Mohon tunggu...
Rahmatul Ummah As Saury
Rahmatul Ummah As Saury Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis dan Editor Lepas. Pemilik www.omah1001.com

Ingin menikmati kebebasan yang damai dan menyejukkan, keberagaman yang indah, mendamba komunitas yang tak melulu mencari kesalahan, tapi selalu bahu membahu untuk saling menunjuki kebenaran yang sejuk dan aman untuk berteduh semua orang.. Kata dan Ingatan saya sebagian ditulis di www.omah1001.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Koalisi Firaun, Haman dan Qorun

22 November 2017   07:26 Diperbarui: 22 November 2017   08:43 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap zaman dan tempat selalu memiliki penguasa yang dzalim dan lalim seperti Firaun, elit agama, tokoh dan ilmuwan yang melacurkan teks-teks suci dan pengetahuannya untuk materi seperti Haman, dan pemodal serakah yang selalu menghisap darah dan keringat rakyat kecil seperti Qorun.

Di setiap zaman dan tempat, tiga koalisi tabiat dan karakter ini selalu bergandeng tangan dengan mesra. Ketika rakyat tergusur, di belakangnya selalu ada kepentingan pemodal, ketika rakyat melawan, selalu ada elit agama, tokoh masyarakat dan ilmuwan yang memediasi sebagai juru runding, dan kepada pemodal inilah kekuasan dan kebijakan akhirnya berpihak.

Tak terlalu sulit kita menelusuri karakter-karakter Firaun di sekeliling kita, semuanya jelas terekam dari setiap jejak kebijakan yang dibuat, kebijakan yang tak mengindahkan kepentingan warga dan rakyat jelas adalah kebijakan lalim dan dzalim, dan sifat lalim dan dzalim itu adalah bagian dari sifat-sifat yang dipraktikkan oleh Firaun ketika berkuasa, kebijakannya jelas satu arah, karena menurutnya rakyat adalah sahaya dan budak, rakyat dan warga adalah obyek pembangunan.

Begitu juga orang-orang kaya, selalu memiliki pandangan bahwa yang miskin itu rendah dan hina, tak pantas dihormati layaknya manusia, mereka yang berinfak dan bersedekah adalah tuan-tuan besar yang memberi makan para pengemis dan budak, padahal sesungguhnya sedekah itu bukan pertunjukan kebaikan, melainkan kewajiban yang memang seharusnya mereka lakukan.

Begitu pulalah Qorun membangun raksasa bisnisnya. Persis seperti para pemodal di negeri ini, bahkan di kota ini. Mempekerjakan orang laksana budak, sembari berkoar-koar kemana-mana, telah berkontribusi menciptakan lapangan kerja, membusungkan dan menepuk dada sebagai yang punya jasa besar, padahal di ruang kerjanya bertingkah sewenang-wenang, marah dan memaki karyawan yang tak bekerja sesuai keinginan dan seleranya,  memotong gaji, terhadap upah yang bahkan tak sesuai ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) itu.

Tapi semua berlangsung senyap, tak ada yang melawan dan tak ada yang protes dari para karyawan, meski mereka dibayar berkisar di angka 500 ribu hingga 800 ribu perbulan, alasannya mereka butuh kerja dan mencari pekerjaan yang layak tidaklah mudah, jadilah perbudakan itu abadi.

Elit agama  yang bertahta di mimbar, yang suaranya bisa menembus bilik-bilik tempat tidur, tak berani membaca dan membawakan ayat suci yang menyindir kekuasaan dzalim dan lalim, termasuk memprotes pengusaha Qorun yang serakah, pelit dan memeras keringat karyawannya, karena pendingin dan cat-cat rumah ibadah berasal dari si Qorun, dan honor-honor pengurusnya berasal dari anggaran yang ditetapkan dengan kebijakan penguasa, amanlah koalisi Qorun, Haman dan Firaun.

Lantas kepada siapa akhirnya rakyat berharap?Siapakah yang bisa mengalahkan koalisi besar yang nyaris sempurna itu? Dalam sejarah tak ada kekuasan dan materi yang abadi, Firaun, Haman dan Qorun akhirnya berakhir juga, tenggelam bersama kepongahannya. Seorang pemuda, yang justeru dibesarkan dan diasuh oleh Fir'aun, bernama Musa, menjadi simbol pendobrak kelaliman dan keserakahan itu.

Musa adalah pemuda yang tumbuh dan besar dalam asuhan Fir'aun, tetapi memiliki jiwa merdeka, tak seperti mereka yang diberi sesuap nasi oleh penguasa kemudian merendahkan dirinya seperti anjing penjaga keuasaan majikannya. Bagi Musa, apa yang dia makan dari Firaun dimaknai tak lebih dari sekedar hak-haknya yang dititipkan Tuhan lewat Firaun, sehingga tak membuatnya kehilangan kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih kebenaran dan kebajikan sebagai jalannya.

Maka, sebagaimana karakter Firaun, Haman dan Qorun yang senantiasa lahir di setiap zaman dan tempat, mestinya Musa juga lahir di setiap zaman dan tempat. Musa yang akan menjadi penentang utama kelaliman dan kedzaliman Firaun, keserakahan dan ketamakan Qorun, serta khutbah-khutbah penjilat Haman. Musa akan selalu hadir sebagai musuh sekaligus ancaman besar yang akan memusnahkan koalisi kedzaliman, kelaliman, penjilat dan keserakahan.

Termasuk (mungkin) juga di kota ini, di Kota Metro. Firaun, Haman dan Qorun yang bisa kini sedang mencengkramkan koalisinya. Tak mudah memang, di era yang serba buram ini, untuk menjelaskan tabiat dan perangainya seperti mudahnya mengenali Firaun, Haman dan Qorun di masa lalu, yang secara terang-terangan dan terbuka menunjukkan dan memamerkan kuasa, kesewenang-wenangan dan keserakahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun