Mohon tunggu...
raihana kartikasari
raihana kartikasari Mohon Tunggu... Guru - MAHASISWA

travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Perpustakaan dalam Membangun Budaya Membaca di Masyarakat

31 Juli 2023   00:23 Diperbarui: 31 Juli 2023   00:30 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Pendahuluan Latar Belakang 

Menghadapi era globalisasi, teknologi dan informasi serta dalam rangka merebut pasar bebas tahun 2010, masyarakat dan bangsa Indonesia harus meningkatkan seluruh potensi yang dimiliki agar dapat bersaing. Penguasaan teknologi, informasi, ilmu pengetahuan serta wawasan luas harus dimiliki oleh setiap anak bangsa ini. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat. 

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pasal 5 ayat (1) juga menyatakan "Setiap Warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Namun dalam kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, yaitu rendahnya tingkat partisipasi pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan serta relevansi pendidikan yang kurang memperhatikan perkembangan IPTEK dan dunia kerja. Hal ini diperburuk dengan kondisi masyarakat yang buta huruf. 

Berdasarkan data Education for All Global Monitoring Report tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-8 dengan populasi buta huruf sekitar 18,4 juta orang. Sedangkan pemerintah melalui APBN hanya mampu memelek-hurufkan 150 ribu orang per-tahun. 

Memang dari tahun ke tahun ada kecenderungan minat baca masyarakat kita meningkat namun peningkatan itu lambat. Dari telaah yang dilakukan dapat diidentifikasi tiga persoalan yang dihadapi dalam upaya mengembangkan budaya baca. Pertama, jumlah orang yang mempunyai kebiasaan membaca masih kurang dan baru pada kalangan tertentu.

 Kedua, ragam yang dibaca masih terbatas, karena itu perlu ada usaha untuk mendiversitifikasikan bahan bacaan agar lebih beragam dan terutama pada bahan bacaan yang mempunyai arti dalam kehidupan. Ketiga, proses penyebarluasan budaya baca dan pendiversifikasian materi bacaan selama ini berlangsung alamiah, sehingga kecepatannya lambat sementara irama tantangan begitu cepat. Pengembangan budaya baca merupakan amanat GBHN. 


Di sana dikemukakan perlunya ditumbuhkan "budaya baca". Selaras dengan amanat GBHN, perlu ditumbuhkan budaya baca melalui gerakan nasional untuk membangkitkan minat dan kesadaran membaca di kalangan masyarakat secara lebih terarah, terpadu dan berkelanjutan menuju masyarakat belajar. Gerakan ini dapat dilakukan bersama-sama dengan Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara. Oleh karena itu, peran dan fungsi perpustakaan harus diberdayakan seoptimal mungkin .

  • Permasalahan

 Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diajukan oleh penulis adalah "Sejauh mana perpustakaan lebih berperan dalam membangun budaya membaca di masyarakat untuk mencapai tujuan bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa?"

Perpustakaan Pengertian perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual.  Sedangkan menurut Keputusan Presiden RI No.11 menyatakan bahwa perpustakaan adalah salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempunyai fungsi sebagai sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.) 

Budaya Baca Budaya baca merupakan salah satu ukuran kemajuan suatu masyarakat atau bangsa. Masyarakat atau bangsa yang telah maju telah menjadikan membaca sebagai salah satu kebutuhan hidupnya yang tidak kalah penting dibandingkan dengan kebutuhan lainnya yang sifatnya fisik atau sosial. Ada buktibukti kuat mengenai terdapatnya hubungan antara kemajuan suatu bangsa dengan budaya baca yang tumbuh dalam masyarakatnya. 

Membaca merupakan proses belajar. Adanya budaya baca merupakan indikator dari masyarakat yang gemar membaca (reading society) dan masyarakat yang gemar membaca merupakan prasyarat menuju masyarakat belajar (learning society). Dalam masyarakat belajar, buku merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Dimana-mana kelihatan orang-orang asyik membaca, baik sebagai suatu kegiatan pokok maupun dalam mengisi waktu senggang. 

Bagi mereka, membaca merupakan bagian dari aktualisasi diri. Sementara itu, dewasa ini membaca baru membudaya pada sebagian kecil dari lapisan tertentu masyarakat Indonesia, yaitu: kalangan intelektual, tokoh-tokoh masyarakat dan agama serta mereka yang karena kedudukan dan tugasnya dituntut untuk selalu membaca. 

