Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semalam di Tebing

18 Agustus 2014   22:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:13 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingin merasakan petualangan yang berbeda dan 'sedikit' memicu adrenalin? Tidur di atas Hammock (ayunan) di  puncak gunung atau di pinggir pantai atau danau adalah hal biasa. Namun bagaimana jika menginap di atas Hammock di sisi tebing di ketinggian 300 meter dari tanah dan seorang diri? Baca ceritanya...

Sejak pertama kali melihat dan memanjat Gunung  Parang di Purwakarta di akhir tahun 2013, aku sudah berkeinginan untuk suatu saat akan camping di atas sana.  Dan beberapa waktu lalu niat itu kesampaian karena aku menggunakan Gunung Parang sebagai training camp dalam rangka persiapanku ke Everest Base Camp.

1408348803529997033
1408348803529997033

Awalnya di bayanganku adalah di atas sana ada tempat yg datar yg  bisa di jadiin camping area jadi aku tetap bawa tenda kapasitas 2 orang, plus hammock buat jaga-jaga.  Sesaat setelah makan siang dan shalat Duhur, pemanjatan di mulai. Team Badega Gunung Parang sudah mulai memasang tali-tali di tebing. Aku di temani 2 orang rekan dari Sekolah Panjat Tebing Merah Putih Indonesia (SPTMPI), Bob dan Mang Ngkos  memulai pemanjatan.  Dengan membawa day pack 40 liter di punggungku berisi peralatan dan logistic yang akan di gunakan selama semalam membuat aku agak sedikit kesulitan memanjat.  Namun akhirnya aku tiba di pitch 3 yang akan menjadi lokasi nge camp. awalnya aku sempat bingung karena di dinding tebing itu hanya ada area kecil seluas 1.5 x 0.5 meter dan ditumbuhi rumput. Untuk menggantung hammock pun agak sulit karena gantungannya terbatas dan jika hammock digantung akan membentuk  huruf U yg hanya bisa buat duduk. Akhirnya diputuskan untuk membuat 1 hanger tambahan agar hammock bisa terbentang. Di tengah pengeboran, hujan turun dengan deras. Aku lalu membentangkan fly sheet untuk melindungi barang-barang dan badan kami dari terpaan angin dan hujan deras.Kami yang saat itu berada di bibir tebing hanya mengandalkan tali-tali yang tersangkut di tebing.  Setelah hujan reda 15 menit kemudian, Bob yang bertanya apakah akan tetap lanjut sesuai rencana dan aku jawab, "Lanjut!!"

1408348838254470344
1408348838254470344

Pengeboran dilanjutkan  walaupun agak sulit  karena keterbatasan alat dimana Bob hanya menggunakan obeng dan martil untuk melubangi batu. Hari semakin sore, aku  meminta pengeboran di hentikan dan aku akan 'memanfaatkan' apa yang ada saja. Mang Ngkos dan Bob lalu turun dan meninggalkan aku sendiri di Pitch 3 di ketinggian sekitar 300 meter. Ohh..sekarang aku 'cliff alone!' Pemandangan waduk jatiluhur di kejauhan serta pemukiman penduduk nun jauh di bawah sedikit menjadi teman sepi .

Aku  mulai menggantung semua barang bawaan. Semua barang yang ada harus di gantungkan di hanger dengan menggunakan karabinner , termasuk aku! yahh, pesan kang Danni Badega, apapun yang terjadi, harness pengaman yang melekat di,maaf, selangkangan tak boleh di lepas. ada 3 tali pengaman yg terkait di harness -ku dengan panjang yang berbeda-beda. Tali pengaman yang paling panjang  untuk beraktifitas dengan jarak agak 'jauh'.

Senja mulai turun, dan gelap pun mulai menyelimuti kawasan Gunung Parang. Sayup-sayup terdengar suara keramain di perkampungan. Rekan-rekan JKers masih melakukan wisata desa jadi saung tempat mereka akan menginap masih sepi. sementara aku hanya bisa memotret sana- sini dengan menggunakan tongsis (karena gak ada yg bisa fotoin) dan tak lupa merekam video. Ini adalah pengalaman pertama aku melakukan camping di tebing setelah selama ini hanya camping di gunung, pantai, danau dan sekali pernah buka tenda di dalam goa di buniayu.

Azan maghrib mulai terdengar dari toa mesjid kampung cihuni pertanda malam secara de facto mulai bertugas. Dengan menggunakan air hasil tampungan hujan, aku berwudhu untuk  shalat maghrib. di awal aku mencoba untuk tetap dengan posisi berdiri, namun karena beralaskan rumput yang masih basah, beberapa kali aku merasa terseret ke bibir tebing. Saat shalat Isya, aku putuskan untuk  shalat sambil duduk saja. Aku ingin sedikit melow... Menghadap-NYA saat merasa diri hanya tergantung pada-NYA adalah sesuatu hal yang sangat luar biasa dan takkan bisa terungkap kata. Di dalam shalat aku merasakan tawakkal dan  kepasrahan yang teramat dalam dan tanpa terasa air mata mengalir dengan sendirinya. Mengingat saat itu aku berada di bibir tebing tanpa siapa-siapa, aku sungguh merasa tak berdaya di hadapan-NYA. Andai DIA mau menghukumku karena dosa-dosa yang telah aku perbuat, DIA dapat melakukannya dengan sangat mudah. Terus aku bisa apa? siapa yang akan menolongku di sini? Hanya DIA, melalui doa agar aku jangan ditinggalkan dan diberi keselamatan.

1408348880763786277
1408348880763786277

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun