Mohon tunggu...
rahmia yunita
rahmia yunita Mohon Tunggu... Lainnya - Administrasi Kebijakan Kesehatan

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Panic Buying Saat Pandemi covid 19

14 Agustus 2020   14:10 Diperbarui: 14 Agustus 2020   14:32 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Rahmia Yunita Sari Sihombing | Kesehatan Masyarakt

 Di tengah merebaknya virus Corona ini, pasti menyebabkan semua orang panik, ketakutan yang berlebihan dikarenakan bermunculannya berita-berita yang menakutkan seperti  kasus kematian semakin tinggi, kasus PDP juga semakin meningkat setiap hari. Sehingga menyebabkan Panic yang luar biasa.

Salah satu kepanikan  lainnya yaitu perilaku Panic buying atau perilaku  membeli barang-barang secara berlebihan dalam satu waktu yang di dasari karena kecemasan yang tinggi. Karena kecemasan tersebut setiap orang akan sulit dalam mengendalikan perasaan atau kehilangan kontrol diri. Ketika seseorang melihat ada masyarakat yang membeli barang melebehi batas sewajarnya maka orang yang melihat tersebut akan merasa khawatir, Panic karena akan kehabisan barang-barang  pokok. Itulah yang menyebabkan seseorang melakukan Panic buying.

Berdasarkan catatan dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) jumlah belanja harian naik 10% hingga 15% dibandingkan hari biasannya akibat aksi panic buying. Fenomena panic buying ini dapat menyebabkan kelangkaan barang akibat lonjakan permintaan dalam waktu singkat. Publikasi yang sama menyebutkan sekitar 450 juta orang saat ini menderita gangguan mental, dan hampir 1 juta orang melakukan bunuh diri tiap tahun.

Dari perspektif  ilmu saraf, ketika seseorang menghadapi ancaman seperti Covid-19, bagian otak yang memproses rasa takut dan emosi (amygdala) sudah terlalu aktif. Aktivasi tinggi ini mematikan pemikiran rasional untuk sementara waktu. Seseorang tidak dapat bernalar secara rasional, dan lebih mudah dipengaruhi oleh pemikiran kelompok, perilaku seseorang menjadi lebih irasional. Di sisi lain, ada bukti yang mengungkap bahwa fokus pada pembelian barang-barang ini merupakan reaksi perilaku terhadap perilaku stres dan ketidakpastian. Anggap saja sebagai bentuk terapi ritel, alih-alih membelanjakan pakaian terkini, konsumen membeli produk yang dibutuhkan terkait dengan penyelesaian masalah, yang dapat meningkatkan rasa kontrol mereka.

Aksi panic buying yang hanya akan menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan lebih lama. Selanjutnya, hal kerugian yang akan terjadi adalah keuangan rumah tangga terganggu. Belanja dalam jumlah banyak ternyata otomatis langsung diikuti oleh kelompok lainnya (menular). Dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah bisa saja tersedot. pani buying bisa kita kendalikan dengan lebih berpikir rasional dan lebih mengutamakan barang-barang yang sangat di butuhkan. Jadilah Smart buying atau cerdas belanja, yaitu belilah keperluan yang memang sangat dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk orang atau keluarga selama waktu tertentu yang rasional atau sesuai kemampuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun