Mohon tunggu...
Dr. Raiders Salomon Marpaung.
Dr. Raiders Salomon Marpaung. Mohon Tunggu... Lainnya - Guru Olahraga Purna Tugas

Nama :Dr. Raiders Salomon Marpaung, MM. Alamat :Jl. Toram I No. 5, Jakarta 11820 Tempat, tanggal lahir :Bandung, 18 April 1962 Status : Menikah Pekerjaan: Purna Tugas Guru PJOK di SMPK 6 PENABUR Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[RTC] Aku Bangga Jadi Anak Pahlawan

10 November 2021   00:22 Diperbarui: 10 November 2021   00:25 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokpri: Raiders & Fam di Taman Makam Pahlawan Nasioanal Kalibata)

Beberapa tahun yang lalu aku terkejut dengan pernyataan seseorang yang menyatakan dirinya bangga menjadi anak PKI. Yang lebih mengejutkan lagi, pernyataan itu disampaikan oleh seseorang yang menyandang status anggota DPR RI dari Fraksi PDI perjuangan.

Status sebagai anggota DPR RI di negeri ini adalah status yang sangat terhormat dan berpengaruh. Orang yang bangga menjadi anak PKI itu adalah Ribka Tjiptaning Proletariati, anak anggota Biro Khusus PKI Mas Soeripto Tjondro Saputro.

Keterkejutanku berlanjut dengan keprihatinan. Bagaimana tidak prihatin, pernyataan tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku dengan judul "Aku Bangga jadi Anak PKI". Suatu fakta yang tadinya malu atau bahkan takut apabila nama kita dikaitkan dengan nama organisasi terlarang "PKI", sekarang menjadi kebanggaan (paling tidak untuk Tjiptaning).

Suatu hal yang wajar apabila seorang anak secara pribadi bangga pada pribadi orang tuanya. Mengapa demikian? Karena pada hakekatnya orang tua pasti akan melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Seorang koruptor, bahkan seorang pembunuh, tetap berupaya menjadi orang tua yang baik dimata anak-anaknya. Tetapi menjadi kurang wajar atau bahkan tidak wajar apabila kebanggaan itu dikaitkan dengan sepak terjang orang tuannya dalam berperilaku atau beraktivitas yang ternyata menyandang status "memalukan". Aku khawatir, suatu saat nanti akan terbit buku dengan judul "Aku Bangga jadi Anak Koruptor", atau "Aku Bangga jadi Anak Pembunuh".

Di hari pahlawan ini (10/11/2021) aku merenungkan tentang ayahku. Ayahku adalah seorang tentara pejuang. Beliau sejak masa remaja sudah berjuang meninggalkan kedua orang tua dan saudara-saudaranya bergabung dengan Laskar Rakyat untuk menentang penjajahan Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan tugas pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan negara. Secara usia beliau belum memenuhi syarat untuk bergabung dengan BKR karena masih terlalu muda (15 tahun). Tetapi karena keinginannya yang begitu besar untuk turut serta dalam perjuangan, beliau mengaku sudah berusia 17 tahun sehingga bisa bergabung dengan BKR.

Ayahku berjuang terus menerus di wilayah perjuangan Sumatera Utara sejak masih berstatus Laskar Rakyat, BKR, meningkat menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), sampai menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam perjuangan, ayahku mendapat julukan si "Geleng" dari rekan-rekannya yang usianya lebih tua.

Geleng itu bahasa batak yang artinya kecil, karena memang postur ayahku masih tergolong kecil dibandingkan rekan-rekan seperjuangannya. Suatu saat, Kodam Bukit Barisan diminta bantuan personil untuk membantu menumpas pemberontakan di wilayah Jawa.

Dibentuklah satu Batalyon yang anggotanya adalah prajurit pilihan dengan tugas tempur. Karena prestasinya di medan pertempuran, ayahku terpilih menjadi salah satu personilnya. Batalyon tersebut dipimpin oleh seorang perwira bermarga Malau, sehingga mendapat julukan Batalyon si Malau.

Ayahku pun sebagai seorang pemuda berangkat berjuang untuk bertempur ke wilayah Jawa. Semakin jauh meninggalkan kedua orang tua dan saudara-saudaranya di Sumatera Utara. Berbagai operasi militer dijalani ayahku dengan selamat sehingga mendapat berbagai penghargaan dari pemerintah.

Penghargaan itu antara lain Satyalencana GOM, Medali Sewindu, Satyalencana Penegak, Satyalencana Kesetiaan, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Gerilya dan Lencana Cikal Bakal TNI.

Satyalencana Gerakan Operasi Militer (GOM) adalah tanda kehormatan jenis Satyalencana Peristiwa yang diberikan kepada anggota Angkatan Bersenjata dalam memberantas kekacauan yang dilakukan oleh gerombolan bersenjata. Tanda kehormatan diberikan untuk meningkatkan dan memelihara moral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Salah satu operasi militer yang dijalani ayahku adalah operasi pagar betis. Operasi militer tersebut bertujuan untuk menangkap Kartosoewirjo yang adalah pemimpin pemberontakan DI/TII. Pada saat menjalani operasi tersebut, ayahku yang sudah berkeluarga harus berjuang meninggalkan keluarganya, termasuk meninggalkan aku yang masih ada di dalam rahim ibuku.

Operasi itupun berjalan sukses dengan keberhasilannya menangkap Kartosoewirjo hidup-hidup. Pada saat pulang, berkumpul kembali dengan keluarganya, aku sudah terlahir ke dunia ini. Itu sebabnya aku diberi nama "Raiders" (pasukan tempur) oleh ayahku, yang tidak bisa mendampingi ibuku pada saat melahirkan aku karena harus berjuang menumpas pemberontakan.

Penghargaan lainnya adalah Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia. Medali ini adalah tanda kehormatan yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan bagi warga negara Indonesia yang secara berkesinambungan dan berturut-turut dari tanggal 5 Oktober 1945 sampai 5 Oktober 1953 atau selama satu windu atau delapan tahun menjadi anggota korps militer.

Berikutnya Satyalencana Penegak, penghargaan ini diberikan kepada anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang secara aktif sedikit-dikitnya 30 hari sejak 1 Oktober 1965 sampai tanggal yang ditentukan oleh Menteri Utama Bidang Pertahanan Keamanan dalam gerakan pembersihan dan pemberantasan G-30-S PKI. Saat itu ayahku sudah menjadi anggota Polisi Militer Kodam Siliwangi yang diperbantukan ke Kodam Jaya.

Ayahku ditugaskan di Rumah Tahanan Chusus (RTC) Salemba. RTC Salemba saat itu di khususkan untuk para tahanan anggota PKI, termasuk Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri. Letnan Kolonel Untung adalah Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang memimpin Gerakan 30 September pada tahun 1965.

Selanjutnya Satyalencana Kesetiaan, lencana ini adalah sebuah tanda penghargaan yang dikeluarkan dan diberikan kepada anggota angkatan perang Republik Indonesia yang pernah berbakti selama beberapa windu: 8 tahun, 16 tahun dan 24 tahun terus-menerus.

Bintang Kartika Eka Paksi, tanda jasa ini menurut bahasa Sanskerta, yaitu burung perkasa yang tiada tandingannya, yaitu tanda kehormatan yang dikeluarkan oleh TNI Angkatan Darat untuk prajurit yang telah menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan dan jasa-jasa luar biasa.

Bintang Gerilya, tanda jasa ini adalah sebuah tanda kehormatan yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia kepada setiap warga negara RI yang menunjukkan keberanian, kebijaksanaan, dan kesetiaan yang luar biasa dalam mempertahankan republik semasa revolusi antara tahun 1945-1950, terutama saat Agresi Militer Belanda I (20 Juni 1947 - 22 Februari 1948) dan Agresi Militer Belanda II (18 Desember 1948 - 27 Desember 1949). Para pahlawan penerima bintang gerilya berhak untuk dimakamkan di makam pahlawan.

Suatu ketika dalam suatu perjalanan, aku bersama ayahku melintasi Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata. Pada saat itu ayahku berkata kepadaku: "jika bapak sudah tidak ada, kalian tidak usah repot-repot. Kalian tinggal telpon Garnisun, negara akan mengurus segala urusan pemakaman bapak".

Tidak lama setelah peristiwa kerusuhan, tepatnya tanggal 20 Juli 1998, ayahkupun meninggalkan aku untuk selama-lamanya setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) akibat serangan stroke. Keluarga besar memutuskan bahwa ayahku akan dimakamkan di TPU Joglo, disatukan dengan makam ibuku yang telah mendahului delapan tahun sebelumnya. Segala urusan pemakaman sudah disiapkan sampai akhirnya salah seorang famili yang anggota marinir datang dan menanyakan rencana pemakaman ayahku.

Ia tidak setuju kalau ayahku dimakamkan di TPU Joglo. Iapun mengajak aku melapor ke Garnisun Tetap I/Jakarta, persis seperti yang dipesankan ayahku semasa hidupnya. Setelah menunjukkan tanda jasa yang dimiliki ayahku, pihak Garnisun langsung menetapkan bahwa ayahku berhak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.

Akhirnya pada saat waktu pemakaman tiba, satu pasukan tentara dan mobil jenazah militer datang bersamaan dengan mobil jenazah dari Yayasan pemakaman. Sesuai protokoler dari Garnisun, maka kami pun menyerahkan jenazah ayah kami kepada negara lewat sebuah upacara serah terima jenazah yang dipimpin oleh seorang perwira berpangkat Kapten. Yang mewakili keluarga untuk menyerahkan jenazah ayahku adalah sepupuku yang sekarang berpangkat AKBP dan menjabat sebagai Kasubdit VI Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Suatu waktu aku kedatangan anggota Kodim Jakarta Barat menanyakan tentang ayahku. Anggota Kodim tersebut tidak tahu kalau ayahku sudah meninggal. Rupanya kedatangannya adalah untuk menyerahkan Lencana Cikal Bakal TNI yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto (sebelum beliau lengser).

Lencana tersebut diberikan untuk mengenang pengabdian para Mantan Anggota Badan Keamanan Rakyat dalam mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan, dan yang melanjutkannya sebagai Anggota Tentara Nasional Indonesia yang dipandang perlu diberikan penghargaan atas segala pengabdian serta pengorbanan yang telah diberikan, baik pada kurun waktu Perjuangan Kemerdekaan maupun pada era Pembangunan Nasional.

Para Mantan Anggota BKR yang dimaksud adalah mereka yang terusmenerus menjadi Anggota BKR sejak saat pembentukan BKR hingga pembentukan TNI dan sesuai dengan jasajasanya dalam membela serta mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ternyata setelah ayahku meninggal dunia pun, beliau masih menerima penghargaan dari pemerintah. Nama ayahku pun tercatat pada tembok abadi Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata. Tak terbantahkan, ayahku adalah seorang pahlawan, dan "Aku Bangga jadi Anak Pahlawan".

  Dokumentasi Rumah Pena Inspirasi Sahabat
  Dokumentasi Rumah Pena Inspirasi Sahabat

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun