1. Undang-undang No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum.
2. Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susduk MPR, DPR, DPRD.
3. Undang-undang No. 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung.
4. Undang-undang No. 5 Tahun 1973 tentang Susduk BPK.
5. Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menjadi landasan kerja bagi MA dan Badan-badan Peradilan lainnya, sedangkan mengenai MA pengaturannya terdapat di dalam UU No. 14/1985.
Di masa Orde Baru keinginan untuk merubah UUD 1945 dengan mempergunakan Pasal 37 UUD 1945 dianggap masalah yang harus diwaspadai hal ini mungkin didasarkan pada pengalaman konstituante dalam usaha membentuk Undang-Undang Dasar pada tahun 1956-1959 menunjukkan betapa hal itu dapat menimbulkan perpecahan bangsa Indonesia. Ini disebabkan karena keinginan masing-masing golongan menjadi lebih dominan dibandingkan dengan keinginan bangsa sebagai satu kesatuan.
Mundurnya Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998 menandakan berahirnya masa Orde Baru dan lahirnya era Reformasi sampai sekarang. Pada era Reformasi ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui salah satu Badan Pekerjanya membuka kesempatan kepada Warga Negara Indonesia untuk dipilih menjadi Anggota Komisi Konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Akan tetapi sangat disayangkan bahwa hasil kerja Badan Pekerja MPR periode 1999-2004 yang lalu tentang Amandemen UUD 1945 yang telah dikaji oleh Komisi Konstitusi belum tersosialisasikan sehingga terjadilah banyak aparatur negara yang belum mengetahui isi UUD 1945 yang telah di Amandemen, coba bayangkan kalau aparatur negara saja belum tahu isi UUD 1945 yang telah di Amandemen, apalagi rakyatnya. Oleh sebab itu Hidayat Nur Wahid selaku Ketua MPR (pada masa itu) sebagai lembaga yang mengemban amanat undang-undang untuk mensosialisasikan isi UUD 1945 yang sudah di Amandemen telah bersepakat dengan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI (pada masa itu) untuk segera mensosialisasikan isi UUD 1945 yang sudah di Amandemen kepada masyarakat dengan berbagai metoda dan media dengan biaya sekitar 22 milyard rupiah.
Besarnya anggaran sosialisasi ini menimbulkan Pro dan Kontra dikalangan masyarakat. Memang Amandemen UUD 1945 merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipahami oleh masyarakat dalam mengatur hak dan kewajibannya sebagai warga negara, akan tetapi bahwasanya saat itu adalah bukan waktu yang tepat untuk mengalokasikan anggaran sebesar 22 milyard untuk sebuah sosialisasi disaat masyarakat sangat memerlukan kebutuhan primer seperti pangan dan sandang.
Bagaimana kelanjutannya ?, gebrakan apa yang akan dilakukan oleh MPR sebagai lembaga pengemban tanggungjawab mensosialisasikan isi UUD 1945 yang sudah di Amandemen ini ? Kenyataannya sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum paham isi UUD 1945 yang telah di Amandemen. Bahkan kadang-kadang kita melihat tulisan di tembok-tembok yang berbunyi " kembali kepada UUD 1945" (sebelum di Amandemen).