Di pihak lain pada sebagian Masih terasa ganjil jika misalnya sesorang menjadikan buku sebagai hadiah pernikahan, perlombaan atau kegiatan lainnya, suatu kebisaan yang telah lazim di negara-negara yang masyarakatnya telah mempunyai budaya membaca. Mengingat membaca merupakan suatu bentuk kegiatan budaya, maka untuk mengubah perilaku masyarakat agar gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya/tingkah laku. 3) Kemampuan membaca orang Indonesia juga termasuk rendah. 

Di tingkat sekolah, menunjukkan masih belum adanya kebiasan membaca pada anak-anak SD. "The Reading Habit does not Appear to be Established Among Primary School Pupils" Laporan itu mencatat keadaan serupa juga ditemukan pada siswa SMP yang diteliti. 4) Penelitian itu juga mengungkapkan adanya korelasi antara tingkat pendapatan perkapita suatu negara dengan prestasi membaca siswa. 

Di sekolah ditemukan juga korelasi antara kemampuan membaca dengan status sosial, ekonomi, kualitas pendidikan secara keseluruhan, waktu yang disediakan di sekolah untuk membaca ketersediaan bahan bacaan, apresiasi yang diberikan kepada siswa untuk membaca, dan lain-lain. 

Tampilnya Selandia Baru sebagai negara yang kemampuan murid-muridnya (di tingkat SD) sebagai yang tertinggi di dunia antara lain disebabkan karena lebih banyak waktu yang diberikan untuk pelajaran ini terutama di kelas-kelas awal SD, di samping komitmen guru dan ketepatan metode yang digunakan. 

Di negera itu, murid kelas 3 SD sudah pandai membaca surat kabar. Studi lain yang dilakukan oleh IEA (International Education Association) mengungkapkan bahwa kemampuan membaca kritis anak-anak Indonesia berusia antara sekitar 10 tahun berada pada peringkat 26 dari 27 negara yang disurvai. Ketidakmampuan ini berkaitan dengan berbagai variabel eksternal dan internal, baik di sekolah maupun di luar sekolah khususnya keluarga. 

Di kalangan mahasiswa, keadaan serupa juga terjadi. Banyak keluhan mengenai kurangnya minat dan kemampuan mahasiswa untuk membaca. Begitu juga di perpustakaan umum maupun khusus, jumlah pengunjung umumnya kurang dibandingkan dengan di negara-negara lain. 

Sementara itu, upaya memberantas buta huruf akan kurang banyak artinya tanpa diikuti oleh usaha penguatan berupa tumbuhnya budaya baca. Dari studi yang dilakukan ditemukan bahwa banyak anggota masyarakat yang semula telah mampu membaca, akhirnya hilang kembali kemampuannya karena tidak diikuti oleh pembiasaan membaca. Mereka buta aksara kembali dan hasil belajar yang diperolehnya hilang. Tantangan yang dihadapi dalam usaha memberantas buta aksara masih cukup berat karena masih terdapat sekitar 18,4 juta penduduk yang masih mengalami buta aksara. 

  • Jumlah Buku 

Karena belum meluasnya budaya baca, sarana yang ada berupa perpustakaan dan taman-taman bacaan belum termanfaatkan secara maksimal, sementara daya serap terhadap buku-buku yang diterbitkan masih rendah, seperti sering dikeluhkan oleh penerbit. Studi yang dilakukan oleh Ditjen Diklusepora terhadap Taman Bacaan Masyarakat (TMB) mengungkapkan bahwa daya tarik suatu taman bacaan berkaitan dengan lima faktor. 

Pertama, pelayanan yang ramah, membuat masyarakat tertarik untuk memanfaatkan taman bacaan. Kedua, ragam bacaan. Semakin banyak ragam bacaan, semakin banyak masyarakat yang berminat untuk datang ke taman bacaan. Bacaan yang banyak menarik minat masyarakat adalah agama, komik dan keterampilan. Ketiga, tempat tidak perlu terlalu mewah karena justru akan membuat masyarakat kurang akrab; yang penting bersih dan cukup luas. 

Keempat, untuk menjaga agar ada keragaman bahan bacaan, dilakukan pertukaran antara taman-taman bacaan mengenai buku yang disediakan di tamantaman bacaan. Pertukaran dilakukan secara periodik, misalnya sebulan sekali untuk buku-buku yang hanya ada pada taman bacaan tertentu. 

Kelima, cara penyajian yang disukai adalah yang populer, tidak terlalu serius dan disertai dengan ilustrasi gambar. Mengenai jumlah buku yang diterbitkan, suatu laporan Bank Dunia mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang ketinggalan dibandingkan sejumlah negara lain termasuk negara berkembang. 

Pada tahun 1990 Indonesia menerbitkan 1.500 judul buku atau rata-rata 8 judul untuk setiap sejuta penduduk. Pada saat yang sama, Malaysia menerbitkan 203 judul, Philipina 18, India 15 dan Korea 933 untuk setiap sejuta penduduk. 

Menurut laporan itu, jumlah seluruh judul buku yang pernah diterbitkan di Indonesia baru mencapai 60.000, termasuk buku pelajaran yang menguasai 70% pasar perbukuan di Indonesia. Sementara itu, setiap tahun saja, Jepang yang berpenduduk 120 juta menerbitkan 30.000 judul buku dan Inggris yang berpenduduk 57 Juta menerbitkan 50.000 judul buku tiap tahun.

  • Budaya Membaca 

Setelah masyarakat pengguna termotivasi untuk membaca, langkah selanjutnya adalah bagaimana mempertahankan kondisi tersebut dan meningkatkannya menjadi budaya baca. Penekanan pentingnya proses menuju masa literer, merupakan titik tolak dari budaya membaca. Masa literer adalah masa di mana kondisi masyarakat sangat senang membaca dan sudah terbiasa dengan budaya menulis. 

Dalam upaya menanamkan budaya membaca, dapat dimulai dari lingkungan masyarakat yang paling kecil, yaitu keluarga. Perlunya keteladanan dari orang tua untuk senang melakukan aktifitas membaca, akan memberi dampak positif bagi putra-putrinya. 

Karena pada usia dini otak mereka akan merekam isi bacaan apapun yang disampaikan orang tuanya dalam gaya cerita. Hal ini telah dipraktekkan dan menjadi tradisi di Jepang dengan gerakan 20 Minutes Reading of Mother and Child. 

Gerakan ini menganjurkan seorang ibu untuk membacakan anaknya sebuah buku yang dipinjam dari perpustakaan umum atau sekolah selama 20 menit sebelum anaknya pergi tidur.6) Budaya membaca yang sudah terbangun di masyarakat, tidak hanya menumbuhkan kesadaran membaca, akan tetapi bisa menciptakan rasa mendalam kecintaan pada ilmu pengetahuan, penghayatan isi informasi yang terkandung dalam buku itu serta estetika membaca. Kemampuan membaca inilah yang akan dapat menunjang motivasi untuk belajar, dalam meningkatkan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. 

  • Implikasi

 Dari argumentasi di atas, maka sebagai implikasi dari pembahasan ini ada beberapa faktor penyebab persoalan lemahnya budaya baca, adalah sebagai berikut: Pertama, kurangnya motivasi dan minat untuk membaca pada sebagian besar masyarakat Indonesia. 

Meskipun ada kecenderungan meningkat, secara umum motivasi dan minat sebagian besar masyarakat kita untuk membaca masih kurang. Ada anggapan luas bahwa tanpa membaca sekalipun, seseorang bisa memperoleh sesuatu atau melakukan sesuatu. Belum ada rasa ketergantungan pada membaca Kedua, menyangkut ketersediaan bahan bacaan. 

Bahan bacaan masih kurang baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Kalaupun bahan bacaan itu tersedia, harganya masih di luar jangkauan sebagian besar masyarakat kita. Ketiga, menyangkut ketergantungan dan kesesuaian bahan bacaan, baik keterjangkauan dari segi fisik (jarak), alam pikiran, isi maupun harga. 

Faktor ini berkaitan juga dengan daya tarik dan cara penyajian bahan bacaan yang ada. Misalnya, buku yang disiapkan untuk usia anak-anak tapi perspektif yang dipakai adalah orang dewasa. Atau buku itu terlalu syarat dengan pesan moral yang menimbulkan kebosanan pada anak atau pembaca lainnya. 

Dari ketiga faktor di atas, maka sebagai momentum penting dalam mengoptimalkan budaya baca perlu adanya kegiatan sinergis terutama peranan perpustakaan dalam mendukung pendidikan masyarakat, khususnya budaya membaca. Prasyarat pertama bagi tumbuhnya budaya baca adalah adanya apresiasi terhadap orang yang membaca, bukan dianggap sebagai perilaku yang gagah-gagahan seperti anggapan selama ini. 

Oleh sebab itu, perlu ditumbuhkan iklim yang memungkinkan dan menantang orang untuk membaca. Untuk menumbuhkan budaya baca, perlu ada gerakan nasional budaya baca, seperti dilontarkan oleh Mendiknas Bambang Sudibyo, pada saat memperingati Hardiknas dan Bulan Baca Nasional di Jakarta pada bulan Mei 2006. 

Gerakan ini dimaksudkan untuk lebih mendorong dan mempercepat semakin tumbuhnya minat baca pada semua lapisan masyarakat Indonesia melalui pendekatan lebih sistematis. Gerakan ini juga bertujuan untuk lebih mendiversifikasikan bahan bacaan yang tersedia dalam masyarakat. 

Hal yang perlu mendapat perhatian adalah mendorong minat dan kegemaran membaca masyarakat ke arah bacaan yang lebih berguna dalam kehidupan, tanpa bermaksud mengendalikan pilihan masyarakat. 

Bersamaan dengan itu perlu diusahakan keterjangkauan bahan bacaan oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga kendala aksesibilitas bahan bacaan dan kesesuaian dengan tingkat serta alam pikiran masyarakat dapat dikurangi seminimum mungkin. Populasi yang menjadi sasaran gerakan ini adalah seluruh masyarakat, terutama lapisanan masyarakat yang gemar membaca dan akses terhadap sumber bacaan. 

Seperti keluarga yang kurang mampu, masyarakat desa, masyarakat umum di perkotaan, kalangan pemuda dan peserta didik di sekolah. Usaha ini bersamaan dengan pemberantasan buta aksara yang masih mencapai 18,4 juta jiwa. Dengan demikian, akan tercipta masyarakat yang membaca dan membaca merupakan acak hidup semua orang (reading for all). 

Agar tujuan gerakan ini tercapai, diperlukan identifikasi secara lebih spesifik terhadap kebutuhan setiap strata sosial dalam masyarakat terhadap jenis dan ragam bacaan. Sejalan dengan itu, perlu dikembangkan motto yang dikampanyekan secara luas kepada seluruh lapisan masyarakat, misalnya: "Tiada Hari Tanpa Membaca", "Sudahkah Anda Membaca?", dan lain-lain. Untuk lebih mendifusikan gerakan ini, Kiranya perlu ditetapkan "Hari Baca Nasional" untuk mengingatkan orang akan pentingnya membaca 

  • DAFTAR PUSTAKA

Amaluddin, Laode. "Meningkatkan Kinerja Kepala Sekolah". 2005. Adiningsih, Neni Utami. "Bekam dan Harganas". http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/062006/29/0901.html Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia, 1991. Baderi, Athaillah. "Meningkatkan Minat Baca Masyarakat Melalui Suatu Kelembagaan Nasional". Pidato Pengukuhan Pustakawan Utama PNRI. Fadjar, A. Malik. "Renungan Hardiknas". 2004. http://www.sulsel.diknas.go.id/dati 1/contain.php?Main=artikel&id=67. Hadikusumo, M. Afnan. "Memotivasi Masyarakat ke Perpustakaan" http://www.dprddiiy.go.id/index.cfm?x=artikel-detil&id-berita=22112005220330 Indonesia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2003 "Kinerja Perpustakaan dan Budaya Minat Baca Masyarakat Indonesia". Laporan Kegiatan Temu Karya Nasional Tahun 2000 http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200005/laporan3.htm Kompas. "Minat Baca Semakin Jauh dari Membudaya". http://www.kompas.com/kompascetak/0606/20/humaniora/2742078.htm Merati, G. Widiadnyana. "Perpustakaan Dalam Era Teknologi Informasi". http://www.geogle.co.id/search?q=kinerja+perpustakaan&hl=id&1r=&start=10&sa=N "Menggalakkan Budaya Membaca dan Rasa Ingin Tahu Dari Dalam Diri". http://www.unair.ac.id/detail-gubes.php?nip=130517193  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun