini disebabkan oleh kondisi geografis yang datar, curah hujan yang tinggi, dan aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Â Untuk memperbaiki tata ruang, memperkuat sistem drainase, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan, diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan masyarakat.
Seperti yang dijelaskan oleh Sulaiman et al. (2020), upaya yang berkelanjutan dan berbasis ilmiah adalah dasar untuk mengurangi kemungkinan banjir di masa depan. Samarinda bisa menjadi kota yang makmur dan tangguh terhadap bencana alam dengan kerja sama yang baik.
Referensi:
Â
Sulaiman, A., Rahmad, T., & Nurhayati, L. (2020). Analisis Penyebab Banjir di Kota Samarinda. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI