Mohon tunggu...
Rachmatullah Rusli
Rachmatullah Rusli Mohon Tunggu... Dosen - dosen tetap di universitas Pamulang

Seorang dai kemanusiaan dan juga seorang dosen tetap di UNPAM. Aktifis di bidang sosial kemanusiaan serta aktif mengajak masyarakat untuk kembali kepada fitah kemanusiaan, dalam meraih kebahagiaan yang hakiki.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manajemen Marah dalam Islam

7 September 2022   06:36 Diperbarui: 7 September 2022   06:55 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali seseorang di hadapkan pada suasana kesal, karena apa yang terjadi tidak sesuai harapan atau kondisi dimana ia harus marah akibat respon suatu kejadian. Sebetulnya dalam hal merespon suatu kejadian adalah bagian dari fitrah manusia, atau sesuatu yang lumrah terjadi, karena manusia di berikan akal untuk memproses kejadian dalam bentuk respon. 

Tetapi dalam kenyataanya banyak orang yang menjadi korban emosi karena salah dalam mensikapi respon sehingga tidak mampu mengelola emosi dan harus menyesali di kemudian hari, bahkan menjadi pesakitan. Sebenarnya bagaimana islam mengajarkan kita mengelola emosi marah. Sebelum membahas lebih lanjut ada baiknya kita faham dulu apa sih emosi itu dalam ilmu psikology.

Pengertian emosi dalam ilmu psikologi adalah pola reaksi kompleks yang melibatkan pengalaman, perilaku, dan fisiologis (hormone, tekanan darah), yang digunakan untuk menangani masalah atau peristiwa penting yang dialami individu.  Singkatnya, emosi adalah respons terhadap kejadian yang menimpa seseorang. Mencakup Emosi senang, sedih maupun marah.  

Respon terhadap kejadian harus di manage dengan baik agar tidak terjebak pada suasana yang menjadikan hati manusia menjadi keras dan memperburuk keadaan. 

Dan marah adalah bagian dari respon emosi yang harus di kelola dengan baik. Memproses emosi menjadi sangat penting bagi diri dalam menghadapi masalah, karena dalam menghadapi masalah harus dengan emosi yang sepenuhnya terkendali. managemen emosi adalah upaya memproses emosi diri  dalam merespond (menghadapi) suatu kejadian (masalah). 

Seseorang yang berhasil mengelola emosinya dengan baik telah memiliki kecerdesan emosi. kecerdasan emosi yaitu Kemampuan diri dalam mengungkap dan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, juga mengelola dan memotivasi diri dengan baik serta membina hubungan baik dengan orang lain. 

Dalam islam cakupan kecerdasan emosi lebih luas lagi yaitu mencakup kecerdasan spiritual. 

Menurut al-Ghazali seseorang dapat mencapai tahap yang tinggi dalam kecerdasan emosi apabila mampu memandu hatinya (imannya) mengenal diri, mengenal Allah, mengenal akhirat dan mengenal alam. Hati yang dimaksudkan oleh al-Ghazali ialah hati yang sentiasa mengikat dirinya dengan peraturan dan tuntutan agama bukan hati yang dikawal setia oleh nafsu yang merusakkan. 

Hati orang yang beriman mempunyai ikatan dan hubungan yang kukuh dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Hati yang baik dalam islam adalah hati yang sentiasa ingat kebesaran Allah SWT, melakukan yang halal, meninggalkan yang haram dan menjauhi yang syubhah, takut jatuh kepada yang haram. 

Sedangkan hati yang rusak dalam islam adalah hati yang mudah dipengaruhi nafsu dan hasutan syaitan sehingga mudah melakukan maksiat kepada Allah SWT dan meninggalkan perintahNya.

Konsep ketenangan hati al-Ghozali

Ada 4 domain yang terdapat dalam konsep ketenangan hati al-Ghazali;

1.Mengenal Diri  (Makrifat al-Nafs)

Mengenal Diri menjadi konteks pendidikan pertama seseorang, sekiranya  ingin mencapai tahap emosi yang stabil dan cerdas. Dalam hal ini, al-Ghazl , berpendapat diri manusia terbagi kepada lahir (fisik) dan batin (rohani). Sebagaimana manusia mengenali tabiat dan sifat lahir yang dimilikinya, manusia juga perlu mengenali tabiat dan sifat batin yang tersembunyi dalam dirinya. 

Allah SWT menciptakan hati manusia dengan berbagai-bagai sifat dan ragam. Kadang hati manusia itu berkeluh kesah, kadang hati manusia itu tenang, kadang hati menjadi  pendendam, marah, gembira dan kadang hati manusia itu dalam keadaan takut dan bimbang. 

Semua perasaan yang ada dalam hati manusia ini memerlukan bimbingan dan panduan agar dia terus berada dalam landasan yang benar dan diridhoi Allah SWT. Dalam diri manusia ada sifat yang berpotensi merusak hati jika tidak dirawat dan dikawal dengan baik. 

Melalui pendekatan Mengenal Diri, seseorang bisa mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya dan berusaha berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan mulia di hadapan Allah SWT.

2.Kesadaran Rabbani  (makrifatullah )

Inti dari kesadaran Rabbani ialah menghayati sifat-sifat Allah Taala, kekuasaan Allah Taala atas diri, niat amal karena Allah Taala dan  menyandarkan hidup kepada Allah Taala. Kesadaran rabbani adalah pintu kepada alam ghaib yang wajib diimani oleh semua orang-orang Islam.  

Al-Ghazl  berpendapat apabila manusia mau melihat keajaiban kejadian mereka yang terdiri  tangan, kaki, kepala dan seluruh anggota badan yang saling berperan satu sama lain, itu sebenarnya menunjukkan kehebatan Allah SWT dalam penciptaanNya. 

Dengan memperhatikan  ini akan membawa manusia mengenal sifat dan nama Allah SWT serta kekuasaanNya, juga mampu meletakkan manusia sebagai hamba yang selalu bersyukur dan berserah diri kepadaNya. Mengenal Allah SWT bukanlah hanya melalui anggota badan saja, tetapi juga melaui perasaan emosi dan rohani.

3.Kesadaran Sosial (Makrifatul Alam)

Inti dari Kesadaran Sosial  ialah menerima peraturan alam (sunnatullah), bahwa kehidupan dunia bersifat sementara dan berusaha menghalau godaan dan tipu daya dunia. Makrifatul alam (Kesadaran  Sosial) adalah kesadaran menjadikan dunia dan alam nyata ini sebagai tempat persinggahan dan kehidupan manusia yang sementara. 

Dunia merupakan tempat manusia melakukan kebaikan, menerima ujian dan cobaan karena setelah itu manusia akan mendapat balasan dan ganjaran sesuai amalan yang dilakukan selama di dunia. Allah SWT menyediakan dunia sebagai medan ujian untuk manusia membina kehidupan dan mengumpulkan sebanyak mungkin amalan kebaikan yang bisa menjadi syafaat sewaktu dikumpulkan di padang mahsyar. 

Oleh sebab itu Allah Taala menguji manusia dengan ketakutan, kelaparan, kehilangan, kemiskinan, kematian dan lain-lain adalah semata-mata untuk melihat siapakah dalam kalangan hambaNya yang paling baik amalannya.

4.Mengenal akhirat (Makrifatul Akhirat)

Inti bagi Mengenal Akhirat  ialah mencapai keridhoan Allah Taala sebagai Tujuan hidup, akhirat tempat pembalasan baik dan buruk. Mengenal Akhirat adalah menyadari bahwa alam akhirat dipenuhi dengan berita-berita tentang syurga dan neraka serta perjalanan untuk sampai ke syurga dan neraka. 

Syurga disediakan Allah SWT kepada mereka yang beriman yang sabar dengan ujian dan ketentuan Allah SWT sewaktu hidup di dunia. dimana neraka akan dipenuhi dengan orang-orang kufur yang mengingkari perintah Allah SWT serta mereka yang menolak takdir dan ketentuan Allah SWT saat di dunia. 

Mengenal alam akhirat seperti memahami  tentang pembalasan buruk dan baik yang dilakukan oleh manusia sewaktu di dunia. Mereka yang bersabar dan redha dengan ketentuan Ilahi dan menyerahkan kehidupannya kepada Allah SWT akan mendapat ganjaran yang besar di sisi Allah SWT.

Islam melarang seseorang untuk marah

Rasulullah SAW pernah bersabda :

Artinya: "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga."

Larangan untuk marah itu sangatlah berdasar, karena orang yang marah adalah gambaran hati yang tidak tenang karena di kuasai oleh syetan. Orang yang marah akal dan pikirannya di butakan sehingga tidak di gunakan, sementara fisiknya di kendalikan secara penuh oleh syetan. 

Maka tampak oleh orang lain bahwa orang yang marah sepeti orang yang kesetanan berganti wujud seperti syetan. Dari mulutnya keluar kata-kata kotor, dari tangannya keluar tindakan yang tidak di benarkan. 

Oleh karena itu  dalam islam melarang orang yang sedang marah untuk mengambil kebijakan dan keputusan, karena berpotensi menjadi penyesalan yang berkepanjangan, saat akal belum mampu di fungsikan karena marah.

Disinilah letak pentingnya pengendalian diri seseorang ketika menghadapi respond emosi marah. saat marah hati menjadi keruh kemudian secara spontan menggiring pikiran cenderung  pada sesuatu yang negatif (buruk). Contohnya dalam kehidupan keseharian kita di perjalanan menuju tempat tujuan. 

Saat ada kendaraan lain di depan kita melakukan aksi kebut kebutan yang berakhir dengan pertengkaran, yang pertama terbersit sebelum akhirnya respond emosi marah muncul adalah pikiran yg menganggap bahwa orang tadi menganggap remeh kita, sehingga kita yang juga sedang berkendara di buat tersinggung dan akhirnya marah, 

coba jika kita mampu mengendalikan pikiran walaupun kita melihat aksi orang yang kebut kebutan tapi kita paksa menghadirkan pikiran kita dengan sesuatu yang positif seperti mungkin ada keperluan mendesak atau lainnya, niscaya respon kita akan mudah di kendalikan dan terhindar dari emosi marah di jalanan. 

Jadi pikiran positif sangat penting untuk bisa mengendalikan emosi marah yang berpotensi menguasai diri. Dengan pikiran positif seseorang akan mampu bersabar dan lapang menerima apapun kejadian yang diterima oleh indra nya.  

Marah yang di bolehkan dalam Islam   

Pada dasarnya emosi marah adalah fitrah manusia akibat dari respon terhadap peristiwa yang terjadi pada lingkungan sekitar. Tetapi marah yang seperti apa yang di bolehkan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa mengambil pelajaran dari tauladan kita baginda Rasulullah SAW. Yang tampak dari beberapa hadis berikut:

Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wassallam marah saat mendengar laporan bahwa dalam medan peperangan, Usamah bin Zaid membunuh orang yang sudah mengatakan la Ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah). Sedang Usamah membunuhnya karena menyangka orang itu melafalkan kalam tauhid hanya untuk menyelamatkan diri. Nabi menyalahkan Usamah dan berkali-kali mengatakan, "Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengatakan la Ilaha illallah?" (HR. al-Bukhari)

Raut wajah Nabi berubah karena marah, ketika sahabat merayu agar ia tak memotong tangan seorang wanita yang mencuri. Alasan mereka, ia adalah wanita terpandang dari klan Bani Makhzum, salah satu suku besar Quraisy. Nabi tegaskan, "Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan yang melanggar aturan Allah?" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Di lain waktu, Nabi melihat seorang lelaki memakai cincin emas. Melihat pelanggaran agama itu, Rasulullah marah. Ia lantas mencabut cincin lelaki itu dan melemparkannya ke tanah. "Salah seorang di antara kalian dengan sengaja menceburkan diri ke jilatan api dengan menggunakannya (cincin emas, penj) di tangannya," sabda Nabi (HR. Muslim)

Berdasarkan 3 hadis di atas sebagai manusia beliau juga pernah marah, tetapi marah bukan karena mempertahankan ego pribadi, karena kita mengenal beliau adalah sosok yang paling sabar ketika beliau di hina di ejek bahkan di ludahi oleh orang kafir quraish. Hinaan ejekan dan umpatan objeknya adalah personal, yang identik dengan ego. 

Maka beliau tidak pernah marah untuk mempertahankan ego pribadi martabat pribadi atau lainnya. 

Hadis hadis yang menggambarkan kemarahan beliau adalah marah yang di dasari pada penegakan dan penghinaan terhadap syariat dan agama islam yang sudah barang tentu terbebas dari kepentingan ego pribadi melainkan murni kepentingan agama Allah.maka inilah satu satunya alasan jika marah hanya boleh pada saat membela agama dan syariat Allah. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun